1. Investor adalah warga lokal setempat, punya lahan dan kemauan budidaya. Mereka membeli paket komplit dari Pokdakan dan memulai budidaya di lahan masing masing. Pembinaan dan aksistensi budidaya dilakukan Pokdakan hingga panen.Â
Hasil panen, terserah pada pemilik, apa dikonsumsi sendiri, dijual sendiri atau dijual melalui fasilitasi Pokdakan. Budidaya selanjutnya, terserah yang bersangkutan, pihak Pokdakan konsisten menyediakan bibit, pakan dan bantuan jika ada kendala.Â
Hubungan kerjasama terus dijalankan, dan petani yang bersangkutan bisa mengembangkan usahanya dengan bergambung dalam usaha usaha yang dilakukan Pokdakan, antara lain pembuatan kolam, penyediaan pakan, penyediaan peralatan kolam, penyediaan bibit, pendampingan petani pemula dan banyak sektor lain yang akan dikembangkan.
2. Investor bekerjasama dengan pengurus Pokdakan dengan sistem bagi hasil, setelah dikurangi biaya operasional selama masa budidaya. Konsep ini hanya satu kolam saja untuk kepentingan riset data penelitian penulisan teknis budidaya nila menjadi suatu karya tulis.Â
Selanjutnya, tidak bisa dilakukan karena Pokdakan tidak punya lahan dan tujuan pemberdayaan ekonomi kreatif tidak bisa dijalankan jika kerjasama dilakukan dengan pengurus, seharusnya dengan petani.
3. Investor bekerjasama dengan petani nila dengan fasilitator oleh Pokdakan, dengan sistem bergulir bagi yang berniat budidaya, punya lahan tapi tidak punya modal budidaya. Investor menyediakan dana, Pokdakan menyediakan kolam, petani melakukan budidaya hingga panen, hasil panen tsb digulirkan untuk petani selanjutnya. Setelah panen pertama, kolam menjadi milik petani yang bersangkutan.Â
Progres budidaya terus berlanjut dengan sistem bagi hasil antara petani dan investor, dengan waktu yang disepakati bersama, bisa 1-2-5 atau 10 tahun, sesuai kesepakatan dengan mou tertulis berprinsip syar'i, saling menguntungkan dan tidak memberatkan kedua belah pihak.Â
Dengan konsep bergulir ini, akan banyak petani baru, punya lahan tapi tidak punya modal sehingga akan tumbuh ekonomi kreatif di level masyarakat secara meluas dan berdampak signifikan pada peningkatan kesejahteraan. Konsep ini hari Minggu, 27 Desember 2020 dirilis Bolang Kompasiana dengan petani nila terpilih dari Kampung Nila Slilir. Semoga berkah bagi pertumbuhan ekonomi kreatif di kampung Nila Slilir.
***
Bagaimana pendapat saudara sekalian tentang konsep investasi bisnis berbasis kearifan lokal kampung ini? Tidak harus dengan ikan Nila, karena potensi daerah kampung itu berbeda beda. Tidak bisa dipaksakan harus dengan nila. Bisa saja dengan budidaya tanaman hias, minapadi, kerajinan, dan apapun potensi itu, bisa diangkat asalkan mampu memberikan pemberdayaan ekonomi kreatif bagi masyarakat sekitar.Â
Di level kampung, Harus berani mengawali menjadi start up kampung berwawasan bisnis dengan kearifan lokal setempat. Banyak kampung hanya nunggu bantuan dari pemerintah baru bergerak.Â
Saatnya kampung berswadaya mengangkat ekonomi kreatif dengan menarik investor hadir mensuport kampung dengan sistem syar'i yang jelas, transparan dan saling menguntungkan. Jangan pula investasi hanya menguntungkan investor, dan masyarakat setempat hanya jadi buruh harian. Itu bukan investasi pemberdayaan ekonomi kreatif. Investasi harus bisa adil sejahtera bagi kedua belah pihak.