Mohon tunggu...
Ekka Zahra Puspita Dewi
Ekka Zahra Puspita Dewi Mohon Tunggu... Guru - Educator

Don't plant anything but love

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mama Izin Mengabdi, ya Nduk

18 Juli 2022   22:48 Diperbarui: 19 Juli 2022   08:38 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua tahun sudah saya memutuskan untuk off dari lembaga pendidikan. Pertimbangan keputusan tersebut adalah agar saya bisa membersamai buah hati pertama kami dengan baik. Saya mengalami morning sickness yang cukup parah ketika masuk dalam trimester pertama kehamilan. 

Hal itu menjadi salah satu dari sekian alasan untuk berhenti dari lembaga. Pun, saya juga masih memiliki murid yang aktif belajar TOEFL untuk tes masuk PTS kelas International Management Business. 

Oleh karena mobilitas yang saya miliki terbatas, ditambah kala itu pandemi Sar-Cov-2 sedang marak-maraknya, maka saya lebih banyak beraktivitas di rumah. Belajar juga kami lakukan via daring. Demikian juga jasa menerjemah yang saya buka juga dikerjakan di rumah.

Tidak saya sangka, jika saat ini, janin yang saya kandung telah terlahir menjadi bayi mungil yang begitu cantik. Waktu cepat sekali berlalu. Sebab bayi itu telah berusia satu setengah tahun. 

Meski memang masih bergantung ASI kepada saya, saya dan suami akhirnya berbincang tentang izin saya mengabdi. Jujur, saya rindu untuk mengabdi, rindu bersua dengan anak-anak yang sedang belajar, rindu suasana birokrasi sekolah, dan atmosfer sekolah yang memberikan banyak kesempatan untuk belajar. 

Meski di sisi lain, saya juga memiliki kewajiban untuk mengasuh. Namun, bukankah Mas memiliki usaha di rumah? Karena beliau tidak terikat instansi, maka Mas mengizinkan saya untuk mengabdi. Anak akan beliau ambil alih ketika saya sedang menjalankan khidmat.

Kemarin dahulu, ketika ada informasi dibutuhkannya tenaga pendidik bahasa Inggris di MAN 03 Blitar, saya meminta izin dari mas suami untuk mendaftar. Konsekuensinya, jika seandainya diterima, tentu mas akan mengambil alih pengasuhan Nduk. Dengan pertimbangan matang, beliau menyetujui. 

Saya mempersiapkan diri sebaik sebisa saya. Malam harinya sebelum tes saya juga sudah menyiapkan RPP serta media belajar, kalau-kalau dibutuhkan. Akan tetapi, tiba di hari H, kami diberikan tes tulis yang isinya adalah kemampuan pedagogik, kemampuan linguistik, TOEFL dan terakhir essay writing. 

Saya cukup kaget dengan tes masuk yang begitu ketat. Meski saya merasa sudah maksimal sebab beberapa tahun ini juga sedang berkutat dengan bab-bab tersebut, akan tetapi tentu hal terakhir yang bisa saya lakukan adalah berpasrah. Selain tes tulis ada juga tes wawancara yang meliputi tes bahasa Inggris dan tes wawasan umum. 

Media pembelajaran dan RPP yang sudah saya siapkan tidak dibutuhkan. Tidak apa. Saya hanya menyiapkannya kalau-kalau ia dibutuhkan. Jika memang tidak dibutuhkan, saya tidak merugi sama sekali. Pengumuman diberikan sehari setelah ujian, dan biizinillah nama saya tidak tercantum dalam daftar nama yang diterima. Alhamdulillah.

Esok harinya, sebuah pesan masuk saya terima dari Mbak Firda, sesama pelamar di MAN 03 Blitar, yang kemudian kami menjadi akrab. Beliau memberikan pengumuman tentang dibutuhkannya tenaga pendidik bahasa Inggris di MI Tarbiyatussibyan, Boyolangu, Tulungagung. Sejujurnya saya cukup down dengan tidak diterimanya saya di MAN. 

Hal itu menunjukkan bahwa saya kurang belajar dan masih harus belajar lagi. Benarkah saya sedang dalam keadaan tidak baik? Jika memang benar, saya tidak boleh menjadi orang yang ceklekan. Ketika ada kesempatan, saya harus berani mengambilnya. Katanya, ketika kita jatuh, bangun lagi, jatuh, bangun lagi terus seperti itu, bukan? 

Mas suami juga mengajarkan untuk siap kalah dan siap menang dalam pertempuran, agar tidak terlalu sedih dan tidak terlalu senang secara berlebihan. Saya manut beliau. 

Beliau pun mendukung saya secara penuh untuk mendaftar di MI TarBoy sebab jarak tempuh lebih dekat dibandingkan dengan MAN 03 Blitar. Karena mendapatkan dukungan, akhirnya saya memutuskan untuk membuat lamaran, merapikan CV, menyiapkan fotocopy ijazah dan dokumen-dokumen lain yang dibutuhkan. 

Mas meminta saya menyiapkan file, beliau yang akan mencetakkannya nanti. Saya hanya mengucapkan bismillahirrahmanirrahim. Ihtiar dan doa sudah kami jalankan, selepasnya, hasilnya adalah ketentuan-Nya.

Ketika hendak menanyakan tindak lanjut dari lamaran yang dikirimkan, saya mencoba untuk menghubungi CP. Tidak menyangka jika ternyata CP dari pendaftaran guru tersebut adalah Mbak Salisa, kakak tingkat saya di kampus. Saya masih menyimpan nomor beliau. 

Selain itu, setelah saya mencoba melihat profil MI TarBoy, di daftar nama guru juga ada nama salah satu teman vokal salawat dahulu, yakni Beb Deka. Ya Allah tidak menyangka bisa kembali untuk bersua lagi dengan beliau-beliau. 

Akhirnya setelah temu rindu lewat chat, Mbak Salisa memberikan arahan teknis untuk tes hari Sabtu, 16 Juli 2022 kemarin. Saya belum menghubungi Bu Deka karena kami lost contact.

Tiba di hari Sabtu, saya berangkat untuk tes di MI TarBoy. Sebelum berangkat, saya meminta restu dari mas suami, agar Allah memudahkan segala urusan. 

Sebab tidak ada manusia yang hebat di dunia ini. Yang ada hanya Allah yang memudahkan urusan-urusan kita. Mas memberikan arahan untuk tenang dan bersikap tawadhu. Jangan merasa rendah ketika merendah. Merendahlah sampai orang tidak bisa merendahkanmu, begitu kata Mas yang sepertinya mengambil ujaran alm. Gus Dur rahimahullah.

Tiba di sana, saya langsung berjumpa dengan Mbak Salisa. Kami bersalaman dan kemudian Mbak Salisa menunjukkan ruang tunggu di kelas 1B. Saya segera masuk. Masih ada satu orang duduk di sana. 

Kami berbincang-bincang, berkenalan. Tidak berapa lama, hadir lagi dua orang, dan beberapa saat kemudian, ruangan tersebut menjadi ramai. Dari beberapa yang mendaftar, kebanyakan beliau-beliau adalah alumni UIN SATU. Secara otomatis, kami satu almamater, hanya beda tahun.

Tidak berapa lama, Bapak Kepala Madrasah hadir. Beliau sangat berwibawa dan menunjukkan bahwa beliau orang yang berkompeten, namun tetap tidak lupa untuk meninggalkan kesan ramah. 

Bapak Kepala menegaskan bahwa pemilihan guru kali ini tidak ada unsur permainan orang dalam. Madrasah berharap mampu menjaring kader terbaik untuk bisa memberikan yang terbaik bagi siswa-siswi dan juga madrasah. 

Oleh karenanya, beliau berharap kami bisa memberikan totalitas saat tes wawancara dan tes tulis nanti. Saya tersenyum, sebab tes seperti ini yang sepatutnya menjadi acuan birokrasi. 

Meski pemerintah sudah sangat mendukung birokrasi yang bersih, namun antek-antek di bawahnya terkadang masih ada yang bermain culas dengan jual beli jabatan dan lainnya. Mungkin tidak banyak yang bersikap adil. Dan salah satu yang saya jumpai ada pada prinsip di madrasah ini.

Setelah itu, satu per satu dari kami dipanggil untuk melakukan tes. Tes wawancara diuji langsung oleh Bapak Kepala. Sedangkan tes tulis dilakukan di depan ruang kepala. 

Selesai tes wawancara, saya segera dipersilakan untuk keluar ruangan sembari membawa selembar soal. Saya mengerjakannya dengan hati-hati sebelum mengumpulkan. Setelah selesai, membacanya beberapa kali dan merasa tidak ada yang janggal, saya segera mengumpulkan untuk kemudian dipersilakan untuk pulang dan menunggu pengumuman pada Senin, 18 Juli 2022.

Ketika perjalanan pulang, saya sangat sumringah. Saya berterima kasih kepada diri sendiri karena sudah mau berproses. Jika kemarin gagal, itu merupakan acuan terbaik agar senantiasa belajar. 

Jika kita merasa kita sudah baik, sejatinya saat itu juga, kita sedang gagal. Pernah saya membaca di buku Mark Mason, tentang kegagalan apa yang sudah kita buat hari ini. Jika kita gagal, itu berarti kita mencoba hal baru dan sedang mengajarkan diri untuk berproses. Jika kita tidak gagal, berarti tidak ada hal baru yang kita pelajari. 

Mark mengajarkan untuk berani gagal. Sebuah gagasan anti-mainstream yang jarang dipraktikkan. Selain itu, jika ditinjau ulang, Allah sangat baik, Mahabaik memberikan kegagalan. 

Tujuannya agar tidak berhenti berproses. Sebab, di atas langit masih ada langit. Oleh karenanya, terhadap hasil tes kali ini, saya meletakkan segala harap-harap cemas kepada Allah, sepenuhnya. Jika saya diterima, maka itu karena Allah memudahkan, bukan karena kehebatan saya. 

Sebab kita manusia, tidak hebat sama sekali kecuali atas izin dan rida-Nya. Jika memang belum, maka tentu ada hal positif lain di balik hikmah tidak diterima. Mungkin salah satunya, saya masih diminta untuk membersamai buah hati kami.

Sesampainya di rumah, saya merasa ada yang janggal pada jawaban saya saat tes tadi. Alhasil, setelah salim kepada papa dan mencium si Nduk, sembari sarapan, saya membuka kamus. Kata Naval terasa asing dalam vocab saya. Setelah melihat artinya dari kamus, saya langsung lemas dan menertawakan diri sendiri. 

Bagaimana saya bisa abai dengan satu kata itu, Naval. Saya mengira naval adalah nama orang, ternyata dia serumpun dengan navy, yang berarti angkatan laut. Setelah itu, saya langsung sadar dan akan terus mengingat kata naval. Sebab saya gagal di satu kata itu.

Jam berlalu, hari berganti. Tiba hari di mana akan diumumkannya penerimaan pendidik di MI TarBoy. Saya cukup was-was. Namun karena hari ini si Nduk demam, perhatian saya tersita untuknya. Tiba-tiba, pengumuman dari Mbak Salisa, selaku panitia penerimaan pendidik baru tiba. 

Setelah membaca selebaran yang mencantumkan nama pendidik yang diterima, saya segera memeluk si Nduk lebih erat. Badannya sangat panas. 

Demamnya tinggi. Tidak terasa, saya menitikkan air mata. Tidak berapa lama, saya mengirimkan salinannya ke grup keluarga Blitar. Ucapan selamat datang dari adik bungsu. 

Sembari mendekap si Nduk yang sedang demam, saya terharu campur bahagia. Saya juga mengirimkan salinan pengumuman ke papa. Namun sayup-sayup terdengar beliau mendengkur. Beliau masih istirahat selepas bekerja semalaman dan membantu pekerjaan rumah.

Dalam saya menatap putri kecil yang kini tumbuh menjadi balita yang begitu cantik itu. Dalam hati saya membatin, 'Jadilah kawan berproses Mama, nggih Nduk. Relakan Mama berjuang, mengabdi untuk umat. Nduk akan baik-baik saja dengan Papa. Mama juga tidak lama, hanya sampai tengah hari, setelah itu pulang, kembali kepada Nduk. Kita berjuang bersama nggih, Sayang. Nduk sudah besar. Insyaallah Allah akan menjaga kita selalu, Sayang.' Saya pun mengecup kening Nduk, yang ternyata membuatnya bangun. Akhirnya saya mengajaknya keluar dan meminta papa untuk mengantarkan Nduk periksa, agar demamnya segera turun.

Menjadi ibu adalah anugerah terbaik yang pernah saya rasakan. Kehadiran buah hati sungguh menjadi penyempurna di hidup yang tidak sempurna ini. Akan tetapi, kita semua sedang berjuang. Kita semua berjuang di medan masing-masing. Ibu karir tentu harus merelakan waktu dengan buah hatinya, demi bisa mengabdi di luar, berjuang demi keluarga juga di luar. Begitupun ibu rumah tangga. Seorang ibu yang memutuskan untuk mengabdikan diri di rumah juga merupakan sosok yang luar biasa. Sebab beliau merelakan karirnya demi membersamai buah hati dan keluarga. 

Meski begitu, jika segalanya diniatkan demi mendapatkan rida Allah, maka semuanya insyaallah berbuah manis. Tinggal bagaimana kita menjalani dan mensyukuri pilihan-pilihan dalam hidup ini.

Semangat untuk perempuan-perempuan luar biasa.

Tulungagung, 18 Juli 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun