Mohon tunggu...
Ekka Zahra Puspita Dewi
Ekka Zahra Puspita Dewi Mohon Tunggu... Guru - Educator

Don't plant anything but love

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mama Izin Mengabdi, ya Nduk

18 Juli 2022   22:48 Diperbarui: 19 Juli 2022   08:38 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebab kita manusia, tidak hebat sama sekali kecuali atas izin dan rida-Nya. Jika memang belum, maka tentu ada hal positif lain di balik hikmah tidak diterima. Mungkin salah satunya, saya masih diminta untuk membersamai buah hati kami.

Sesampainya di rumah, saya merasa ada yang janggal pada jawaban saya saat tes tadi. Alhasil, setelah salim kepada papa dan mencium si Nduk, sembari sarapan, saya membuka kamus. Kata Naval terasa asing dalam vocab saya. Setelah melihat artinya dari kamus, saya langsung lemas dan menertawakan diri sendiri. 

Bagaimana saya bisa abai dengan satu kata itu, Naval. Saya mengira naval adalah nama orang, ternyata dia serumpun dengan navy, yang berarti angkatan laut. Setelah itu, saya langsung sadar dan akan terus mengingat kata naval. Sebab saya gagal di satu kata itu.

Jam berlalu, hari berganti. Tiba hari di mana akan diumumkannya penerimaan pendidik di MI TarBoy. Saya cukup was-was. Namun karena hari ini si Nduk demam, perhatian saya tersita untuknya. Tiba-tiba, pengumuman dari Mbak Salisa, selaku panitia penerimaan pendidik baru tiba. 

Setelah membaca selebaran yang mencantumkan nama pendidik yang diterima, saya segera memeluk si Nduk lebih erat. Badannya sangat panas. 

Demamnya tinggi. Tidak terasa, saya menitikkan air mata. Tidak berapa lama, saya mengirimkan salinannya ke grup keluarga Blitar. Ucapan selamat datang dari adik bungsu. 

Sembari mendekap si Nduk yang sedang demam, saya terharu campur bahagia. Saya juga mengirimkan salinan pengumuman ke papa. Namun sayup-sayup terdengar beliau mendengkur. Beliau masih istirahat selepas bekerja semalaman dan membantu pekerjaan rumah.

Dalam saya menatap putri kecil yang kini tumbuh menjadi balita yang begitu cantik itu. Dalam hati saya membatin, 'Jadilah kawan berproses Mama, nggih Nduk. Relakan Mama berjuang, mengabdi untuk umat. Nduk akan baik-baik saja dengan Papa. Mama juga tidak lama, hanya sampai tengah hari, setelah itu pulang, kembali kepada Nduk. Kita berjuang bersama nggih, Sayang. Nduk sudah besar. Insyaallah Allah akan menjaga kita selalu, Sayang.' Saya pun mengecup kening Nduk, yang ternyata membuatnya bangun. Akhirnya saya mengajaknya keluar dan meminta papa untuk mengantarkan Nduk periksa, agar demamnya segera turun.

Menjadi ibu adalah anugerah terbaik yang pernah saya rasakan. Kehadiran buah hati sungguh menjadi penyempurna di hidup yang tidak sempurna ini. Akan tetapi, kita semua sedang berjuang. Kita semua berjuang di medan masing-masing. Ibu karir tentu harus merelakan waktu dengan buah hatinya, demi bisa mengabdi di luar, berjuang demi keluarga juga di luar. Begitupun ibu rumah tangga. Seorang ibu yang memutuskan untuk mengabdikan diri di rumah juga merupakan sosok yang luar biasa. Sebab beliau merelakan karirnya demi membersamai buah hati dan keluarga. 

Meski begitu, jika segalanya diniatkan demi mendapatkan rida Allah, maka semuanya insyaallah berbuah manis. Tinggal bagaimana kita menjalani dan mensyukuri pilihan-pilihan dalam hidup ini.

Semangat untuk perempuan-perempuan luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun