Mohon tunggu...
Eka Nawa Dwi Sapta
Eka Nawa Dwi Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penulis lepas, pelahap buku, pencinta dongeng. Menulis apa pun yang sedang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Guci yang Pecah, Mari Kita Satukan Kembali

10 November 2022   23:36 Diperbarui: 10 November 2022   23:46 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lain waktu, datang lagi seorang kerabatmu lantas ia berucap, "Sudah tahu? Si B, sepupumu, akhirnya dia kemarin diterima di perusahaan D. Gajinya delapan juta, padahal baru masuk. Si C bulan depan akan menikah. Si G kudengar lolos jadi pegawai negeri sipil. Kawan sebayamu si L, dia melahirkan, anaknya perempuan."

"Wah, syukurlah."

"Si J kabarnya meninggal karena minum racun," ucapnya seperti tidak terganggu mengucapkan kalimat itu.

"Kasihan sekali si J," balasmu tulus.

Kerabatmu memandangmu tidak suka. "Kenapa mesti kasihan? Dia kan tidak mensyukuri nikmat hidup. Tuhan saja tidak ridho dengan orang bunuh diri. Melawan takdir," timpalnya dengan nada ketus.

"Mungkin dia depresi," sahutmu.

"Depresi? Omong kosong! Aku yakin dia cuma kurang beribadah. Kurang dekat sama Tuhan!"

"Tapi depresi itu tak kenal alim atau tidaknya seseorang. Semua orang berpotensi mengalami depresi hingga bunuh diri kalau ia tak cepat mendapatkan pertolongan." Kamu berusaha menjelaskan pada kerabatmu.

"Ya, semestinya dia cepat-cepat dirukiyah atau dibawa ke orang pintar," tukasnya lalu pergi.

Hari-hari selanjutnya satu per satu penolakan mulai menimpamu. Kegagalan datang bergantian menghampiri. Wajah-wajah yang marah, kecewa, benci, curiga, menyalahkan, meremehkan, tidak suka, dan muak perlahan menampakkan diri di hadapanmu. Kamu mulai marah setengah mati, tapi bukan sepenuhnya marah yang kamu rasakan, perasaan tidak berdaya dan kalutlah yang sesungguhnya merengkuhmu erat-erat.

Lalu satu cahaya itu datang. Harapan itu kembali. Seperti keajaiban, harapan yang terputus tiba-tiba tersambung. Kamu bangkit dari keterpurukan seperti masalah kemarin sudah lenyap. Padahal, ini hanyalah perkara bom waktu. Siapa yang menyangka? Cuma butuh satu kali lagi harapanmu gagal, maka depresi bisa menyeretmu masuk ke dalam lumpur sampai tersisa helai rambutmu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun