Aku menahan air mata. “Ayah sudah melakukan lebih dari cukup. Sekarang giliran aku yang menjaga keluarga ini.”
Dia tersenyum tipis, lalu menggenggam tanganku erat.
“Ingat, Nak, di balik setiap tetes keringat Ayah, ada harapan untuk masa depanmu. Jangan sia-siakan itu.”
Hari itu, aku berjanji pada diriku sendiri untuk menjaga apa yang Ayah perjuangkan selama ini.
Beberapa minggu kemudian, Ayah akhirnya pergi untuk selamanya. Ladang jagungnya kini hanya menjadi kenangan. Namun, pelajaran dari tetesan keringatnya akan selalu hidup dalam hatiku.
Setiap kali aku merasa lelah atau ingin menyerah, aku selalu mengingat wajah Ayah—wajah penuh kerutan yang menyimpan begitu banyak cinta dan pengorbanan.
Di balik setiap tetesan keringatnya, ada kisah yang tak pernah selesai kutulis. Kisah tentang seorang ayah yang berjuang tanpa pamrih, demi masa depan anak-anaknya.
Di balik setiap tetesan keringatnya, ada cinta yang tak pernah habis dan semangat yang tak pernah padam. Ayah mengajarkan bahwa hidup adalah tentang perjuangan dan tanggung jawab. Meskipun kini Ayah sudah tiada, setiap kenangan dan pelajaran darinya akan selalu menjadi penyemangatku. Aku berjanji akan terus menjaga keluarga ini, seperti yang selalu Ayah lakukan dengan sepenuh hati. Selamanya, aku akan bangga menjadi anak seorang petani sederhana yang luar biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H