Mohon tunggu...
Eka Sulistiyowati
Eka Sulistiyowati Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan

aku tahu rezekiku takkan diambil orang lain, karenanya hatiku tenang. aku tahu amal-amalku takkan dikerjakan orang lain, karenanya kusibukkan diri dengan beramal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Cinta Pak Tua Buta Penjual Gorengan yang Tercatat di Surga

28 November 2018   15:01 Diperbarui: 28 November 2018   15:05 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kok tadi pagi Pak Parman tidak mampir sarapan?" tanya wanita paruh baya itu.

"Semalam ada orang kota yang menginap di rumah. Katanya mobilnya mogok dan dia belum bisa menemukan bengkel. Dia bawa banyak roti, jadilah aku sarapan roti tadi pagi"

"Wah mirip orang bule ya sarapan roti" goda wanita paruh baya itu, "Lagipula mana ada bengkel di desa seperti ini. Tapi anak Pak Kosim sepertinya bisa memperbaiki mobilnya. Kan anak Pak Kosim pernah bekerja di kota sebagai montir"

"Ya, tadi pagi kedua anak Pak Kosim sudah bertemu orang kota itu" kata Pak tua yang buta, "Oh ya ini uang hasil jualanku hari ini. Alhamdulillah dagangannya laris. Ambil sendiri ya setorannya, jangan lupa uang makan siang ini"

Wanita paruh baya tersebut mengambil semua uang yang di ulurkan Pak Tua, menghitungnya. Lalu menggantinya dengan selembar uang lima puluh ribu rupiah dan dua lembar uang dua puluh ribu rupiah.

"Berapa sisanya Yu Darmi?" tanya Pak Tua.

"Tiga puluh ribu rupiah. Itu uangnya sepuluh ribuan ya Pak" kata wanita itu menyerahkan uang sejumlah sembilan puluh ribu rupiah ke tangan Pak Tua.

Dengan senyum sumringah Pak Tua mengantongi uang tersebut dan melanjutkan makan siangnya.

Aku yang berada tak jauh dari tempat duduk Pak Tua dibuat terbengong dengan sikap Ibu penjaga warteg itu.

"Bu, bukankah tadi ibu memberikan uang sembilan puluh ribu rupiah. Mengapa ibu mengatakan uang tersebut hanya tiga puluh ribu rupiah?" tanyaku dengan suara pelan saat ibu tersebut menyajikan sepiring nasi dan ikan bakar di mejaku.

"Anda orang kota yang diceritakan Pak Parman?" selidiknya. Aku mengangguk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun