"Ya, kau dan aku dibesarka di panti yang indah ini"
Kulihat rumah panti tersebut tidak terlalu besar dan  namun masih terawat dengan baik. Cat dindingnya berwarna kuning memudar. Entah berapa lama rumah panti tersebut tidak dicat ulang. Namun halamannya bersih dan terkesan menenangkan.
"Ini ada uang buat anak-anak. Tidak banyak hanya tiga puluh ribu rupiah" kata Pak Tua.
"Ini sembilan puluh ribu Kang" kata wanita itu tersenyum girang.
"Kau selalu melebih-lebihkan, kata Yu Darmi itu tiga puluh ribu kok" suara lelaki tua tertawa terkekeh.
Wanita paruh baya sejenak mengernyitkan dahi. Pak Parman selalu mengatakan uang yang dibawanya sedikit, padahal uang yang diberikannya selalu lebih dari cukup untuk menghidupi dua puluh lima anak panti asuhan yang yatim piatu.
"Makasih ya Kang" katanya akhirnya tak peduli lagi. Percuma juga berdebat dengan Pak Tua itu.
"Ya...aku pamit dulu ya, salam buat anak-anak" kata Pak Parman.
"Ya..."
Pak Parman melangkahkan kakinya dibantu tongkat setianya. Melangkah mantap menuju rumahnya. Dengan paras yang berseri-seri. Sungguh aku tidak pernah menjumpai orang yang memberikan semua uangnya untuk membantu orang lain. Ketulusan hati Pak Parman dan Ibu warteg yang kutahu namanya Darmi itu membuatku meneteskan airmata.
Kutuliskan pesan singkat ke ponsel  istriku.