Ah ibu selalu bisa membaca pikirannya. Rara hanya mengangguk sambil tersenyum kecut.Â
"Rara, Â setiap manusia itu kedudukannya sama di hadapan Tuhan. Â Yang membedakan hanya tingkat ketaqwaannya saja. Â Rara tidak perlu malu karena hanya berasal dari keluarga penjual jamu. Rara harus tetap rajin belajar dan rajin sholatnya. Ibu yakin Rara bisa sama hebatnya dengan teman-teman Rara"
"Hebat? "
"Iya Rara, Â ketika kamu diterima di sekolah ini, Â peluang untuk masuk perguruan tinggi negeri akan terbuka lebar. Â Kamu mau kan masuk SMA komplek, Â lalu kuliah"
"Iya Bu. Â Rara mau menjadi dokter atau enjineer"
Ibu Rara memegang bahu anaknya, Â "Jadilah anak yang hebat sayang. Â Ibu yakin kamu pasti bisa"
Dan di hari pertama sekolah di sana, Â nyali Rara menciut. Namun ternyata semua yang dibayangkan Rara tidak ada satupun yang terjadi. Â Anak-anak orang kaya tersebut malah lebih ramah dan sopan. Â Rara pun memiliki banyak teman. Â
Di semester pertama Rara mendapatkan peringkat kedua di kelas. Â Itu adalah prestasi yang sangat membanggakan. Mengingat dirinya sejak TK hingga SD selalu bersekolah di kampung.Â
===
Setiap berangkat sekolah dan pulang sekolah Rara selalu dijemput Bapaknya menggunakan sepeda lawas berwarna merah. Rara tidak lagi malu pada teman-temannya. Â Bahkan kebanyakan orangtua teman-temannya malah mengajak Bapaknya kenalan. Â Mereka takjub dengan kehidupan sederhana Rara dan keluarganya.
Suatu hari...Â