****
Kamu pernah mengajakku bersama mempelajari bahasa asing yang kuabaikan begitu saja. Kala itu masa dimana aku memutuskan benar-benar tak ingin terlibat dalam duniamu ketika menyadari bahwa tak ada aku dalam prioritasmu. Merasakan cinta sepihak sungguh tidak mengenakan.Â
Membaca tulisan di blog-mu usai pertemuan kita di Taman Ismail Marzuki (TIM), kamu bercerita mengenai perempuan lain. Itu sudah cukup bagiku untuk pergi sejauh mungkin dari duniamu. Aku tak ingin terluka terlalu dalam jika suatu waktu kamu berbicara tentang perempuan lain dari mulut mungilmu.
Barangkali aku yang belum siap melewati fase perasaan mengebu-ngebu tentang cinta kala itu. Terjerat pada romantisme yang manis yang diagungkan banyak orang. Aku lupa bahwa cinta seharusnya diperjuangkan, bukan menyerah dalam diam dan pergi begitu saja. Sementara kamu menempatkan aku pada posisi seseorang yang kamu jaga dengan baik selama waktu bersama.
Sahabat adalah ...
Cerita terindah yang dititipkan Tuhan dalam hidupmu
Yang harus kau jaga untuk selamanya
Mengaliri waktu bersama
Yang harus kau rawat dengan pupuk kepercayaanÂ
Pengujung malam di sebuah kamar kosan yang tidak terlalu luas, aku masih terpuruk saja dalam kenangan akan puisimu. Puisi tersebut menjadi alasan kenapa aku masih bertahan di sisimu pada saat itu. Pada sebuah harapan aku adalah orang yang kamu ceritakan pada puisi yang kamu publish di blog-mu. Meskipun pada suatu kesempatan kamu pernah menulis di facebook-ku.
"Aku membuka mata, namum di antara keramaian mataku tak menemuimu."