Mohon tunggu...
Eka D. Nuranggraini
Eka D. Nuranggraini Mohon Tunggu... -

membaca hidup

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Laut Semakin Sunyi (Bagian 28)

1 Agustus 2016   13:32 Diperbarui: 1 Agustus 2016   13:36 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Taufan pasti bercerita tentang aku?” Wulan mengangguk, melihat Badai mengingatkannya pada Taufan, karena wajah mereka berdua mirip begitu juga dengan senyum dan cara bicaranya. Hanya badan Badai lebih tegap dan kulit yang lebih hitam. Badai mengatakan kalau dia sengaja menemuinya karena menurut cerita Bayu, Taufan pingsan di pantai dan ditolong oleh temannya yang bernama Wulan.

“Bagaimana kamu tahu aku di sini?”

“Aku tadi bertemu dengan serombongan anak SD, bertanya dimana rumahmu. Mereka menunjukkan rumahmu, tapi mereka mengatakan kalau melihat kamu sedang di pantai.” Keduanya terdiam sesaat ketika sebuah ombak pecah dihadapan mereka. “Kamu sudah lama mengenal Taufan?” tanya Badai kemudian.

Wulan menggeleng. “Hanya beberapa bulan terakhir.”

“Bagaimana keadaan dia sebenarnya? Karena saat terakhir aku bertemu dengan Taufan, sebelum aku  meninggalkan rumah, dia kelihatan sehat dan baik-baik saja.” Setelah menghela nafasnya Wulan bercerita bagaimana dia mengenal Taufan, pertemanannya dengan Baruna, bagaimana Baruna meninggal hingga Taufan pingsan di pelukannya dan meninggal. “Bayu juga bercerita kalua Taufan punya seorang teman yang bernama Baruna dan dia tekah meninggal.”

“Mereka adalah teman-temanku. Teman-teman terbaikku! Aku menyayangi mereka berdua!” Nada suara Wulan meninggi, matanya berkaca-kaca. “Aku sangat kehilangan mereka berdua. Aku mau mereka selalu ada di sini! Kenapa mereka harus pergi setelah mengatakan mereka mencintaiku!” tangis Wulan pecah, badannya terguncang. Badai merangkul pundaknya dengan lembut. “Kenapa satu-persatu dari mereka harus pergi?! Tidak ada lagi dua laki-laki bodoh yang selalu meledek dan menggangguku, tidak ada lagi lagi yang mendengarkan dengan serius ketika Kakek bercerita!”

“Mereka sudah tenang di sana dan aku yakin, mereka pasti senang mempunyai teman sepertimu.”

“Ketika Baruna pergi, laut terasa sepi dan sekarang Taufan pun pergi, laut menjadi semakin sepi!”

Setelah Wulan tenang dan berhenti manangis, Badai memintanya untuk melihat ke tempat dimana Taufan tinggal selama berada di pantai dan bertemu dengan orang-orang yang pernah dikenalnya. Wulan menuruti kemauan kakak laki-laki Taufan itu. Dia mengajak Badai ke rumah Kakek, menceritakan bangku kayu di bawah di bawah pohon kelapa dimana mereka berdua dan juga bertiga bersama Baruna sering bercengkerama dan saling meledek, mengenalkan Kakek, menunjukkan kamar dimana Taufan tidur dan juga menunjukkan lukisan dirinya dan Kakek hasil karya Taufan.

“Dia pelukis yang hebat! Papamu terlalu egois, tidak mau tahu bakat besar anaknya!” Badai tersenyum.

Setelah dari rumah Kakek, wulan mengajak Badai ke rumahnya, mengenalkannya pada kedua orang tuanya, memperlihatkan kapal penangkap ikan milik ayahnya yang pernah membawa Taufan dan Baruna menangkap ikan dimalam hari dan bertemu dengan orang-orang yang pernah mengenal keduanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun