“Mama!” Laki-laki yang tidak lain adalah Badai, kakak Taufan bangkit berlari kearah Mama dan memeluknya dengan erat. Tangis Mama kembali pecah. Begitu juga dengan Lintang yang mendekat bersama Bayu, tangisnya pecah di pelukan kakaknya. Lintang menanyakan bagaimana kakaknya itu pulang pada waktu yang bersamaan dengan meninggalnya Taufan. Badai kemudian bercerita kalau jumat malam dia menelpon ke rumah dan yang mengangkat adalah Asri, waktu itu dia sedang berada kota kabupaten. Asri menceritakan tentang Taufan yang masuk ke rumah sakit. Dia mempunyai perasaan tidak enak. Maka saat itu juga dia memutuskan untuk pulang. Siang hari, dia baru mendapatkan tiket pesawat. Badai kemudian menanyakan tentang Papa.
“Papa ada di teras belakang. sejak kembali dari rumah sakit Papa hanya berdiam diri, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya,” ungkap Bayu.
“Aku akan menemuinya!” Badai berjalan ke belakang rumah, dia bertemu dengan Sekar yang baru saja pamit dengan Papa.
“Mas Badai!”
“Sekar.”
Sekar tidak dapat menahan tangisnya lagi, Badai memeluknya dengan erat, Dia tahu betul bagaimana hubungan gadis cantik tersebut dengan adiknya.
“Maafkan Taufan, Kar. Mungkin dia sudah menyakitimu selama ini,” ucap Badai sambil melepaskan pelukannya. Dia menyuruh Sekar untuk bersabar dan ikhlas atas kepergian Taufan, karena semua sudah menjadi kehendak Tuhan. Sekar mengangguk, kemudian pergi meninggalkan Badai.
***
Badai melihat Papa sedang duduk seorang diri, menatap ke depan dengan pandangan mata kosong.
“Pa,” sapa Badai. Papa menoleh, raut terkejut terlihat di wajahnya. Namun hanya menoleh sebentar lalu kembali menatap kedepan. Dengan perlahan Badai mendekatinya.
“Kamu ingat pulang!” Papa akhirnya membuka suara. Badai menghela nafasnya, dia teringat pertengkaran besar dengan Papa sebelum akhirnya dia pergi dari rumah. “Apa kamu akan pulang kalau adikmu tidak meninggal?!”