“Teman macam apa dia!”
“Dia teman baikku Pa! Dia juga gadis yang baik!”
“Baik bagaimana?! Main peluk laki-laki di depan umum!”
Taufan mendengus. “Bukan dia yang memelukku Pa, tapi aku yang memeluk dia!”
“Oh jadi begitu? Apa kamu tidak melihat Sekar ada di sini?! Ingat Fan, perjodohan itu akan tetap beranjut!”
Sekar nampak menunduk.
“Papa, Taufan, sudahlah, jangan rusak kebahagiaan hari ini dengan pertengkaran kalian yang tidak pernah ada ujung pangkalnya!” kata Lintang. Sementara mata Mama mulai berkaca-kaca.
Taufan mendengus, dia ingin mengeluarkan seluruh isi hatinya, tentang apa yang dirasakannya, namun mengurungkannya karena tidak tega melihat Sekar, juga Mama. Melihat keadaan tersebut Bayu kembali mengajak mereka untuk segera merayakan wisuda Taufan dengan makan bersama seperti rencana yang telah mereka susun. Taufan dan Papa akhirnya diam. Mereka pun akhirnya pergi. Karena tidak ingin ada pertengkaran kembali antara Papa dan Taufan, Lintang menyuruh adik bungsunya itu ikut mobil Sekar.
“Maaf, melibatkanmu dalam masalahku dengan Papa,” kata Taufan yang duduk di samping Sekar yang sedang menyetir.
Sekar tersenyum. “Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong dia itu cantik. Kalian sudah lama saling mengenal?”
“Wulan?” Sekar mengangguk. “Baru beberapa bulan. Baruna yang memperkenalkanku dengannya. Dia lebih dulu mengenal Wulan. Dan kami bertiga akhirnya berteman baik.” Sekar mengangguk-angguk. “Oh iya Sekar, tentang perjodohan itu…” Taufan mengalihkan pembicaraan.