“Mendengar apa?”
“Mutiara belum cerita?”
“Cerita apa?” Bimo penasaran.
“Siang tadi, aku dan Mutiara menolong Khaerani yang pingsan di pinggir jalan.”
“Apa! Rani pingsan di jalan!” Bimo terkejut dan wajahnya menegang. Bagas kemudian menceritakan kejadian pada waktu siang saat dia dan Mutiara menolong Khaerani yang pingsan di pinggir jalan dan membawanya ke klinik.
“Kata dokter di klinik, Rani kecapekan. Ya, karena temanmu yang keras kepala itu tidak mau mendengar nasihat orang lain.”
“Maksud kamu?”
“Kamu ingat, waktu kita ketemu dia di klinik setelah menolong anak yang hampir hanyut dan tenggelam itu, dan tidak mau ikut diperiksa?” Bimo mengangguk. “Mungkin asal mulanya dari saat itu, terus begadang membuat kue pesanannya Mutiara dan katanya juga menjaga bapaknya yang sakit.” Bimo terdiam, ada raut kekuatiran diwajahnya. “Oh iya Bim. Kamu tahu kalau bapaknya Rani sakit dan dirawat di klinik?” Bimo mengangguk. “Kamu menjenguknya?” Bimo menggeleng. Bagas menghela nafas. “Kamu itu teman seperti apa sih, Bim? Ada teman kamu, bahkan teman sejak kalian kecil, malah dapat dikatakan kalian cukup dekat, kok ya tidak empati sama sekali!” Bimo terdiam. “Aku sudah tahu cerita tentang kalian!”
“Cerita apa!”
“Kamu, Rani dan Bayu!”
“Darimana kamu tahu! Rani cerita sama kamu?”