"Lalu bagaimana J? Apakah kamu masih menyukaiku? Apa kamu masih ingin menjalin hubungan denganku?"
Juan masih menunduk. Ia tentu tidak mau memiliki kekasih seorang penyembah setan. Ia masih normal. Ia ingin mencintai wanita tulen, bukan makhluk jadi-jadian.
"Aku tidak bisa. Kamu iblis." Tolak lelaki itu dengan tangan gemetar. Sesungguhnya sudut hatinya teriris mengatakan hal kejam itu. Ia merasa sangat jahat pada gadis yang sangat ia cintai.
Gadis itu tertunduk. Ia tau ia iblis, tapi kata-kata Juan sangat menggores hatinya. Wajah Lana kini membiaskan kekecewaan dan kesedihan. Ia mengerti. Ini sudah menjadi kutukan di keluarganya bahwa mendapatkan pasangan adalah hal yang sangat mustahil.Â
Sesungguhnya Lana tidak mau berharap dengan hubungannya kali ini. Ia pikir ia sudah berhasil. Tapi ternyata ia salah, ia ternyata berharap juga pada Juan. Selama ini hanya Juan yang pantang menyerah menghadapi sifat dingin dan galaknya. Ia sedih tapi bisa mengerti.Â
"Mengerti. Aku akan membiarkanmu hidup. Tapi ketahuilah, jika sekali saja kamu membocorkan rahasiaku. Aku akan melepaskan kepalamu dari tubuhmu. Camkan itu Juan." Ancam Lana terkesan dingin dan tak main-main.
Kemudian Lana mempersilakan Juan untuk pulang. Dengan tunggang langgang Juan tinggalkan rumah itu. Bulu kuduknya masih merinding membayangkan segala hal yang ia lihat barusan. Sesekali ia menengok ke belakang. Melihat kekasihnya yang berdiri di depan pintu dengan raut penuh kesedihan.
Rasa bersalah itu nyata. Sudut hatinya berkedut. Tak terasa air mata mengalir dari sudut matanya. Mengingat saat kencan pertama mereka atau saat mereka berciuman pertama kali. Walau cuek, sejujurnya ia merasakan Lana sangat menyayangi dan menjaganya.Â
Apakah ia terlalu kejam? Tapi bukanlah ia harus realistis dan mengedepankan logika?Â
Malam itu menjadi malam yang aneh untuk Juan. Ia naikan kecepatan mesin mobilnya. Berharap udara malam yang masuk dapat menenangkan pikirannya yang bercabang. Sesekali ia lihat gelang di pergelangan tangannya. Gelang pemberian Lana. Juan terisak. Sendirian di malam itu, ditemani lagu-lagu yang terputar acak di radio.Â
TBC