Mohon tunggu...
Egia Astuti Mardani
Egia Astuti Mardani Mohon Tunggu... Guru - Pejalan

Pendidik yang Tertarik pada Problematika Ummat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mantap! Napi Koruptor Dapat Kado Bebas Bersyarat, Rakyat Dihadiahi Hidup Susah, Bagaimana Kita Berbenah?

16 September 2022   12:43 Diperbarui: 16 September 2022   12:49 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Michal Matlon on Unsplash 

Sungguh indah jalan cerita napi koruptor di negeri ini. Tak usah berlama-lama mendekam di penjara, cukup menjalani minimal sembilan bulan atau dua per tiga dari masa pidana, asal berkelakuan baik dan aktif mengikuti program pembinaan, bisa bebas bersyarat.

Mantap! Tak mau kalah dari rakyat yang dihadiahi kenaikan harga BBM di awal bulan, napi koruptor juga mendapat kado istimewa di awal bulan

Jika sudah begini, tak mengherankan jika komitmen pemberantasan korupsi di negeri ini kerap dipertanyakan.

Akankah korupsi benar-benar tercerabut ketika peraturan yang ada minim memberikan efek jera bagi napi koruptor yang jelas-jelas terbukti melakukan tindak korupsi?

Bebas Bersyarat untuk Napi Koruptor Sudah Sesuai Peraturan

Di awal bulan September 2022 ini, tepatnya di tanggal 6 September sudah ada 23 napi koruptor memperoleh SK Pembebasan Bersyarat.

Meski cukup membuat syok masyarakat, pemerintah meyakinkan bahwa pembebasan bersyarat bagi napi koruptor sudah sesuai dengan peraturan yang ada.

Hal ini salah satunya disampaikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly hari Jumat, 9 September lalu di Istana Merdeka, Jakarta.

"Kami harus sesuai ketentuan saja, aturan UU-nya begitu," kata Yasonna.

Senada dengan Yasonna, Kepala Bagian Koordinator Humas dan Protokol Ditjenpas Kemenkumhan Rika Aprianti juga menjelaskan bahwa pemberian 'bebas bersyarat' bagi napi koruptor sudah sesuai dengan pasal 10 UU Nomor 22 tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.

"Adapun narapidana tindak pidana korupsi yang telah diterbitkan SK PB-nya dan langsung dikeluarkan pada tanggal 6 September 2022," kata Rika seperti dikutip dari PMJ News.

Negara Lembek pada Koruptor, Keras pada Rakyat?

Banyak pihak mengkritik fenomena napi koruptor ramai-ramai diberi kado bebas bersyarat. Menurut KPK, tindak korupsi adalah kejahatan luar biasa yang harus ditangani secara ekstra.

KPK juga mendesak danya kebijakan yang berefek jera bagi napi koruptor seperti pidana pokok dan tambahan, pencabutan hak politik, hingga perampasan aset koruptor untuk memulihkan kerugian negara.

Meski banjir kritik, pemerintah mengaku tidak bisa berbuat banyak.

Menkopolhukam Mahfudz MD misalnya, mengatakan bahwa pemerintah tidak bisa mengintervensi pembebasan bersyarat yang merupakan putusan majelis hakim atau pengadilan.

"Kalau sudah hakim berpendapat, bahwa hukuman yang layak seperti itu, ya kita tidak bisa ikut campur," ujar Mahfudz.

Photo by Farel Yesha on Unsplash 
Photo by Farel Yesha on Unsplash 

Pembebasan bersyarat puluhan napi koruptor terasa semakin 'menyakitkan' karena terjadi bersamaan dengan pengurangan subsidi BBM untuk rakyat.

Meski menurut pemerintah pengurangan subsidi BBM dimaksudkan agar subsidi lebih tepat sasaran serta anggaran subsidi BBM disebut membebani APBN, dampak kenaikan BBM sungguh dirasakan rakyat secara umum.

Pasalnya, ketika harga BBM yang naik, yang lain-lain pun ikutan naik. Mulai dari tarif ojol, tiket bus AKAP, dll. Semua naik, kecuali gaji bulan yang segitu-gitu saja.

Kepercayaan Rakyat Semakin Terkikis

Jangan salahkan rakyat jika kepercayaannya pada pemerintah lambat laun terkikis.

Pasca pengumuman kenaikan harga BBM, rakyat berduyun-duyun menggelar unjuk rasa.

Terakhir, massa mahasiswa dan buruh mengadakan unjuk rasa dari siang sampai malam, memprotes kenaikan harga BBM di kawasan patung kuda tanggal 13 September 2022 lalu.  

Massa mahasiswa juga menyindir kejutan ulang tahun untuk pimpinan DPR RI, Puan Maharani, dalam rapat paripurna DPR bertepatan dengan aksi demontrasi di luar gedung DPR.

Baru-baru ini,ketidakpercayaan masyarakat juga menyeruak di jagad maya, khususnya Twitter. Munculnya hacker bernama akun Bjorka yang mengklaim membobol data pejabat publik justru mendapat dukungan dari sebagian besar netizen Indonesia.

Terlepas dari aktivitas hacker Bjorka yang dinilai sebagai tindak pidana, fenomena keberpihakan netizen Indonesia terhadap hacker Bjorka yang berkali-kali menantang bahkan menertawakan pemerintah kita menunjukkan gejala ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahnya sendiri.

Kalau sudah begini, siapa yang salah dan siapa yang harus berbenah?

Saatnya Berbenah

Photo by Glen Carrie on Unsplash 
Photo by Glen Carrie on Unsplash 

Sebagai negeri yang mengikrarkan peran melawan korupsi sejak runtuhnya kekuasaan Orde Baru, sungguh memprihatinkan jika sampai sekarang korupsi masih mandarah daging bahkan semakin merebak bak jamur di musim hujan.

Sudah sekian banyak intrumen pengawas dibentuk untuk memberantas korupsi, tetapi praktek korupsi masih tumbuh subur.

Sudah sekian banyak kerugian negara akibat tindak pejabat-pejabat nan korup. Sudah sedemikian susah hidup rakyat yang uang pajaknya dimaling tetapi masih harus menanggung kenaikan harga ini itu untuk menutup kerugian negara.

Ruwet.

Di titik ini, ada baiknya pemerintah dan segenap masyarakat mau merendahkan hati, menjernihkan pikiran, serta membuka diskusi membenahi negeri ini.

Lantas dari mana kita mulai berbenah?

1. Benteng Individu

Memang klise, tetapi poin benteng individu jelas harus dikuatkan sejak dini. Pendidikan anti korupsi tidak cukup sekadar bervisi mencetak individu yang berintegritas dan berdedikasi terhadap sesama manusia, tetapi yang utama berdedikasi terhadap Penciptanya.

Sebagai umat beragama, tindak korupsi jelas termasuk perkara dosa. Meski dilakukan secara sembunyi-sembunyi pasti ketauan jua oleh Tuhan semesta alam, Allah SWT.

Maka dari itu, iman dan taqwa pada individu harus ditanamkan sejak dini. Disinilah peran penting negara, masyarakat, sampai keluarga berkolaborasi dan saling melindungi.

2. Kontrol Masyarakat

Kita tidak bisa memungkiri bahwa masyarakat kita saat ini hidup dalam iklim sekulerisme kapitalisme, sebuah sistem hidup yang menjauhkan manusia dari kesadaran bahwa ia berada di bawah pengawasan Allah SWT.

Masyarakat sekuler menempatkan kenikmatan hidup dunia di atas segalanya, termasuk iman dan taqwa. Ini juga yang mempengaruhi gaya hidup para pejabat.

Meski digaji tinggi beserta tunjangan-tunjangannya, masih saja banyak pejabat korupsi. Faktor gaya hidup mewah menjadi salah satu pendorongnya.

Di tengah kondisi tersebut, masyarakat harus berisik menyuarakan kebenaran dan mengkritik penguasa dengan kebijakan-kebijakan kapitalistiknya.

Fenomena media sosial saat ini membuktikan bahwa suara masyarakat cukup berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah.

Terlepas dari aksi pembungkaman terhadap mereka yang bersuara atau pemerintah yang kerap pura-pura tidak dengar atau pura-pura lupa dengan janji-janji manisnya, masyarakat tetap tidak boleh memilih diam.

3. Negara yang bertaqwa

Jangan hanya menuntut individu saja untuk bertaqwa, negara juga harus bertaqwa. Apa itu taqwa? Menjalankan segenap perintah Allah dan menjauhi laranganNya, begitu sederhananya.

Negara yang bertaqwa adalah negara yang dijalankan menurut sistem yang tidak terpisah dari pengaturan Sang Pencipta.

Dari beberapa sistem bernegara yang pernah diterapkan di dunia, satu-satunya sistem yang berjalan sesuai dengan petunjuk Sang Khaliq adalah sistem yang berdasarkan akidah Islam.

Kita tidak berbicara tentang Arab Saudi atau negara-negara sekuler yang memakai nama Islam karena mayoritas warganya muslim.

Kita sedang berbicara tentang sebuah sistem yang pernah diterapkan di masa nabi dan dipertahankan oleh kaum muslim hingga berakhir sejak tata dunia baru setelah Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2.

Peraturan yang diterapkan dalam sistem Islam didasarkan pada syariat Islam, mulai dari peraturan yang mengatur pencegahan hingga sistem sanksi yang berefek jera.

Photo by Levi Meir Clancy on Unsplash 
Photo by Levi Meir Clancy on Unsplash 

Dalam Islam, pemimpin negara atau Khalifah melakukan perhitungan harta para pejabat sebelum dan sesudah menjabat.

Jika ada penambahan harta, negara akan melakukan verifikasi untuk mengetahui penambahan harta itu bersifat syar'i atau tidak. Dengan demikian, seluruh elemen negara berperan aktif dalam upaya pencegahan korupsi.

Jika terbukti ada tindak korupsi yang dilakukan seorang pejabat, maka Islam memberikan sejumlah sanksi yang berefek jera sesuai hasil ijtihad Khalifah.

Sanksi yang diberikan bisa berbentuk publikasi tindak korupsi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk, hingga hukuman mati sesuai pertimbangan harta yang dikorupsi.

Prokontra terhadap sistem Islam saat ini memang tidak bisa dihindari. Bahkan protes keras menantang sistem Islam sering kali muncul dari mereka yang juga mengaku Islam.

Jika prokontra berkecamuk, muslim sejati akan kembali kepada firman Allah SWT bukan hawa nafsunya. Sebagaimana firman Allag SWT di surat An-Nisa' ayat 60.

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada tagut. Padahal, mereka telah diperintah untuk mengingkari tagut itu dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun