Berita berita hadist dalam kaitannya dengan asbabun nuzul mempunyai peran      penting karena hadis itu sendiri adalah sumber pengetahuan Asbabun Nuzul. Oleh karena itu, kekuatan  asbabun nuzul sangat tergantung pada persoalan kuat dan lemahnya sohih  dan dhaifnya serta otentik dan palsunya hadis yang di riwayatkan.
Â
- Bagaimana klasifikasi asbabun nuzul
-        Asbabun Nuzul dapat di tinjau dari berbagai aspek. Dari aspek bentuknya,  Asbabun Nuzul diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu yang berbentuk peristiwa dan yang berbentuk pernyataan. Bentuk pertama, Menurut Ramli Abdul Wahid (1993) terdiri dari tiga jenis peristiwa, yaitu berupa pertengkaran,kesalahan serius, dan cita-cita atau keinginan. Adapun dalam bentuk pernyataan trdiri dari tiga macam pula, yaitu pernyataan yang berhubungan pada masa lalu, pada masa yang sedang berlangsung, dan masa yang akan datang.
-       Ditinjau dari jumlah sebab dan ayat yang turun,  Asbabun Nuzul diklasifikasikan menjadi ta'du al-asbab wa an-nazil wahid (sebab turunya lebih dari satu dan inti persoallan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun juga satu) dan ta'dud an-nanjilah wa al-ashabab wahidah ( inti persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu, sedang sebab turunya satu saja ). Sebab turun ayat tersebut disebut ta'ddud ( berbilang ). Bilaman ditemukan terdapat dua riwayat atau lebih yang berbeda sebab turunya suatu ayat atau sekelompok ayat tertentu. Sebaliknya, sebab turunya itu disebut wahid atau tunggal bila riwayatnya hanya satu. Adapun suatu ayat atau sekelompok ayat tertentu yang turun di sebut ta'addud an-nazil bila inti persoalan yang terkandung dalam ayat yang turun sehubungan dengan ayat tertentu lebih dari satu persoalan.
- . Sejarah Perkembangan Ilmu Asbabun Nuzul
- Â Â Â Â Â Â Â Â Sejak zaman sahabat pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dipandang sangat penting untuk bisa memahami penafsiran Al-Qur'an yang benar. Karena itu mereka berusaha untuk mempelajari ilmu ini. Mereka bertanya kepada Nabi SAW tentang sebab-sebab turunya ayat atau kepada sahabat lain yang menjadi saksi sejarah turunnya ayat-ayat Al-Qur'an. Dengan demikian pula para tabi'in yang datang kemudian, ketika mereka harus menafsirkan ayat-ayat hukum, mereka memerlukan pengetahuan Asbabun Nuzul agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan.
- Â Â Â Â Â Â Â Â Dalam perkembangannya ilmu asbabun nuzul menjadi sangat urgen. Hal ini tak lepas dari jerih payah perjuangan para ulama' yang mengkhususkan diri dalam upaya membahas segala ruang lingkup sebab nuzulnya Al-Qur'an. Diantaranya yang terkenal yaitu Ali bin Madini, Al-wahidy dengan kitabnya Asbabun Nuzul, Al-Ja'bary yang meringkas kitab Al wahidi, Syaikhul Islam Ibn Hajar yang mengarang sebuah kitab mengenai asbabun nuzul. Dan As-Suyuthi mengarang kitab Lubabun Nuqul fi Asbab An-Nuzul, sebuah kitab yang sangat memadai dan jelas serta belum ada yang mengarang.
F. Petunjuk Pencarian Asbabun Nuzul
      Berbicara mengenai sebab turunnya ayat hanya bisa diketahui melalui periwayatan yang sahih, dan didengar langsung dari orang yang mengetahui turunnya Al-Qur'an atau dari orang yang telah melakukan penelitian secara cermat. Hal ini dapat dimaklumi karena dengan periwayatan itu dapat diperoleh keterangan buat kita yang hidup di jaman sekarang ini, tentang berbagai peristiwa yang terjadi di masa lampau, khususnya di jaman Rasulullah yang telah menyaksikan terjadinya peristiwa tersebut yang mempunyai otoritas untuk dapat diterima keterangannya.
      Dalam beberapa hal ditemui juga kesulitan terutama dalam mengambil kesimpulan, apakah keterangan sahabat dalam menceritakan suatu peristiwa dapat dikategorikan Asbabun Nuzul atau tidak. Untutk itu, diperlukan suatu petunjuk yang dapat menerangkannya. Petunjuk yang dimaksud terlihat dalam bentuk ungkapan sebagai berikut:
- Asbabun Nuzul disebutkan dengan ungkapan yang jelas berupa sebab nuzul hazihi al-ayati kaza. Ungkapan ini secara definitif menunjukkan Asbabun Nuzul yang jelas dan gamblang sehingga tidak ada kemungkinan bagi makna yang lain.
- Asbabun Nuzul tidak disebutkan dengan lafal sebab, tetapi dengan mendatangkan lafal fa (makna) yang masuk dalam ayat yang secara langsung setelah pemaparan suatu peristiwa.
- Asbabun Nuzul dipahami secara pasti dari konteksnya. Dalam hal ini, misalnya, Rasulullah ditanya seseorang, kemudian beliau diberi wahyu dan menjawab pertanyaan itu dengan ayat yang baru diterimanya. Di samping itu, adakalanya sahabat atau tabi'in menerangkan suatu peristiwa yang terjadi di jaman Rasulullah dan menjelaskan hukumnya dengan mengemukakan ayat yang menyangkut peristiwa tersebut .
- Asbabun Nuzul tidak disebutkan dengan suatu ungkapkan sebab secara tegas, tidak dengan mendatangkan fa (maka) yang menunjukan sebab dan tidak pula berupa jawaban yang dibangun atas dasar pertanyan, akan tetapi dengan menggunakan ungkapan nuzilat hazihi al-ayatu fi kaza. Ungkapan seperti ini secara definitif tifak menunjukan sebab, tetapi mengandung makna sebab dan makna lainnya, yaitu tentang hukum kasus atau persoalan yang sedang dihadapi.
- Berdasarkan petunjuk tersebut di atas, dapat diketahui bahwa redaksi yang pertama, kedua, dan ketiga menunjukan ketegasan mengenai sebab turunnya sebuah atau beberapa ayat, sedangkan pola redaksi terakhir tidak memberikan kepastian bahwa riwayat itu menyebabkan turunnya sebuah atau beberapa ayat. Sebagaimana diungkapkan Ibnu Taimiyah bahwa ungkapam terakhir itu terkadang berkonotasi sebab turunnya ayat dan terkadang pula hanya menyatakan kandungan ayat, walaupun tidak ada Asbabun Nuzul-Nya.Â
- Dengan demikian,  tampaklah bahwa dalam memberikan kesimpulan suatu riwayat sebagai Asbabun Nuzul, menurut al-Wahidi, sangatlah diperlukan ketelitian, sebab walaupun riwayat itu datang dari sahabat, belum  tentu benar dan dapat dijadikan sebagai dalil atau argumentasi.
- Dalam konteks lain, Ibnu as-Salih dan al-Hakim menilai bahwa sahabat yang menyaksikan mengatakannya nuzila hazihi al-ayatu fi kaza (ayat tesebut diturunkan dalam peristiwa ini). keterangan tersebut dinilai dengan hadis mursal dan berlaku sebagai khabar marfu, namun tidak terlepas pertalian dari segi sanan dan matan yang sahih.
G. Metode penilaian riwayat tentang Asbabun NuzulÂ
      Dalam uraian di atas telah disinggung bahwa periwayatan tentang turunnya ayat kadang-kadang berbilang alias lebih dari satu riwayat atau lebih dikenal dengan ta'addud al-asbab wa an-nazil wahid. Apabila sebab turunnya suatu ayat diterangkan oleh beberapa riwayat maka akan muncul beberapa kemungkinan, antara lain :
- Kedua riwayat itu yang satu sahih, sedangkan yang lain tidak sahih.
- Kedua riwayat itu sama-sama sahih, tetapi yang satu ada dalil yang memperkuat sedangkan yang lain tidak.
- Kedua riwayat itu sama-sama sahih dan tidak ditemukan dalil yang memperkuat salah satunya, tetapi mungkin untuk dikompromikan.
- Kedua riwayat itu sama-sama sahih tidak terdapat dalil yang memperkuat salah satunya, dan kedua-keduanya tidak mungkin dipakai sebagai dalil.
Selanjutnya, bila terdapat beberapa riwayat yang menerangkan Asbabun Nuzul, sebagaimana tersebut di atas, bahkan masing-masing saling bertentangan, kasus yang demikian ini alternatif pemecahannya adalah:
- Apabila kedua riwayat tersebut sahih, yang pertama menyebutkan sebab turunnya ayat dengan tegas, sementara yang kedua tidak menyebutkannya maka yang diambil adalah riwayat yang pertama.
- Apabila kedua riwayat tersebut sahih, mungkin salah satunya di-tarjihkan atau karena yang satu lagi diriwayatkan oleh perawi yang menyaksikan sendiri maka ambillah riwayat yang lebih rajih(unggul).
- Apabila kita mengambil riwayat yang menerangkan sababiyah riwayat yang lebih rajih dan lebih sahih, sementara riwayat yang lain sahih tapi marjuh maka yang diambil adalah riwayat yang sahih.
- Apabila terdapat dua riwayat yang keduanya sahih dan satu sama lain tidak dapat dikompromikan, apalagi interval waktunya cukup lama maka harus ditetapkan bahwa ayat tersebut berulangkali turun. Berulangnya ayat tersebut, menurut az-Zarqani, menunjukkan bahwa hal ini sangat penting dan dimaksudkan agar lebih mudah diingat.
Di samping empat metode yang dikemukakan az-Zarqani tersebut, ada lagi hadis-hadis tentang Asbabun Nuzul yang saling kontradiksi karena periwayatnya tidak meriwayatkan melalui lisan atau tertulis melalui kisah, kemudian dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Qur'an. Hadis yang sesuai dengan ayat dapat diterima, sedang yang tidak sesuai akan ditolak.
H. Cara Memahami Asbabun Nuzul
      Para ahli hukum islam telah membuat patokan dengan kaidah 'pengambilan makna dilakukan berdasarkan generalitas lafal, tidak berdasarkan partikularitas sebab'(al-'ibrah bi 'umum al-lafz la bi khusus as-sabab). Generalisasi yang dimaksud, menurut Nurcholis Madjid (1995), hanya dapat berlaku jika inti pesan suatu ayat atau firman dapat ditangkap. Kaidah di atas menjadi pegangan mayoritas ulama dalam memahami makna yang dikehendaki dari ayat yang turun bersifat umum, sedangkan sebabnya bersifat khusus.
      Pandangan tersebut diikuti oleh mayoritas ulama, dan ulama dalam mengajukan kaidah bersandar argumentasi-argumentasi sebagai berikut:
- Lafal syar'i saja yang menjadi hujjah dan argumen, bukan sesuatu yang mengelilinginya berupa pertanyaan. Oleh karena itu, tidak ada jalan untuk mengkhususkan lafal pada sebab.
- Menurut kaidah bahasa, lafal-lafal itu ditanggungkan kepada maknanya yang segera tertangkap selama tidak ditemukan sesuatu yang memalingkannya dari makna tersebut.
- Para sahabat dan mujtahid di segala masa dan tempat beragumentasi dengan keumuman lafal yang datang lantaran sebab-sebab yang khusus pada peristiwa dan kejadian yang banyak tanpa memerlukan qiyas atau mencari alasan dengan argumentasi yang lain.