Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Qatar "Salah Waktu" Jadi Tuan Rumah Piala Dunia 2022

20 November 2022   06:32 Diperbarui: 20 November 2022   06:41 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trodi Piala Dunia (Foto: AFP/YUKI IWAMURA via KOMPAS.COM) 

Piala Dunia Qatar 2022 kurang geregetan. Gegap gempitanya terasa berbeda dibanding Piala Dunia sebelumnya. Anda mungkin tidak mengenal tema lagunya. Orang-orang juga bertanya, bagaimana maskotnya?

Itulah pertanyaan yang berseliweran belakangan ini. Penggemar bola boleh bertanya-tanya, tetapi ada yang lebih memikul beban berat: Qatar.

Mengapa begitu? Jadi, begini ceritanya.

Qatar sang tuan rumah mendapat tamparan keras jelang pembukaan Piala Dunia. Pesta yang sebentar lagi dimulai tampaknya bakal kurang meriah.

Semua ini akibat pemberitan miring media Barat terhadap Qatar. 

Beberapa minggu sebelumnya, Netflix meluncurkan series dokumenter "FIFA Uncovered". Dalam alurnya, terungkap tabir korupsi di organisasi bola dunia tersebut.

Melalui dokumenter itu, publik dan pemangku kebijkan menerima gambaran jelas bagaimana dugaan suap perwakilan Qatar kepada Komite Eksekutif.

Fulus itu diduga menjadi pelicin untuk memilih Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022.

Deritanya belum selesai sampai di sana. 

Fokus utama media Barat terhadap Qatar saat ini adalah dugaan pelanggaran HAM tentang kematian pekerja dan isu anti LGBT.

"FIFA memberikan Qatar pertandingan pada tahun 2010, tanpa uji tuntas hak asasi manusia  dan tidak ada ketentuan yang ditetapkan tentang perlindungan bagi pekerja migran yang akan dibutuhkan untuk membangun infrastruktur besar-besaran. FIFA juga gagal memeriksa masalah hak asasi manusia bagi jurnalis, atau diskriminasi sistemik yang dihadapi perempuan, kelompok LGBT, dan lainnya di Qatar," tulis Human Right Watch dalam website.

Euronews melaporkan bahwa terdapat kematian, dugaan eksploitasi dan penganiayaan terhadap para imigran.

Kebanyakan pekerja berasal dari Asia Tenggara dan Afrika Timur di bidang konstruksi pembangunan infrastruktur Piala Dunia. 

Intinya, berita-berita yang beredar tidak menyenangkan untuk dibaca.

Emir dan pangeran di Qatar tampaknya kesulitan untuk senyum dalam beberapa hari terakhir. Padahal, hajatan besar sudah di depan mata. 

Media Barat yang seharusnya membantu naik citra mereka justru menjadi senjata yang akan menenggelamkan mereka.

Media tiada henti mengulas keburukan yang ditorehkan negeri para juragan minyak ini. 

Peluru yang digunakan bermacam jenisnya. Mulai dari keraguan atas tradisi sepak bola yang tidak jelas, isu budaya sampai menyangkut geopolitik.

Siapapun pemilik hajatan tentu bakal sakit gigi melihat kenyataan seperti ini.

Tetapi, getir ini sudah terendus sejak pertama kali penguman Qatar sebagai tuan rumah disampaikan. Mereka menyadari serangan bakal datang. 

Mereka harus siap menghadapi media Barat yang dikenal keras dan tidak mau kompromi. Jika Anda membuka Twitter sekarang, Anda tahu bagaimana detik-detik Piala Dunia saat ini nyaris tidak berwarna.

Menghadapi kritikan keras, Qatar tidak tinggal diam. 

Sebagai contoh, mereka memperkenalkan perlindungan tenaga kerja dan mengakhiri sistem kafala, yang mencegah buruh imigran berganti pekerjaan, sebagai tanggapan atas kritik terhadap perlindungan tenaga kerja.

Tetapi beberapa pengamat mempertanyakan keefektifan perubahan tersebut dengan upah minimum sebesar 1 Euro per jam.

Nah, apapun yang dikerjakan Qatar tampaknya tetap salah. 

Emir Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani menyadari bahwa posisi Qatar tengah mendapat serangan luas. Ia tidak dapat menutup kekesalannya.

"Sejak kami mendapat kehormatan menjadi tuan rumah Piala Dunia, Qatar telah menjadi target kampanye yang belum pernah terjadi sebelumnya yang tidak pernah diderita oleh negara tuan rumah lainnya," katanya dalam pemberitaan Euronews 25 Oktober 2022. 

"Awalnya, kami menangani masalah ini dengan itikad baik, dan kami bahkan menganggap kritik tertentu positif dan bermanfaat, membantu kami mengembangkan aspek yang harus dikembangkan."

"Tetapi segera menjadi jelas bagi kami bahwa kampanye terus berlanjut, meluas, ada fitnah dan standar ganda, mencapai tingkat tanpa henti yang membuat banyak orang bertanya-tanya, sayangnya, alasan dan motivasi sebenarnya dari kampanye ini," tambahnya.

Dalam situasi ini, Qatar memang tidak piawai menepis tudingan. Fakta di lapangan terlihat jelas dan sangat tidak mungkin membalasnya agar tidak makin konyol.

Tidak saja serangan dari Barat. Al Qaeda pun turut menambah bengkak sakit gigi para Emir. 

Baru-baru ini, Al Qaeda semenanjung Arab dilaporkan mengecam penyelanggaraan Piala Dunia di Qatar karena "membawa orang tidak bermoral, homoseksual, penabur korupsi dan ateisme ke Semenanjung Arab" dan mengatakan Piala Dunia berfungsi untuk mengalihkan perhatian dari "pendudukan negara-negara Muslim" dan penindasan mereka, laporan Reuters, Minggu, 20 November 2022.

Benarkah Qatar Seburuk yang Dikatakan?

Melihat Qatar dalam kacamata internasional memang sedikit kompleks. Di satu sisi, mereka tampak bermasalah, tetapi di sisi lain, mereka sangat bersahabat.

Qatar hampir tidak seperti negara Timur Tengah lainnya yang memiliki sentimen buruk. Bahkan, boleh dikatakan, Qatar sangat mesra berhubungan dengan beberapa pemimpin Eropa.

Salah satunya adalah kedekatan Qatar dengan Prancis sewaktu di bawah kepresidenan Nicolas Sarkozy. 

Jika menimbang secara adil, Qatar selama satu dekade ini tampak serius membangun diri sebagai penentu di panggung internasional.

Qatar diberkahi sumber minyak yang memberikan mereka dana tidak terbatas. 

Tetapi, mereka paham bahwa menarik perhatian internasional tentu harus memberikan proyeksi jelas di masa depan. 

Mereka memilih jalur olah raga untuk membangun portfolio di masa mendatang. Pembelian Paris Saint Germain adalah salah satu contoh.

Jika mengungkit masalah HAM, Qatar juga tidak seburuk yang terpikirkan. 

Tahun lalu, selama krisis Afganistan, Qatar berhasil mengevakuasi lebih dari 50.000 orang dari sana. Sheikh Tamim pun menyerukan para pemimpin dalam pertemuan G20 untuk membuka dialog daripada mengisolasi Afghanistan.

Dia menyatakan keinginan Qatar untuk "memastikan saudara-saudara Afghanistan hidup di bawah perdamaian dan stabilitas."

Tetapi sayang beribu sayang, semua sudah terlambat. Cerita ini mencapai kesimpulan bahwa menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 bukan pilihan tepat. 

Qatar kala itu terpilih di tengah sorotan isu korupsi di FIFA, kegagalan Amerika Serikat dan Inggris sebagai tuan rumah yang membangkitkan kecurigaan dan kemudian terpilihnya Rusia sebagai penyelenggara Piala Dunia 2018.

Sangat mudah memahami bagaimana keterpilihan mereka sebagai tuan rumah Piala Dunia tahun ini membangkitkan kemarahan Eropa dan Amerika Serikat.

Presiden FIFA, Gianni Infantino, angkat suara menanggapi atas kritikan media Barat. Dia tahu bahwa pandangan orang saat ini bukan murni karena sepak bola. Semua sarat dengan kepentingan politik.

Karena itu, Infantino memilih untuk membalas kritikan terhadap FIFA dan Qatar dengan mengembalikan semua tuduhan pelanggaran HAM kepada Barat.

"Untuk apa yang telah dilakukan orang Eropa selama 3.000 tahun terakhir, kita harus meminta maaf selama 3.000 tahun ke depan sebelum mulai memberikan pelajaran moral kepada orang-orang," katanya dikutip dari Tempo melansir pemberitaan AFP, Sabtu, 19 November 2022.

Sebagai orang berdarah Italia, Gianni Infantino mulai menampakan dirinya layaknya aktivis. Orang Barat yang mengkritik Barat atas perlakuan kejam di masa lalu. Mirip seperti apa yang dilakukan Chomsky seorang Yahudi yang sangat lantang mengkritik Israel.

Qatar seperti mendapat pembelajaran bahwa inilah harga mahal sebuah kebebasan pers dan kebebasan berbicara. Dana sebesar apapun tidak sanggup membelinya.

Mereka hanya memiliki sedikit pembela. Cara terbaik menghadapi situasi ini adalah biarkan semua berlalu. Sepak bola memiliki mekanisme sendiri untuk membuktikan siapa pemenang dan siapa yang kalah.

Jika ingin mengambil hikmah, maka Piala Dunia 2022 adalah langkah awal dalam menampakan wajah manis Qatar. 

Berita buruk tidak selamanya buruk. Mereka harus menerima kritik keras demi menunjukan bahwa mereka sangat siap tampil sebagai bagian dunia internasional. Dan satu lagi, Qatar harus lebih cerewet.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun