Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Amanda Gadis Pemberontak (Bagian 4 Tamat)

10 Maret 2021   02:52 Diperbarui: 10 Maret 2021   03:03 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepolisian akhirnya menetapkan 19 murid sebagai tersangka karena kepemilikan senjata tajam yang mereka bawa. Sisanya, dipulangkan setelah pemanggilan orangtua di bawah surat perjanjian. 

Total, sebanyak 31 murid dari 6 sekolah berbeda digelandang. Yang membuat Kasat Reskrim merasa geram adalah kecerobohan dia untuk menggagalkan pecahnya tawuran. Alasan yang menurutnya sepele, dipicu saling ejek di media sosial, andai saja timnya bertindak cepat membaca tanda-tanda.

Di sana, Amanda menjadi satu-satunya perempuan di antara pelaku tawuran. Mengenai peran, dia tertangkap menenteng balok kayu yang menurut kepolisian setelah mendengar keterangannya adalah alat untuk melindungi diri.

Aku memandang Amanda yang menyendiri sambil mengira celah untuk bisa duduk mendekatkan badan ke pundaknya. Aku membayangkan kekonyolan di tempat yang disesaki bandit-bandit muda. Terlintas kemarahan pada guratan wajah Amanda yang memberikan rasa berbeda untuk menangkap badannya dari posisi berbeda. Aku mudah sekali menangkap aura yang menggairahkanku dari cincangan matahari.

Tawuran ini merupakan pertarungan antar geng pemuda yang secara kebetulan keberadaan tiap anggota tercecer di sekolah dan kelas yang terpisah. Aku menaruh belas kasihan kepada tersangka yang berpeluang kecil bisa mengikuti ujian nasional kecuali atas belas kasihan dan pertimbangan tertentu. Mungkin mereka juga tidak akan peduli.

Salah seorang wartawan mengusap janggut berbincang kepada petugas. Dia rupanya mengenali Amanda karena pernah mengikuti pergerakan dia bersama mahasiswa. Aku mendengarkan wartawan itu menaruh keperihatinan terhadap kelakuan Amanda. Tetapi, dugaan si wartawan bisa jadi sangat lemah untuk menghubungkan posisi Amanda dan keterlibatan kelompok pergerakannya. 

Siang hari ini memanggang lebih panas badan-badan kami di lapangan. Amanda menunggu giliran pulang bersama Ibunya yang sudah menunggu sejak pemberitahuan diterima dua jam lalu.

Satu yang pasti yang membuatku terdiam ketika seorang lelaki turut mendampingi Ibunya datang membawanya pulang. Aku berprasangka bahwa lelaki itu adalah abang atau saudara lain Amanda meski tidak terlihat kemiripan di antara kulit dan mata mereka. Pada akhirnya, aku mengetahui bahwa lelaki tersebut adalah kekasihnya, kurang lebih.

***

Ujian Nasional berakhir, kelulusan siswa diumumkan. Sejak tawuran itu, aku lebih banyak menyaksikan wajah Amanda dalam bingkai layar gawai. Hati mendidihkan ingatan ketika memutar waktu ke masa lalu di mana Amanda memeluk jari lelaki tersebut. 

Aku merasa kesalahan ini timbul karena antisipasi yang tidak dipasang sejak awal. Kecurigaan yang tidak pernah aku lakukan. 

Aku menghubungi Amanda, dua panggilan terlewati. Pada panggilan ketiga, suara itu akhirnya terdengar di ujung panggilan telepon. Aku meminta Amanda meluangkan waktu untuk bertemu. 

Semula dia mencari alasan-alasan untuk menolak sampai akhirnya dengan rasa memelas dia menerima ajakan tersebut. Tidak lain, tujuanku untuk mencari tahu siapa lelaki itu sebenarnya. Hanya ingin tahu, hanya itu.

"Orang itu, siapa namanya?" ucapku.

"Siapa? Aku nggak paham."

"Lelaki yang menjemputmu sejak tawuran itu."

Amanda mengeluarkan senyum dalam garis lengkung kecil. Baginya, sosok lelaki tersebut bukan sesuatu yang harus aku ketahui. Namun, tanggapan kosong tersebut menambah rasa penasaran untuk menyudahi asumsi yang kudapatkan lewat penggalian informasi di media sosial lelaki itu.

"Tawuran itu soal kebebasan, aku perlu menikmati sesuatu yang tidak biasa dilakukan. Lagipula, sejujurnya, aku merasa senang untuk berhubungan kepada siapapun."

"Termasuk kepadaku?"

"Nggak sama sekali. Aku hanya menghargai pertemanan di antara kita. Aku tidak menyangka kamu berpikir sejauh ini tentang pertemanan kita. Dan aku mencintaimu, ya untuk kata-kata yang bisa aku sampaikan kepadamu tetapi nggak akan bisa lebih dari ini. Lelaki itu, anggaplah dia adalah orang dekat yang membuatku merasa nyaman untuk membincangkan segala hal kepadanya," kata Amanda

Jawaban Amanda dari suara yang tertahan senyum sinis membangun kekecewaan. Aku mampu menepis prasangkaku sebab aku sangat leluasa menikmati wajah manisnya lebih dalam yang menghapus kecemburuanku.

Ada perbedaan sudut pandang di antara kami. Seperti tradisi yang sudah-sudah, aku memilih dia dan dia menentukan. Atau ini sebenarnya bukan keadaan di mana aku diberi kesempatan untuk memilih. Tidak sama sekali.

Pada kesempatan itu, Amanda menyampaikan ucapan terima kasih atas pertemananku. Cumbuan kami yang pernah terjadi hanya peristiwa terlintas dan terlupakan. 

Pertemuan sore ini menjadi perpisahan untuk waktu yang lama. Amanda mengatakan bahwa dia akan pergi keluar kota, menuju tempat jauh, tempat yang dia inginkan tidak memiliki brand Cateria, restoran siap saji terbesar di negeri ini. Landasan yang terang tidak masuk akal.

"Aku nggak paham, alasanmu aneh," kataku.

"Ya, aku bisa mengerti keraguan seperti yang kamu katakan, kamu bukan orang pertama yang berpikir demikian," balas Amanda.

"Kamu tahu bahwa aku belajar banyak darimu, beritahu aku alasan kepergianmu ke tempat yang tidak memiliki Cateria."

"Yang aku bisa katakan, aku melakukan perlawanan terhadap penindasan perempuan di tempat kerja dengan upah dan jam kerja tidak adil untuk kesehatan perempuan. Sisi lain dari ini semua, aku mencintai kebebasan."

***

Ada banyak pengetahuan sekaligus misteri diperkenalkan Amanda kepadaku, cerita, pengalaman dan pengetahuannya. Aku pikir, dia mengalami perubahan akibat trauma atas sifat Ayahnya atau pengalaman pahit lain yang tidak ingin dan tidak pernah dia katakan.

Tujuh tahun berlalu. Aku menikahi gadis lain dan sekarang membiasakan diri berlaku sebagai Ayah dan kepala keluarga untuk menafkahi dan membesarkan anak-anak. Aku mencintainya, di lain waktu, aku mengingat Amanda.

Dalam hati dan kesepian yang menyergap, aku merindukan Amanda walau dia memberikan perlakuan tidak layak kepadaku. Aku merindukan dia, tidak sekali, tetapi berkali-kali. Dia berbohong untuk menutupi keluguanku.

Nama yang hilang dari ingatan dan nyanyian malam. Perempuan yang mampu menghentikan setiap rengekan tentang keyakinan pada hal-hal mustahil dan tersembunyi. Wajah Amanda akan muncul dalam kesepian dan tanda tanya.

Organisasi pergerakannya terus tampil sebagai bahan pemberitaan dan oleh kepolisian telah dimasukkan dalam daftar kelompok yang berafiliasi dengan kelompok pemberontak. Ada hal yang kupikirkan untuk mencari tahu keberadaan dia dalam kelompok tersebut, tetapi beberapa orang di sana mengaku tidak mengenal Amanda.

Apakah dia masih ingin berbicara kepadaku atau telah menikahi lelaki buruk rupa tersebut? Mungkin dia telah mati ditembusi peluru, menjadi mayat sejauh upayaku melupakannya. Tetapi kemungkinan itu harus dibuktikan sebab kemarahanku seakan memulangkan masa lalu tentang dia. Mungkin aku segera mati, tetapi tidak sekarang. Di sini, aku hidup bersama seorang wanita yang memberikanku cinta dan masa depan, wanita yang parasnya menyerupai wajah manis Amanda dan tubuh yang mengingatkanku pada pelukan darinya.

Tamat

>>> Bagian 1

>>> Bagian 2

>>> Bagian 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun