Dia memberi contoh, semisalnya robot mampu menyediakan kopi. Mana yang lebih disukai, dilayani robot atau dilayani manusia?
Mengambil contoh sederhana dalam keseharian, orang-orang tentu lebih memilih berinteraksi dengan orang ketimbang robot ketika berbelanja atau mengurus berkas administrasi.
Artinya, teknologi baru tidak perlu disikapi dengan penolakan dan kecemasan akut.Â
Jika menyangkut ancaman pengangguran, maka yang dibenahi adalah struktur perekonomian.
Pasar tenaga kerja harus fleksibel, tidak kaku agar penganggur bisa terserap ke lapangan kerja baru.Â
Kuncinya adalah berikan pelatihan terhadap tenaga kerja agar dia bisa beradaptasi. Ini hanya perandaian, contoh sederhana.
Kita pernah melewati satu bagian ketika dahulu model ride sharing, ride hailing sempat mendapat penolakan sebelum kemudian diterima dan tumbuh besar semakin besar.
Namun, beberapa tahun berjalan, logika fleksibilitas ini perlu dikoreksi mengingat skema perlindungan sosial dan kesejahteraan para mitra menjadi perhatian, terutama dalam masa pandemi yang membatasi pergerakan.
Ada baik dan ada buruknya.Â
Ini penting supaya kita kritis untuk menguji klaim kemajuan teknologi baru sebelum benar-benar terjebak dalam pandangan kaku bahwa semua masalah dapat diselesaikan berkat bantuan teknologi.
Engels sudah memperlihatkan cuplikan bagaimana bobroknya moral manusia di zamannya. Moral itu melekat pada manusia sepanjang hayat, entah bagaimana masing-masing di antara kita mendefinisikannya.