Pekerja yang putus asa kemudian menghancurkan mesin-mesin tekstil, dimulai di Nottingham pada 1811 yang menyebar ke seluruh pedesaan Inggris.
Kelompok ini konon dikenal sebagai luddite.Â
Dari sini, muncul istilah luddite fallacy untuk mendeskripsikan orang-orang yang menolak, cemas terhadap kehadiran teknologi baru karena kekhawatiran bahwa teknologi dapat membuat mereka kehilangan pekerjaan dan menganggur.
Ada baiknya mengengok sedikit kondisi sosial sepanjang revolusi industri.Â
Perekonomian mereka di bawah rezim laissez-faire, persaingan bebas tanpa batas dan tanpa campur tangan pemerintah.Â
Karena itu, eksploitasi terhadap pekerja begitu kuat terjadi demi mencapai output produksi.
Frederick Engels dalam tulisannya pada 1845 menerangkan zaman itu bahwa manufaktur adalah kapital, buruh yang bekerja.Â
Hubungan keduanya murni karena ekonomi, tidak ada hubungannya dengan manusia. Terjadi kesenjangan antara borjuis dan proletar.
Ini hanya latar dalam menggambarkan keadaan di masa lalu.
Pengajar ekonomi Tejvan Pettinger dalam tulisannya "The Luddite Fallacy" menerangkan, teknologi baru tidak menghancurkan pekerjaan, tetapi hanya mengubah komposisi pekerjaan dalam ekonomi.
Dampaknya hanya pengangguran teknologi yang bersifat jangka pendek. Pendapat yang menyerupai bapak ekonomi John Keynes.