Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Tarif Per Artikel Dihargai Rp 20 Ribu, Layak atau Tidak buat Penulis?

28 November 2020   07:49 Diperbarui: 29 November 2020   16:58 3488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Foto: free photos/Pixabay)

Apa solusi dari ini semua?

Terkait permasalahan di Mojok sendiri, saya berpikir mereka harus melakukan perbaikan mengingat mereka melakukan sistem selektif untuk artikel yang ditayangkan. Ini memberikan ketidakpastian kepada penulis yang sudah berjam-jam menulis artikelnya.

Tetapi, apa yang dihadapi Mojok tidak terlalu berdampak besar. Jikapun Mojok mengubah aturannya menjadi lebih menguntungkan penulis, ini belum tentu diikuti penyedia jasa lainnya. Sami mawon.

Karena itu, saya lebih tertarik untuk memberikan pandangan alternatif untuk menciptakan iklim berkeadilan.

Pendapat umum yang sering disampaikan adalah penulis harus kreatif untuk menjual dirinya. Menurut saya, ini semacam pendapat usang sebab daya tawar penulis di Indonesia memang sangat rendah. 

Kita bisa mengambil contoh wartawan yang sudah lebih lama bergelut di dunia penulisan sebelum maraknya teknologi digital sekarang. Apakah nasib dan kesejahteraan wartawan sekarang di dunia digital lebih baik? 

Dulu, ada istilah sombong mengatakan wartawan itu lebih bergengsi dari seorang profesor karena profesor selalu datang terlambat untuk memberikan pembaruan ke masyarakat. Tetapi, faktanya, gaji wartawan lapangan di media digital belum terlihat lebih baik dibanding beban kerja yang harus mereka alami. 

Rata-rata upah wartawan berkisar di antara 4-6 juta di DKI Jakarta, sementara di daerah lain berada lebih rendah dari itu. 

Pernahkah terpikirkan oleh pembaca sekalian bahwa ada wartawan yang bekerja dari pagi sampai tengah malam terutama ketika meliput kasus-kasus korupsi, bencana alam dan peristiwa besar lainnya? Sementara pemirsa sekalian menyaksikan peristiwa yang mereka laporkan di luar sana sambil berselonjoran menikmati teh hangat.

Pendapat lainnya adalah penulis lepas perlu juga menghasilkan buku untuk dijual. Ini peluang besar yang terdengar menggiurkan. Tetapi, bagaimana nasib bulanan yang harus dipenuhi penulis lepas? Menulis buku pun tidak bisa sekejap waktu, butuh waktu lama antara 3 bulan sampai bertahun-tahun sebelum terbit.

Sementara perut tidak mungkin berkompromi. Telat makan setengah hari saja bisa mengganggu pikiran. Padahal modal terbesar dari penulis itu adalah otak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun