Apakah PSSI tidak memperhitungkan resiko pergantian pelatih di tengah transisi kompetisi, sebagaimana dialami Arab Saudi? Sehebat apapun dia baik Louis Van Gaal atau Patrick Kluivert sekalipun.
Tidak dipungkiri calon pengganti STY punya pengalaman di dunia sepakbola. Namun apakah menjamin bisa membawa Timnas lolos ke piala dunia dengan sisa pertandingan di round 3. Atau melalui fase round 4 dan round 5.
Apakah bisa menjamin rangking FIFA Indonesia naik tembus peringkat 100 atau malah melorot drastis? Ingat STY sudah melakukan akselerasi rangking FIFA dari peringkat 175 ke 127. Torehan ini harus lebih baik lagi oleh pelatih baru nantinya.
Serta apakah pelatih baru bisa setulus STY yang mau mengajarkan passing ke pemain. Membentuk fisik agar lebih spartan, serta mengajar taktik agar paham tentang game plane saat berada di lapangan.
Sebuah ketulusan yang meresap ke dalam relung jiwa suporter Garuda dan menjadi potret ideal seorang pelatih Timnas. Tidak heran gemuruh nama STY diteriakkan suporter usai pertandingan. Baik saat menang maupun kalah.
Ini menjadi pertaruhan bagi PSSI di masa transisi pasca pergantian STY. Sebuah pertaruhan yang akan memberi dua dampak bagi PSSI dan pelatih baru nantinya.
Pertama, dampak keberhasilan bagi Timnas di berbagai level kompetisi. Terutama meloloskan Timnas ke Piala Dunia. Kedua, dampak kegagalan, dimana menjadi blunder bagi PSSI atas keputusan pemecatan STY.
Sebagai suporter, kita tentu berharap yang terbaik bagi Timnas dan persepakbolaan Indonesia. Serta tetap mendukung Timnas dalam kondisi apapun.
Namun demikian kita berharap, PSSI menjadi organisasi yang kredibel dan selaras dengan keinginan suporter. Serta organisasi yang profesional dalam membuat keputusan berdasarkan pertimbangkan yang objektif dan rasional.
Bisa jadi pengurus PSSI sudah merasa jenuh dengan kepemimpinan STY, sehingga nerasa  perlu ada penyegaran untuk pelatih senior. Atau ada alasan tertentu, dimana hanya pengurus PSSI yang  tahu.