Rapat pleno terbuka yang digelar oleh KPU Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) yang sudah memasuki hari keempat, menguak fakta ironi. Yakni terkait turunnya partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2024 di Sulteng.
Bahkan fakta tersebut menjadi pembahasan serius antara saksi pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng, selaku peserta rapat pleno terbuka dengan pihak KPU Kabupaten/kota se Sulteng, selaku penyelenggara Pilkada serentak.
Sejatinya pasca voting day digelar pada tanggal 27 November 2024 lalu, fenomena turunnya partisipasi pemilih sudah menjadi pembicaraan hangat di ruang publik. Terutama terkait jumlah pemilih di Sulteng yang tidak menggunakan hak pilihnya. Dimana persentasenya cukup signifikan.
Dari hasil rapat pleno terbuka di KPU Sulteng terkait rekapitulasi hasil perhitungan suara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng, terungkap angka persentase partisipasi pemilih per kabupaten/kota di Sulteng, sebagaimana laporan dari masing-masing KPU setempat.Â
Diantaranya partisipasi di Kabupaten Tojo Una-Una sebesar 79,5 persen, Parigi Moutong 69,5 persen, Banggai Laut 73 persen, Banggai Kepulauan 79 persen, serta Donggala 73,5 persen.
Kemudian Kabupaten Sigi 73 persen, Palu 63 persen, Banggai 80,7 persen, Buol 80,6 persen, Tolitoli 70 persen, Morowali Utara 67,5 persen, Morowali 78 persen dan Poso 68,5 persen.
Secara akunulatif persentase partisipasi pemilih di Sulteng untuk Pilkada serentak 2024 sebesar 72 persen dari 2.255.639 DPT. Dimana ada sekitar 600 ribu lebih yang tidak memilih. Terjadi penurunan dibandingkan partisipasi pemilih pada Pilpres dan Pileg 2024 sebesar 74 persen.
Data angka partisipasi pemilih di Sulteng ini juga merujuk pada laporan penetapan rekapitulasi hasil perhitingan suara KPU Kabupaten/Kota yang disampaikan secara bergiliran.
Namun demikian KPU Sulteng menampik tudingan saksi paslon dalam rapat pleno. Bahwa turunnya persentase partisipasi pemilih, bukan berarti berdampak pada turunnya kualitas penyelenggaraan pilkada serentak di Sulteng.
Formulir C6 Tidak Terdistribusi
Satu hal yang mencuat dalam rapat pleno terbuka adalah, soal banyaknya surat pemberitahuan kepada pemilih atau formulir model C6 KWK yang tidak terdistribusi ke pemilih.
Fakta soal tidak terdistribusinya formulir C6 tersebut oleh petugas KPPS, disampaikan langsung oleh KPU se Kabupaten/Kota di Sulteng yang hadir dalam pleno terbuka.
Juga diungkapkan oleh saksi paslon yang mempersoalkan fakta tetsebut. Serta tertuang dalam berita acara kejadian khusus, yang dibacakan oleh KPU Kabupaten/Kota dalam sidang pleno terbuka.
Bagi saksi paslon, fakta inilah yang menjadi salah satu penyebab rturunnya partisipasi pemilih dalam pilkada serentak di Sulteng. Dimana banyak pemilih tidak bisa menggunakan hak pilihnya, karena tidak menerima formulir C6.
Sebagai contoh di Kabupaten Morowali Utara, pihak KPU setempat menyampaikan ada sebanyak 12769 formulir C6 tidak terdistribusi. Karena pemilih tidak berada di tempat. Serta tidak ada keluarga/orang yang bisa dipercaya untuk dititipkan.
Kasus yang sama juga terjadi di Kabupaten Parigi Moutong sebanyak 22653. Buol 14331, Poso 23065, Morowali 8150, Tojo Unauna 13797, Palu 17157, Banggai 17714, Tolitoli 24220, Banggai Kepulauan 13760, dan Banggai Laut 6032 formulir C6.
Saksi paslon nomor urut 3 (Sangganipa) Muharram Nurdin mengatakan, dalam Peraturan KPU no 17 tahun 2024 pasal 5 ayat 3 sudah mengamanatkan agar penyampaian formulir C6 oleh KPPS, paling lambat 3 hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara.
Faktanya satu hari sebelum hari ada formulir C6 ada yang baru didistribusikan. Bahkan ada yang tidak terdistribusi sama sekali. Dengan demikian KPU bersama jajarannya bisa dikatakan tidak bekerja sesuai amanat PKPU tersebut.
"Saya menerima formulir C6 satu hari menjelang hari pemungutan suata. Inipun setelah saya mempersoalkan lewat media. Ini fakta bahwa distribusi formulir C6 tidak sesuai dengan amanat PKPU, " ujar Muharram.
Adanya Pemilih Tidak Dikenal
Keberadaan pemilih tidak dikenal yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) di Provinsi Sulteng turut menjadi sorotan dalam rapat pleno terbuka KPU Sulteng.
Fakta tersebut disampaikan oleh KPU Kabupaten/Kota, terkait partisipasi pemilih dalam pilkada serentak 2024 di Sulteng. Khususnya keberadaan pemilih tidak dikenal.
Di Kabupaten Poso misalnya terdapat 14464 pemilih tidak dikenal. Parigi Moutong 4659 Morowali 16601, Morowali Utara 15280, Palu 41383, Banggai 6801, Buol 135, Tolitoli 7806, Banggai Kepulauan 244 dan Banggai Laut 901 pemilih tidak dikenal.
Saksi paslon menyampaikan keheranan, terkait adanya pemilih tidak dikenal yang masuk dalam DPT di tiap Kabupaten/Kota yang jumlahnya cukup signifikan.
Padahal pada bulan September 2024 sudah dilakukan coklit DPT, oleh petugas Pantarlih di tiap Kabupatrn/Kota. Makanya munculnya data pemilih tidak dikenal dalam DPT, harusnya bisa diantisipasi jauh-jauh hari.
Adapun bagi pihak KPU Kabupaten/kota, data pemilih tak dikenal adalah keniscayaan. Sebagai penyelenggara, KPU setempat tidak bisa serta merta men-TMS-kan pemilih tidak dikenal tersebut. Karena bukan ranah KPU Kabupaten untuk melakukan tindakan tersebut.
Adanya pemilih tidak dikenal yang tidak menggunakan hak pilihnya bagi saksi paslon, juga menjadi faktor penyebab turunnya persentasr pemilih di Sulteng. Wajar jika keberadaan pemilih tidak dikenal, dipersoalkan dalam rapat pleno terbuka.
Dampak Pengurangan TPS
Seperti diketahui jumlah tempat pemungutan suara (TPS) di Sulteng untuk Pilkada serentak 2024 sebanyak 5496. Terjadi pengurangan dibanding Pilpres dan Pileg 2024 sebanyak 9462 TPS.
Adanya pengurangan TPS berdampak pada terjadinya penggabungan TPS serta bertambahnya daftar pemilih tetap (DPT) tiap TPS. Dimana tiap TPS maksimal terdapat 600 DPT.
Bertambahnya jumlah DPT di tiap TPS, membuat formulir C6 yang harus didistribusikan ke pemilih semakin banyak. Dan ditenggarai ini penyebab C6 tidak sampai ke pemilih, karena tidak ditemukan oleh petugas KPPS.
Selain itu berdampak pada adanya pemilih yang TPSnya harus lintas Kecamatan, sehingga enggan untuk datang ke TPS pada hari pencoblosan. Seperti yang terjadi di Kota Palu.
Fakta adanya dampak pengurangan TPS di Sulteng tetsebut diungkap oleh saksi paslon di rapat pleno terbuka. Dimana menurut saksi, kebijakan pengurangan TPS tersebut tidak diantisipasi oleh KPU Kabupaten/Kota.
Terutama dalam mengantisipasi distribusi formulir C6 akibat penambahan DPT di TPS. Dimana butuh waktu lebih banyak, bagi KPPS untuk bisa menemui pemiliih di tempat tinggalnya, guna mendistribusikan formulir C6.
Penolakan Pemilih di TPS
Fakta terjadinya penolakan terhadap pemilih untuk menggunakan hak pilihnya, juga terungkap dalam rapat pleno terbuka. Dimana saksi paslon menyampaikan temuan tersebut saat voting day tanggal 27 November 2024.
Penolakan tersebut dilakukan tehadap pemilih yang datang ke TPS membawa formulir C6 namun tidak menyertakan e-KTP. Kasus ini menurut menurut saksi paslon, terjadi di Kota Palu termasuk beberapa Kabupaten lainnya di Sulteng.
Penolakan ini dianggap bentuk tindakan mereduksi hak pemilih yang sudah datang ke TPS. Diantaranya pemilih pemula yang sudah masuk DPT, namun belum memiliki KTP. Sebaliknya hanya memiliki ijasah.
Padahal pihak KPU Sulteng sudah mengeluarkan nota dinas bertanggal 26 November 2024 sehari jelang voting day. Bahwa sebagai pengganti e-KTP bisa menyertakan biodata kependudukan lainnya. Seperti SIM, ijazah, buku nikah dan paspor.
Dengan waktu yang kasip, KPU Kabupaten/Kota mengaku sudah melakukan sosialisasi terhadap nota dinas tersebut. Baik lewat instrumen penyelenggaraan pilkada hingga di tingkap KPPS, maupun lewat rumah-rumah ibadah.
Namun saksi paslon meminta bukti dokumentasi dari KPU Kabupaten/Kota. Bahwa benar sudah melakukan sosialisasi pasca keluarnya nota dinas KPU Sulteng tersebut.
Katena ditenggarai akibat minimnya sosialisasi, maka pemilih tidak mengetahui keberadaan nota dinas tersebut,. Dimana ada pemilih tidak datang ke TPS, karena tidak memiliki KTP. Padahal bisa menyertakan biodata kependudukan lainnya.
Soroti Kinerja PenyelenggaraÂ
Atas semua fenomena penyelenggaraan yang dianggap berdampak pada turunnya partisipasi pemilih di Sulteng pada Pilkada Serentak 2024, pihak KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota selaku penyelenggara mendapat sorotan serius dari pihak saksi paslon.
Saksi paslon bahkan menilai beberapa KPU Kabupaten/Kota tidak profesional. Bahkan berkinerja buruk, dalam melakukan penyelenggaraan pilkada di daerahnya. Berdasarkan fakta-fakta yang terkuat dalam rapat pleno terbuka.
"Kami mencurigai banyaknya fotmulir C6 yang tidak terdistribusi ke pemilih di seluruh kabupaten/Kota. Ini bukti tidak profesionalnya pihak KPU dan jajarannya dalam penyelenggataan pilkada, serentak di Sulteng, " ujar Muharram Nurdin, selalu saksi paslon nomor urut 3.
Saksi paslon nomor urut 3 bahkan menolak hasil rekapitulasi dari beberapa KPU Kabupaten/Kota. Karena dianggap tidak profesional dalam bekerja yang bermuara pada tidak terpenuhinya hak pemilih dalam melakukan pencoblosan.
Pihak KPU Sulteng menegaskan sudah maksimal dalam penyelenggaraan Pilkada serentak. Termasuk melakukan berbagai strategi sosialisasi dengan menyasar seluruh segmen masyrakat. Tujuan mengajak parsipasi masyarakat dalam pilkada serentak di Sulteng.
Adapun soal turunnya partisipasi pemilih dalam pilkada serentak, perlu dilakukan analisa dan kajian yang mendalan. Tidak bisa menjadikan persentase kehadiran pemilih di TPS serta distribusi C6, sebagai kesimpulan penyebab dari turunnya partisipasi pemilih di Sulteng.
Hal yang sama juga, ditegaskan oleh seluruh KPU Kabupaten/Kota. Salah satunya KPU Kota Palu yang mengaku sudah menggelar sosialisasi terkait partisipasi pemilih hingga 150 kali di berbagai di segmen masyarakat.
Namun demikian bagi saksi paslon, semua bentuk sosialisasi dari pihak penyelenggara menjadi sia-sia dengan adanya fakta-fakta yang dianggap mereduksi hak pemilih, pada Pilkada Serentak 2024 di Sulteng.
Seperti tidak terdistribusinya formulir C6 dan ditolaknya pemilih di TPS, karena tidak mernbawa e-KTP maupun biodata kependudukan lainnya.
Bermuara Gugatan ke MK
Dipastikan terkait penyelenggaraan pilkada serentak yang berdampak pada turunnya partisipasi pemilih di Sulteng, akan bermuara pada gugatan pihak paslon Gubernur dan Wakil Gubernur ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pihak KPU Sulteng sendiri sudah siap jika nantinya terjadi gugatan ke MK. Bahkan Ketua KPU Sulteng pada rapat pleno menyampaikan, sudah punya kisi-kisi dalam menghadapi gugatan. Setelah mengikuti pembahasan alot, antara saksi paslon dan KPU Kabupaten/Kota.
Namun lepas dari bakal adanya gugatan ke MK fakta-fakta yang terungkap di rapat pleno KPU Sulteng, terkait turunnya partisipasi pemilih, bisa menjadi bahan evaluasi bagi KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pilkada.Â
Agar kedepan kualitas penyelenggaraan konstestasi pemilu maupun pilkada di Sulteng bisa lebih baik dan profesional. Serta memberikan kesempatan lebih banyak kepada pemilih, dalam menyalurkan hak pilihnya.
Juga evaluasi terhadap regulasi dan sistem penyelenggaraan yang dianggap menghambat pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan tetsebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H