Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Magnolia dalam Seribu Fragmen Rana (6)

21 Maret 2021   07:56 Diperbarui: 23 Maret 2021   11:45 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi novel Magnolia dalam Seribu Fragmen Rana. (Inprnt.com)

"Oya?! Lantas, apakah sedemikian berharganya sebuah pengakuan itu sementara kamu hidup tersiksa di medan rana, diperalat dan dijadikan budak perang oleh para pejabat negara yang licik itu?! Huh, betapa ironisnya pemikiran suci-mulia yang mengisi benak mudamu itu, A Ling! Kamu masih terlampau hijau. Dunia politik Istana sarat dengan kepicikan!"

"Justru Ayahlah yang picik. Ayah egois dan hanya mementingkan diri sendiri!"

"Cukup, A Ling!"

Namun tidak ada kata cukup di hati dan benak Bao Ling. Ia sudah membulatkan tekad untuk mengikuti maklumat wamil tersebut. Demi harga diri dan rasa patriotisme terhadap nasib bangsa yang dirundung maharana.

Bao Ling merupakan pemuda yang cerdas. Sayang ia tidak tahan banting. Kehidupan militer yang keras dan buruknya prasarana kamp nyaris memaksanya hengkang. Sekian belas tahun hidupnya dibuai kemewahan. Sehingga nestapa yang menjadi lafaz para prajurit tidak sanggup dijalaninya. Hidupnya yang nyaman di rumah istananya dahulu selalu menggodanya untuk pulang.

Namun, entah dari mana datangnya kesadaran moral itu. Tiba-tiba ia membatalkan niatnya untuk kembali ke rumah istananya yang teduh di Ibu Kota Da-du. Hal itu memang tidak terlepas dari refleksitas presensi patriotik Fa Mulan yang dicermininya. Ia malu ketika bercermin. Rasanya terlalu kerdil bila masalah sepele itu membuatnya lari terbirit-birit sebelum bertempur. Ia tidak ingin dikatakan pengecut!

"Apa jadinya bangsa kita kalau diisi oleh manusia-manusia berhati dangkal, Bao Ling!"

"Selama ini saya yang salah, Mulan. Ayah ternyata benar. Pejabat-pejabat negara hanya memperalat kita untuk mencapat tujuan mereka sendiri. Militer adalah sarana mereka menuju cita-cita inferior mereka."

"Jangan jadikan hal itu sebagai alasan untuk lepas dari tanggung jawab. Lagipula, kesimpulanmu tentang pejabat negara yang batil itu hanyalah oknum. Kamu tidak dapat menyamaratakan semua orang. Masih banyak pejabat negara yang baik di Tionggoan ini!"

"Mungkin. Tapi saya merasa misi militer ini tidak membawa manfaat apa-apa kecuali kesengsaraan."

"Prajurit dan militer Yuan serta rakyat adalah manunggalis. Di saat rakyat di ambang maharana, maka militer akan tampil sebagai tameng untuk melindungi rakyat itu sendiri. Militer dan rakyat harus sehati. Militer berasal dari rakyat juga. Kita ini prajurit yang berasal dari rakyat, bukan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun