"Legenda. Just a legend! Untuk apa dipikirkan seribet itu?! Legenda merupakan mitologi khazanah moralitas. Siang tadi kamu juga bilang begitu, kan? Nah, apa lagi yang kamu pikirkan? Hei, aku tidak mau bertanggung jawab pada kedua orangtuamu kalau pulangnya tahu-tahu kamu sudah jadi gila, lho!"
Maya masih meringkuk dengan tubuh gemetar di dalam balutan sarungnya. Sama sekali tidak berminat menanggapi guyonan Lingga. Digigitnya bibir. Mencerna semua kalimat subtil yang disampaikan sahabatnya barusan. Mungkin Lingga benar. Mungkin juga salah.
Selayaknya ia memang yang harus memutuskan sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H