Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Biru dari Leiden

23 Februari 2021   00:02 Diperbarui: 23 Februari 2021   01:09 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cerpen Surat Biru dari Leiden. (gis.edu.mv)

Jakarta, 11 Juli 2003

Leiden, July 2, 2003

Dear Heidy,

How are you? Bagaimana kabar Jakarta? Masih banyak demonstrasi tidak? Si Kecil Erika bagaimana? Sudah bisa ngomong apa saja?

By the way,

Hari ini Leiden cerah. Aku kepingin kamu dapat berkunjung dan melihat Negeri Kincir Angin ini lagi. Mengulang kenangan kita bersama lagi. Makanya, via surat ini aku sisipi tiket pulang-pergi Jakarta-Leiden. Aku juga mau curhat secara langsung dengan kamu. Sekalian, menumpahkan air bah yang berasal dari mataku ini di bahumu.

Hari ini aku bete berat. Hei, aku sengaja mengadopsi kalimat gaulnya remaja itu because 'I want forever young'. Hehehe. Just kidding. Siapa sih yang dapat menentang kehendaknya alam? Rambut yang mulai memutih dapat disemir sehitam dan semengkilap sepatunya Profesor Agnes Nathasa Rijkers, dosen kita yang galak itu. Tapi kerut-kerut di sekitar mata ini tidak bisa aku saput hanya memakai bedak setebal bantal sekalipun. Apa aku harus memakai kedok berwajah Britney Spears?

It's not funny, hah?

Menyinggung Profesor Agnes Nathasa Rijkers dalam statusnya sebagai mertua, tentu tidak lepas dari Antonius Frank Rijkers sebagai putra tunggal pewaris mahkota berstatus suamiku. Laki-laki yang paling aku benci saat ini!

Hei, kamu jangan bilang aku picik dan jahat. Jangan menuduhku juga istri kurang ajar tidak berbakti! Dus, jangan pula menganggap aku perempuan tukang selingkuh yang setiap malam mesti diganjar dengan tamparan. Sebagai teman melebihi saudara, aku tentu tidak kepingin kalimat sarkartis itu tidak keluar dari bibir Heidy Sasmita Husain. I hope!

Heidy yang manis,

Mungkin suatu saat aku akan keluar dari neraka ini. Aku sadar tidak dapat meninggalkan lelaki itu. Aku butuh dia melebihi yang kamu kira selama ini. Melebihi kapasitas sebagai suami manapun dari istri-istri yang ada di dunia ini! Hiperbolis? No! Ini kenyataan yang tidak bisa disangkali. Dan seandainya bisa disangkali, maka aku merupakan perempuan yang paling beruntung di dunia!

Why? Karena aku diangkatnya dari lumpur yang paling belepotan di dunia ini? Karena dia pula, coreng-moreng malu yang telah aku saput di wajah kedua orang tuaku dapat terhapus seketika. Aku punya utang nyawa yang sampai kiamat pun mungkin tidak dapat terlunasi.

Hehehe. Ini bukannya cerita roman pengantar tidur! Yang beralkisah tentang seorang Pangeran dari Negeri Kahyangan yang datang menjemput Putri dari Negeri Marjinal, memboyong lalu mengawininya di istana atas awan. Selanjutnya, hidup bahagia everafter!

Hal itu hanya dongeng klasik pengantar bobo belaka. Pada kenyataannya, happy ending yang selalu menjadi cerita pamungkas dari dongeng-dongeng tersebut tidak pernah mengejawantah dalam hidupku. Padahal, itu merupakan impianku yang paling tinggi. Yang tidak pernah kudapat dari seorang Antonius Frank Rijkers!

Lalu silih berganti makhluk yang bernama laki-laki masuk dalam kehidupanku. Aku kembali terpuruk ke dalam mimpi buruk. Menghadirkan serangkaian memori apatis, bahwa di planet biru yang hangat ini ternyata tidak ada tersisa satu pun laki-laki dengan sepasang sayap di hatinya. Semuanya iblis berwajah tampan!

Aku tidak mengerti kenapa bisa jatuh ke duniaku yang lama itu, Heidy. Aku merasa, aku tidak pantas hidup dalam bayang-bayang kelam berselubung dosa itu!

Ooh-ooh!

Memang sudah sepantasnya kalau aku diganjar tamparan bahkan berkali-kali untuk kelakuanku yang rendah menyusur tanah begitu.

Tapi, pantaskah semua kesalahan ini dilimpahkan kepadaku? Sementara Anton memiliki benang merah sehingga terajut kisah duka lara itu! Tahu tidak, dia bukan kucing jantan manisnya Profesor Agnes Nathasa Rijkers lagi. Dia sudah berubah menjadi beruang kutub yang tinggal menunggu hari hingga mencabik-cabik habis tubuhku.

Sejak gagal menghadiahinya seorang anak, kucing manis itu mulai bertingkah. Dia tidak romantis lagi. Mulai apatis dengan cinta semanis tebu yang dulu melatarbelakangi perkawinan kami. Apalagi, kucing manis itu juga telah dihasut sepoi-sepoi angin dari bibir dosen kita tercinta, Profesor Agnes Nathasa Rijkers. Sehingga hanya dalam bilangan hari saja sepoi-sepoi angin itu sudah menjadi topan puting-beliung mengerikan yang memporak-porandakan rumah tangga kami.

Heidy sahabatku,

Cetusan keputusan yang dipilihnya memang seperti bom waktu. Dia lebih memilih memenggal perkawinan kami yang baru jalan empat atas nama seorang bayi. Anak yang tidak mungkin dapat aku berikan seumur hidup!

Dan itu kiamat!

Perselingkuhan mulai mencemari perjalanan cinta kami. Dia menyulut api prahara dengan mengikat persahabatan lebih dari sekadar pertemanan biasa dengan wanita muda berparas ayu mahasiswi hukum asal Indonesia di Leiden. Orang ketiga itu merupakan karyawan magang di kantar konsultan hukum tempat dia bekerja.

Dan ketika aku mengetahui asmara gelap itu, tidak ada hukuman dapat dijatuhkan sebagai sanksi atas perbuatannya yang bikin rontok hati itu. Yang Mulia Ratu Agnes Nathasa Rijkers seperti memafhumi perbuatan anak tunggalnya. Karena dari orang ketiga tersebut diharapkan akan lahir penerus keluarga Rijkers.

Aku terbuang seperti gembel!

Tentu saja aku memberontak. Aku tidak mau mengalah begitu saja. Minimal ada perlawanan meski aku sudah tahu pasti kalah. Hei, kenapa wa-nita selalu berada dalam posisi yang lemah? Kalau seorang pria berpoligami bahkan seratus istri pun, tidak ada cemohan yang datang seperti badai topan. Malah dianggapnya perbuatan itu sebagai sikap kesatria lelaki paling jantan sedunia. Tapi, wanita?

Aku terbelenggu. Aku seperti manekin yang harus senantiasa bersikap manis di rumah. Mengurus kucing manis dan induknya, Yang Mulia Ratu Agnes Nathasa Rijkers. Sementara Si Kucing Manis itu anteng berkeliaran mencari pasangannya yang serasi.

Aku tidak bisa berdiam diri. Aku pun membalas kelakuan Anton! Kalau dia bisa berselingkuh, kenapa aku tidak? Tapi, ternyata apa yang telah aku lakukan itu hanya menambah daftar-daftar dosaku di langit!

Aku bingung, Heidy!

Rasanya aku tidak sanggup hidup dengan beban derita seberat ini. Anton setiap hari memukuliku! Dikatainya aku wanita jalang yang tidak tahu balas budi! Dikatainya aku 'kacang yang lupa pada kulitnya'.

What can I do?!

Setiap hari aku hanya menangis dan menangis. Airmataku sudah kering karenanya. Bertahan seminggu lagi rasanya aku bisa gila. Help me please, Heidy! Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Aku sudah dipasung dalam pranata ciptaannya sendiri. Dia berkuasa penuh atas hidupku!

Aku rindu masa-masa kuliah kita dulu, Heidy. Aku rindu kenangan kampus kita di Leiden. Sayang masa remajaku tercoreng oleh pergaulan salah arah. Sehingga terjerumus dalam benang merah perkawinan yang suram ini. Aku menyesal. Kalau dilahirkan kembali, aku ingin menjadi wanita biasa dengan cita-cita sederhana. Tidak lagi mengharap segebung gunung emas dengan konsekuensi menyakitkan seperti ini.

Heh, suratku ini seperti sinetron saja ya? Semoga kamu tidak bosan membacanya. Aku harap balasanmu. Segera. Sebelum aku mati karena bunuh diri! Hehehe. Just kidding!

Bye.

Mauren Rakasiwi

***

Leiden, 30 Juli 2003

"Bagaimana kuliahmu?"

"Baik."

"Ada masalah selama di Leiden?"

"Tidak."

"Eh, kamu agak kurusan."

"Biasa. Kalau gemuk itu baru aneh."

"Tapi kami mencemaskan kamu. Kamu harus pandai menjaga kesehatan. Jangan ngoyo kuliah sambil kerja."

"Aku tidak mau memusingkan Papa dengan transfer rekening bulanan."

"Itu sudah merupakan kewajiban seorang ayah. Kamu jangan sungkan begitu. Lagi pula, kamu mesti berkonsentrasi hanya terhadap urusan akademik. Jangan pikirkan hal-hal lain lagi."

"Aku selalu menyusahkan keluarga."

"Demi kesuksesan kamu, kami siap berkorban apa saja. Jadi, kamu jangan berpikir macam-macam lagi."

"Terima kasih, Mbak."

"Hei, ini foto siapa?"

"Teman."

"Teman atau pacar?"

"Hm, dua-duanya!"

"Hei, jahat kamu ya? Punya calon suami bule kok dirahasiakan. Tidak pernah menceritakan tentang dia selama lapor wajib di emailku."

"Apa perlu, Mbak?"

"Untuk urusan pendamping seumur hidupmu pasti harus seizin Heidy Sasmita Husain."

"What for?"

"What for?! Ya, ampun! Memangnya bisa asal comot? Tentu saja harus melalui tahap seleksi dari aku. Mana tahu nanti dia bukan tipe pria dari jenis unggul."

"Hahaha. Mbak bisa saja. Memangnya bibit padi apa?"

"So, siapa...?"

"Dia bekerja di kantor konsultan hukum tempat aku magang."

"Oh, I see! Hm, rupanya cinta lokasi, ya?"

"Begitulah adanya."

"So, story awalnya bagaimana?"              

"Awalnya biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Di kantor, dia yang secara langsung membimbing aku menghadapi setumpuk tugas. Lama kelamaan, ada hal yang tidak pernah dapat aku pahami. Sesuatu yang rasanya asing dari hanya sekadar persahabatan, Mbak. Lelaki itu melebihi kebaikan seorang sahabat. Anton saat ini merupakan segalanya bagiku."

"Anton?"

"Ya. Antonius Rijkers."

"An-Anton Rijkers katamu?!"

"He-eh."

"Anton Rijkers yang alumnus Universitas Leiden?!"

"Yeah. Hei, you know...."

"Antonius Frank Rijkers! Ya, Tuhan!"

"Mbak kok tahu, sih?! Lho, ada apa, Mbak?!"

Aku lunglai. Duduk tepekur di sofa apartemen Helen, adik kandungku. Ada bayang Mauren dengan rupa satire dalam benakku. Udara Leiden yang dingin seperti melilit paru-paruku sehingga tidak dapat bernapas. Ini ironi.

Aku gamang!       

              

              

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun