Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Angpau Imlek Kali Ini

19 Februari 2021   22:28 Diperbarui: 20 Februari 2021   12:54 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah mengapa, tiba-tiba hari ini saya seperti menjadi gadis yang paling cengeng sedunia. Airmata saya kembali bergulir menanggapi kebaikan hati Roy. Setelah mendengar masalah keluarga kami dari Airing, cowok itu langsung berinisiatif membantu keuangan keluarga kami dengan melunasi hutang-hutang mendiang Papa kepada seorang tauke di Tanjung Burung. Semasa hidupnya, mendiang Papa memang pernah meminjam uang kepada rentenir tersebut untuk buka usaha kelontong di kawasan Pasar Lama, dengan agunan surat berharga kepemilikan rumah kami. Meski tidak seberapa banyak, tapi kian hari pinjaman tersebut membengkak lantaran bunganya yang tinggi berkali-kali lipat. Sewaktu Papa sakit-sakitan karena tuberculosis, usaha kelontong Papa tersebut terus menerus menurun dan akhirnya bangkrut. Meski begitu, pinjaman tersebut tetap harus dilunasi.

"Terimalah, Ailing."

Saya tepis amplop berwarna cokelat berisi uang yang disodorkan Roy kepada saya dengan sikap sedikit kasar. Amplop itu terpental di atas dashboard mobil. Roy memejamkan matanya menahan amarah yang mengubun. Dibenturkannya telapak tangannya tanpa sadar di atas kemudi. Klakson meraung memekakkan. Saya terentak kaget. Tidak menyangka cowok bermata teduh itu dapat segusar begitu.

"Te-terima kasih, Roy. Tapi maaf, saya tidak bisa menerimanya!"

"Kenapa?! Gengsi?!" Roy menggunturkan kalimatnya. "Kamu ini selalu jaim, Ailing!"

"Ta-tapi...."

"Dulu, sewaktu kita di SMP pun kamu selalu begitu. Kamu tidak mau menerima apa-apa yang saya berikan. Kado ulangtahun. Kado valentine. Semuanya kamu tolak. Heh, harga diri kamu terlalu tinggi, Ailing!"

Saya tercekat dengan kerongkongan memerih. Kenangan lama itu kembali melintas di benak saya. Memang benar. Ailing Lim yang pelajar SMP itu selalu jaga jarak dengan anak konglo Roy Chandra. Ailing Lim yang ABG itu selalu menolak ketulusan anak tunggal pengusaha garmen kaya tersebut karena tahu diri. Sampai-sampai cowok ramah serta baik hati itu merasa tersisih dan terpinggirkan. Dan menganggap seorang Ailing Lim tak pernah mencintainya. Padahal....

"Ailing, please... terimalah! Anggap saja saya membantu Mama kamu, juga Airing adik kamu!"

"Tapi...."

"Tidak ada tapi-tapian. Harus kamu terima, atau saya akan memusuhi kamu seumur hidup. Dan akan melupakan kamu selama-lamanya!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun