Kepempinan
Secara umum kita sering mendapatkan atau menemukan terminology atau istilah leadership (jiwa kepemimpinan) dan leader (pemipin). Dalam konteks social dan relasi antar manusia maka pada hakikatnya manusia akan sangat tergantung dengan manusia lainnya guna memenuhi tujuan hidupnya baik untuk mememnuhi kebutuhanyang bersifat jasmani dan rohami.
Saling ketergantungan dan saling berhubungannya manusia (interrelasi) telah disampaikan oleh pakar sosial Alfred North Whitehead, yang mengatakan bahwa Tidak ada satu orang pun yang meraih keberhasilan tanpa melibatkan bantuan dari orang-orang lain”.
Jadi hakikatnya, tidak bisa keberhasilan seseroang di declaire hanya atas upayanya sendiri, dan oleh karena itu setiap manusia hendaknya dapat mengembangkan kemampuan dirinya dan kemampuan kepemimpinannya, karena pada hakikatnya tiap-tiap manusia adalah pemimpin.
Dalam konteks hubungan social antar manusia dan melibatkan orang banyak, maka mereka yang terpilih sebagai pemimpin perlu memperhatikan kualitas leadership yang berorientasi pada kepentingan dan kemajuan bersama.
Karena pada esensinya, kepemimpinan adalah salah satu aspek penting yang dimiliki manusia untuk mampu berinteraksi dengan manusia lain atau dengan kata lain, kepemimpinan merupakan kecakapan tertentu yang dimiliki seseorang untuk mampu mengendalikan dan mempengaruhi banyak orang untuk mencapai tujuan tertentu bagi kepentingan bersama, yang jika dalam konteks organisasi tentunya ditujukan bagi kemajuan organisasi.
Tujuan organisasi bisa tercapai ketika seorang pemimpin mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Oleh karena itu, setiap organisasi membutuhkan seorang pemimpin yang mengerti tentang fungsi kepemimpinan, diantaranya fungsi Instruktif, artinya pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan semua aspek di dalam ruang lingkup organisasi.
Yang perlu diperhatikan dalam fungsi instruktif seperti cara mengerjakan perintah, melaksanakan dan melaporkan hasil, dan tempat mengerjakan perintah. Sehingga, setiap keputusan dapat diwujudkan secara efektif.
Fungsi Konsultatif, pemimpin bisa menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua arah. Bentuk komunikasi ini dibutuhkan saat pemimpin dalam usaha menetapkan kebijakan atau keputusan memerlukan bahan pertimbangan dari kelompok yang dipimpinnya.
Fungsi Partisipasi, fungsi kepemimpinan yang melibatkan anggota untuk terut serta dalam setiap pengambilan kebijakan. Hal ini dilakukan agar orang yang dipimpinnya memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang akan dilakukan. Selain itu, agar anggota dapat secara aktif mengikuti setiap proses yang sedang dijalankan organisasi.
Fungsi Delegasi, pemimpin harus memberikan kepercayaan kepada orang yang dipimpinnya, seperti pelimpahan wewenang dan turut andil dalam penentuan keputusan. Hal ini perlu dilakukan karena tujuan organisasi tidak dapat dicapai secara maksimal jika seorang pemimpin bekerja sendiri.
Fungsi Pengendalian, pemimpin harus mampu mengatur aktivitas dari para anggota secara terarah. Pemimpin harus mampu memberi arahan, bimbingan, serta contoh yang baik terhadap anggota. Dalam mewujudkan fungsi pengendalian ini, seorang pemimpin perlu mengadakan kegiatan bimbingan, koordinasi, dan pengawasan.
Dalam banyak kasus, kebanyakan orang ingin menjadi pemimpin untuk menikmati reward sebagai seorang pemimpin. Reward tersebut bisa saja berupa ketenaran, status, kekuasaan, ataupun finansial. Pemimpin yang seperti ini biasanya menghabiskan waktu dan energinya berdasarkan apa yang akan dia dapatkan, bukan apa yang bisa dia berikan untuk orang yang dia pimpin.
Pemimpin tipe ini menganggap posisinya harus nyaman sehingga mereka akan mendelegasikan atau mengabaikan peran yang hanya bisa dilakukan oleh seorang pemimpin. Fenomena seperti sudah lama menjadi perhatian para ahli, dan salah satunya adalah Margi Gordon yang mengatakan bahwa leadership tidak melulu dikaitkan dengan kekuasaan (authority).
Leadership merupakan kemampuan individu dalam memobilisasi dan melibatkan dirinya dan orang lain untuk meraih cita-cita yang diidealkan bersama. Dalam pandangan lain, leadership bisa juga berarti sebagai kemampuan individu dalam memotivasi dan mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu yang merangkul kepentingan orang-orang yang dipimpinnya.
2. FHAB Menyusun Rencana
Forum Harmoni Anak Bangsa (FHAB) sebagai wadah berkumpulkan para tokoh dari 6 (enam) agama dan tokoh masyarakat Jakarta, bercita-cita merangkul warga Jakarta untuk bersama-sama menjaga harmoni beragama dan bermasyarakat dalam bingkai kebangsaan Indonesia pada umumnya dan bingkai kesatuan warga Jakarta pada khususnya.
Dengan basis pendirian yang berlandaskan persaudaraan, kebersamaan, gotong-royong, serta keadilan social, serta dengan visi untuk memperkokoh nilai kebersamaan dan persaudaraan dengan menjunjung persatuan di antara anak bangsa, sehingga mampu menciptakan keharmonisan baik bagi sesama anggota maupun dengan masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air di Negara Kesatuan Republik Indonesia, FHAB bertekad mencapai cita-cita tersebut melalui konsolidasi internal dengan mengadakan pertemuan para pendiri dan tokoh sebagai langkah untuk menghidupkan kembali aktivitas edukasi dan komunikasi kepada masyarakat melalui peningkatan kinerja dan perbaikan sistem manajemen organisasi FHAB.
Beberapa catatan penting dalam pertemuan tersebut diantaranya, perlunya untuk terus dikembangkan media edukasi dan komunikasi melalui website; pengembangan kegiatan yang berkaitan dengan pluralitas; pengembangan ekonomi kemasyarakatan; perencanaan pelantikan pengurus baru dan rencana silaturahmi ke unsur serta Ormas-ormas lain yang ada di Jakarta. Selain itu, juga juga dilakukan sosialisasi dalam upaya pengembangan keorganisasian melalui rekruitmen anggota baru.
Inilah beberapa upaya yang akan dilakukan FHAB dalam rangka melepaskan dari belenggu kooptasi sifat organisasi yang berlabel Forum. Karena banyak pendapat yang beranggarapan bahwa sebuah forum hanya sebagai wadah untuk diskusi dari orang-orang yang memiliki minat dan tujuan yang sama.
Sementara tuntutan saat ini dan kedepan, forum sangat dibutuhkan tidak hanya sebagai wadah diskusi tapi juga untuk mewujudkan hasil diskusi tersebut dalam tindakan yang nyata bagi kepentingan masyarak yang plural.
Betapa wacana dalam diskusi kurang memberi greget pada upaya perbaikan lingkungan sosial kemasyarakatan (social circle). Hal tersebut juga mendapat kritik dan atensi dari Socrates seorang filsuf terkenal yang mengamukakan kata-kata yang sangat bijak dan menginspirasi.
"Cobalah dulu, baru cerita. Pahamilah dulu, baru menjawab. Pikirlah dulu, baru berkata. Dengarlah dulu, baru beri penilaian. Bekerjalah dulu, baru berharap".
"Jika engkau menginginkan kebaikan, segeralah laksanakan sebelum engkau mampu. Tetapi jika engkau menginginkan kejelekan, segeralah hardik jiwamu karena telah menginginkannya".
"Ilmu seperti udara. Ia begitu banyak di sekeliling kita. Kamu bisa mendapatkannya di manapun dan kapanpun"
Pesan ini seharusnya melecut setiap insan yang cinta akan pluralitas dan harmoni di circle sosialnya sehingga kita tidak hanya aktif bersuara tapi proaktif dan secara faktual mengaplikasikan buah pikiran positif kita yang direkat dalam sebuah kesepakatan yang bernama Forum Harmoni Anak Bangsa (FHAB).
Faktanya memang tidak mudah mengaplikasikan fikiran positif secara sendiri-sendiri, namun keberadaan FHAB seolah memberi vitamin serta gairah untuk mampu mensinergikan semua kekuatan pikiran yang sama dalam membangun harmonitas dan menjadi ksatria penjaga pluralitas.
Untuk itulah, peran pemimpin atau sebutan lain sebagai ketua dalam terminologi sebuah forum, sangat diperlukan dalam mengimplementasikan dan mengaplikasikan buah pikir yang disatukan tersebut menjadi sebuah tindakan nyata bagi kepentingan organisasi FHAB dan masyarakat.
3. Suksesi Kepemimpinan FHAB
Di awal telah dijelaskan bahwa seorang pimpinan tidak selalu memimpin. Pimpinan memang diikat dan ditetapkan dengan surat keputusan suatu perkumpulan/organisasi atau instansi dan tercantum sebagai pimpinan, mereka juga yang punya wewenang menandatangani surat-surat resmi. Tetapi fakta sesungguhnya mereka bukanlah seorang pemimpin, labelnya memang pimpinan tetapi faktanya ia bukan pemimpin.
Era saat ini model kepemimpinan adalah seorang pemimpin itu hanya menunjukkan berbagai alternatif jalan, dan biarkan anggota timnya yang menemukan solusinya sendiri. Era yang berubah begitu cepat tidak boleh tergantung kepada pimpinan, semua pihak wajib bergerak dan menggerakkan ke arah yang hendak dituju. Dan yang bisa menggerakkan semua lini adalah pemimpin yang benar-benar memimpin, bukan yang hanya berstatus pimpinan.
Hal ini sejalan dengan pandangan Tim Elmore, seorang penulis tentang kepemimpinan, yang mengatakan bahwa terdapat dua jenis pemimpin, yaitu habitual leader dan situational leader. Habitual leader adalah orang yang memang sudah terbiasa untuk memimpin dalam kondisi apapun. Sedangkan situational leader sesoeorang memimpin karena situasai dan kondisi tertentu.
Dalam konteks pengelolaan sebuah organisasi massa (Ormas) ataupun bentuk lainnya yang menyerupai, keberadaan pemimpin mungkin tidak melulu harus seorang yang sangat jenius meski itu sangat dibutuhkan.
Namun yang terpenting dalam memimpin sebuah ormas adalah seseorang yang memiliki kebesaran jiwa untuk merangkul semua pihak sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW yang mengedepankan sistem musyawarah dalam kepemimpinannya, dan masyarakat yang dibangun nabi saat itu adalah masyarakat pluralistik yang terdiri dari berbagai suku, agama dan kepercayaan.
Masyarakat seperti yang dikehendaki dalam rumusan piagam Madinah, adalah masyarakat yang memiliki kesatuan kolektif dan ingin menciptakan masyarakat muslim yang berperadaban tinggi, baik dalam konteks relasi antar manusia maupun dengan Tuhan. Kasih sayang terhadap golongan yang lemah seperti kaum feminis, para janda dan anak-anak yatim menunjukkan komitmen moralnya sebagai seoarang pemimpin umat yang plural.
Sedangkan dalam konteks kristiani, di abad ini kita mengenal Benediktus XV dan Yohanes XXIII. Kedua Paus itu tampil sebagai tokoh yang mencintai dan merangkul semua orang dan bangsa, menjadi juru-damai, serta mengajak para pemimpin bangsa untuk membangun cohabitation yang damai, yang menghormati hak dan martabat pribadi manusia, serta menegakkan keadilan bagi semua orang, dan akhirnya kedua Paus itu telah menjadi man of communion dan sign of peace yang efektif dalam situasi konflik mondial.
Dalam konteks pembahasan kepemimpinan di Forum Harmoni Anak Bangsa telah berdiri selama 8 tahun, dan selama itu pula kepemimpinan dipegang seorang tokoh kharismatis, Gouw Tjeng Sun, S.Dt.B atau biasa dipanggil Romo Asun, yang juga adalah seorang Pendeta Budhis yang taat, dengan kecerdasan qolbu dan emosionalnya, belaiu mampu merangkul dan mengayomi para anggotanya yang heterogen karena mamang berasal dari bermacam-macam agama dan suku. Ketaladaan dan kepemimpinan yang dibaktikan seakan ceminan agama yang diyakininya, telah memberi tauladan kepada semua anggotanya.
Riak kecil memang selalu ada, namun semua adalah dinamika yang wajar terjadi dalam relasi social terlabih dalam organisasasi yang sangat heterogen. Romo Asun begitu cerdas dan sangat humanis mampu menyelami semua rasa yang ada di dalam tubuh FHAB sehingga dinamika tersebut menjadi trigger untuk memperkokoh tali persaudaraan umat beragama dalam kesatuan yang utuh dalam rangkulan Forum Harmoni Anak Bangsa.
Sehingga pada saatnya tiba, sang pemimpin harus menyerahkan estafet kepemimpinannya kepada penerusnya, yakni Bapak Pdt. Johanes Herimanto JES yang juga seorang pendeta Kristen yang memiliki kepribadian yang tenang dan bersahaja. Keduanya adalah juga pendiri dari FHAB dan bersama-sama berjuang menjaga dan mengawal FHAB selama 8 tahun ini.
Dengan kelegowoan dan jiwa besarnya, sang pemimpin menyerahkan amanah tersebut kepada Bapak Pdt. Johanes Herimanto JES. Saat selesai penyerahan jabatan, Romo Asun menitipkan pesan yang sangat berkelas, “Karena kita adalah saudara, mari kita jaga tali persaudaraan kita dan jangan terpecah-pecah”.
Menyaksikan kalimat yang diucapkan tersebut, semua anggota terdiam dan betapa terlihat sekali jiwa kepemimpinan Romo Asun dan jiwa pluralis yang keluar dari ucapannya. Karena inilah sebenarnya jiwa dan ruh dari FHAB yang kembali diucapkan oleh seorang tokoh yang berjasa membangun pluralitas di tanah ini.
Semua anggota mengamini dan berharap dengan adanya suksesi kepemimpinan FHAB, maka kedepan semoga FHB akan semakin menjadi pilar yang menopang pluralitas di bumi Indonesia. Terima kasih Romo Asun atas semua upayanya membawa FHAB ini ke tempat yang terbaik, dan selamat menjalankan amanat kepada Bapak Pdt. Johanes Herimanto JES, semoga ke depan FHAB menjadi lebih baik lagi. (FY/13/9/2020)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI