"Cobalah dulu, baru cerita. Pahamilah dulu, baru menjawab. Pikirlah dulu, baru berkata. Dengarlah dulu, baru beri penilaian. Bekerjalah dulu, baru berharap".
"Jika engkau menginginkan kebaikan, segeralah laksanakan sebelum engkau mampu. Tetapi jika engkau menginginkan kejelekan, segeralah hardik jiwamu karena telah menginginkannya".
"Ilmu seperti udara. Ia begitu banyak di sekeliling kita. Kamu bisa mendapatkannya di manapun dan kapanpun"
Pesan ini  seharusnya  melecut setiap insan yang cinta akan pluralitas dan harmoni di circle sosialnya sehingga kita tidak hanya aktif bersuara tapi proaktif dan secara faktual mengaplikasikan buah pikiran positif kita yang direkat dalam sebuah kesepakatan yang bernama Forum Harmoni Anak Bangsa (FHAB).Â
Faktanya memang tidak mudah mengaplikasikan fikiran positif secara sendiri-sendiri, namun keberadaan FHAB seolah  memberi vitamin serta gairah untuk mampu mensinergikan semua kekuatan  pikiran yang sama dalam membangun harmonitas  dan menjadi  ksatria penjaga pluralitas.Â
Untuk itulah, peran pemimpin atau  sebutan lain sebagai ketua dalam terminologi  sebuah forum, sangat diperlukan dalam mengimplementasikan dan mengaplikasikan buah pikir yang disatukan tersebut menjadi sebuah tindakan nyata bagi  kepentingan organisasi FHAB dan masyarakat.
3. Â Suksesi Kepemimpinan FHAB
Di awal telah dijelaskan bahwa  seorang pimpinan tidak selalu memimpin. Pimpinan  memang diikat dan ditetapkan dengan surat keputusan suatu perkumpulan/organisasi atau instansi  dan  tercantum sebagai pimpinan, mereka juga yang punya wewenang menandatangani surat-surat resmi. Tetapi fakta sesungguhnya mereka bukanlah seorang pemimpin, labelnya memang pimpinan tetapi faktanya ia bukan pemimpin.
Era saat ini  model kepemimpinan adalah seorang pemimpin itu hanya menunjukkan berbagai alternatif jalan, dan biarkan anggota timnya yang menemukan solusinya sendiri. Era yang berubah begitu cepat tidak boleh tergantung kepada pimpinan, semua pihak wajib bergerak dan menggerakkan ke arah yang hendak dituju. Dan yang bisa menggerakkan semua lini adalah pemimpin yang benar-benar memimpin, bukan yang hanya berstatus pimpinan.Â
Hal ini sejalan dengan pandangan  Tim Elmore, seorang penulis tentang kepemimpinan, yang mengatakan bahwa terdapat dua jenis  pemimpin, yaitu  habitual leader dan situational leader. Habitual leader adalah orang yang  memang sudah terbiasa untuk memimpin dalam kondisi apapun.  Sedangkan situational leader sesoeorang memimpin karena situasai dan kondisi tertentu.
Dalam konteks pengelolaan sebuah organisasi massa (Ormas) ataupun bentuk lainnya  yang menyerupai, keberadaan pemimpin mungkin tidak melulu harus seorang yang sangat jenius meski itu sangat dibutuhkan.Â