Pikiran dapat mendayagunakan pengetahuan yang terdahulu dan kemudian menggabungkan dengan pengetahuan yang diperoleh hingga menghasilkan pengetahuan yang baru. Jika suatu pengetahuan yang terdahulu ada kekeliruan, sudah pasti terdapat suatu kebenaran sesudahnya. Seiring dengan perkembangan pola pikir manusia yang haus akan rasa ingin tahu melalui kajian-kajian ilmu pengetahuan maka pada akhirnya melahirkan pengetahuan yang ilmiah.Â
Kerangka berpikir yang berintikan proses logico-hypotheticoverifikasi ini pada dasarnya membentuk pengetahuan ilmiah melalui langkah-langkah sebagai berikut: (a.) Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya. (b). Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan bentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.Â
(c). Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan. (d). Pemilihan kerangka konseptual yang tepat pada sebagaian besar peneliti ditentukan oleh landasan pertama berpikir deduktif; analisis teori, konsep, prinsip, premis yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. (d). Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan faktafakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.Â
Hal ini sejalan dengan landasan kedua berpikir induktif, analisis penelusuran hasil penelitian orang lain yang mendahului, pengalaman, fakta yang terkait dengan masalah dan tujuan penelitian. (e). Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu di tolak atau diterima.Â
Seandainya dalam pengujian terdapat fakta-fakta yang cukup dan mendukung, maka hipotesis tersebut akan diterima dan sebaliknya jika tidak didukung fakta yang cukup maka hipotesis tersebut ditolak. Hipotesis yang diterima dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya.
SUMBER BACAAN
- Brennen M., Annick.1999. Philosophy of Education. Jamaica: Northern Caribbean University
- Gandhi, W., Teguh. 2011. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media
- Jalaluddin & Idi Abdullah. Â 2013. Filsafat Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
- Ornstein, C., Allan dan Levine U. Daniel. 2008. Â Foundations of Education. New York Houghton Mifflin Company
- Pring, Richard. 2005. Philosophy of Education. New York: Continuum
- Raley, Yvonne, and Preyer, Gerhard. 2010. Philosophy of Education in the Era of Globalization. New York: Routledge 270 Madison Ave
- Rosenberg, Alex.2005. Â Philosophy of Science. New York: Routledge 270 Madison Ave
- Salmon H., Merrilee, dkk., 1992. Introduction To The Philosophy Of Science. Cambridge: Prentice-Hall, Inc.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H