Mohon tunggu...
Yulius Efendi
Yulius Efendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sedang Menjalankan Studi

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Peranan Filsafat Dalam Pendidikan Praktis (1)

27 Juli 2020   17:51 Diperbarui: 27 Juli 2020   17:47 15798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Metafisika ontologi pendidikan berkaitan dengan persoalan-persoalan mendasar tentang hal hakikat ikhwal pendidikan dalam ruang filsafat. Oleh karena itu, di sini pendidikan dikritisi dan pertanyaan secara mendasar; Apa sesungguhnya pendidikan itu? Di wilayah ontologis inilah dihadapkan dengan problem-problem asumsi dasar atau laandasan-landasan etis; mengapa manusia harus diarahkan dan dibimbing untuk menjadi baik? 

Benarkah untuk menjadi baik manusia mesti diarahkan? Adakah jika tidak diarahkan dan dibimbing, manausia tidak akan mampu "menjadi" baik atau belum baik atau telah selalu menjadi jahat? Ataukah karena sejak awal manusia terlahir sebagai diri yang jahat, kemudian butuh diarahkan dan dibimbing agar bisa menjadi baik? Jika memang benar bahwa pada dasarnya manusia itu terlahir jahat dan untuk menjadi baik, ia butuh diarahkan atau dididik, kualitas jahat seperti apakah itu, yang hendak dijinakkan oleh pendidikan?

Sejalan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang hakikat realita di atas, kaitannya dengan manusia, ada dua pandangan menurut Callahan (1983) yaitu :

a. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk spritual. Yang ada adalah jiwa atau roh, yang lain adalah semu. Pendidikan berkewajiban membebaskan jiwa dari ikatan semu. Pendidikan adalah untuk mengaktualisasikan diri, pandangan ini dianut oleh kaum Idealis, Scholastik, dan beberapa kaum Realis.

b. Manusia adalah organisme materi. Pandangan ini dianut kaum Naturalis, Materialis, Eksprementalis, Pragmatis, dan beberapa Realis. Pendidikan adalah untuk hidup. Pendidikan berkewajiban membuat  kehidupan manusia menjadi menyenangkan.

Metafisika/ontologi dalam hal ini merupakan analisis tentang objek materi dari pendidikan. Berisi mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari mengenai apa yang ingin diketahui manusia dan objek apa yang diteliti dalam pendidikan. Metafisika merupakan kajian tentang realitas ultim, di mana konsep apa pun dari pendidikan yang dipraktikkan manusia harus disandarkan pada fakta dan realitas, agar terlepas dari beragam ilusi dan angan-angan kosong. 

Sebuah keyakinan metafisis yang berbeda membawa pada pendekatan dan sistem yang berbeda terkait dengan pendidikan. Bahkan keyakinan-keyakinan metafisis sangat mempengaruhi secara langsung terhadap isu-isu pendidikan, misalnya: isi terpenting dari kurikulum, sistem pendidikan apa yang harus diupayakan bagi individu dan masyarakat, peran guru, relasi pendidik dan anak didik, dan lain sebagainya. Dasar metafisik/ontologi pendidikan adalah objek materi pendidikan yaitu bagian yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan metafisik/ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang mendasar dari fondasi pendidikan.

2). Epistemologi 

Secara umum epistemologi adalah cabang filsafat yang mengkaji sumber, watak/sifat dan ruang lingkup kebenaran pengetahuan dan biasa disebut sebagai "teori pengetahuan". Dengan kata lain epistemologi adalah studi tentang sifat, sumber, dan validitas pengetahuan. Studi ini berusaha untuk menjawab pertanyaan dasar seperti, apa yang benar? bagaimana mengetahui yang benar? Jadi epistemologi mencakup dua bidang: isi pikiran dan berpikir itu sendiri. Atau dalam istilah pendidikan, kurikulum dan instruksi atau konten dan metode. Studi tentang epistemologi berhubungan dengan isu-isu yang berkaitan dengan ketergantungan pengetahuan dan validitas sumber melalui mana kita mendapatkan informasi.

Skeptisisme secara khusus mengklaim bahwa orang tidak dapat memperoleh pengetahuan yang handal dan bahwa setiap pencarian kebenaran adalah sia-sia. Pikiran itu diungkapkan oleh Gorgias (483-376 SM) dalam (Ornstein dan Levine, 2008), yang menegaskan bahwa tidak ada yang eksis, dan jika itu terjadi, kita tidak bisa tahu itu. Kebanyakan orang mengklaim bahwa realitas dapat diketahui. Namun perlu pembuktian melalui apa sumber-sumber realitas dapat diketahui, dan harus memiliki argumentasi atas konsep tentang bagaimana untuk menilai validitas pengetahuan. 

Masalah mendasar kedua epistemologi adalah apakah semua kebenaran adalah relatif, atau apakah ada kebenaran yang mutlak. Apakah semua kebenaran dapat berubah? Apakah mungkin bahwa apa yang benar hari ini mungkin palsu besok? Jika jawabannya adalah "Ya" untuk pertanyaan sebelumnya, berarti kebenaran tersebut relatif. Namun, jika ada kebenaran mutlak, kebenaran tersebut abadi dan universal terlepas dari waktu atau tempat. Jika kebenaran mutlak ada di alam semesta, maka pendidik ingin menemukan dan membuatnya menjadi inti dari kurikulum sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun