Solusi yang dapat diambil ialah meregulasi algoritma, ternyata ini adalah langkah penting untuk mencegah polarisasi. Misalnya, platform media sosial dapat didesain untuk menampilkan konten yang mendorong dialog lintas kelompok. Inisiatif ini telah diuji di negara-negara Skandinavia dengan hasil yang menjanjikan.
Kritik, Mengapa Tajfel Perlu Ditinjau Ulang?
Meskipun teori Tajfel memberikan wawasan yang sangat relevan, ia juga memiliki keterbatasan.
1. Fokus pada Konflik, Bukan Kerja Sama
Tajfel terlalu fokus pada kompetisi antar kelompok dan mengabaikan potensi kerja sama. Padahal, dalam masyarakat seperti Indonesia, tradisi seperti gotong royong menunjukkan bagaimana identitas sosial dapat menjadi alat penyatuan.
2. Kekakuan Eksperimen
Eksperimen Minimal Group Paradigm dianggap terlalu sederhana untuk merefleksikan kompleksitas dunia nyata. Dalam kenyataan, hubungan antar kelompok dipengaruhi oleh sejarah, kekuasaan, dan ketidaksetaraan ekonomi, yang tidak tercermin dalam eksperimen Tajfel.
3. Identitas yang Cair di Era Globalisasi
Globalisasi menciptakan identitas yang lebih cair. Generasi muda Indonesia lebih sering mengidentifikasi diri sebagai "warga dunia" dari pada bagian dari kelompok lokal. Ini menunjukkan bahwa identitas sosial tidak selalu statis atau berbasis lokalistik saja.
Menuju Solusi, Pelajaran dari Tajfel
1. Pendidikan Multikultural
Pendidikan adalah alat paling ampuh untuk membangun kesadaran lintas kelompok. Kurikulum yang menanamkan nilai keberagaman dapat membantu siswa memahami bahwa perbedaan adalah kekuatan, bukan ancaman.