Tidak ada yang tahu bagaimana cara Oppung membuat makanan tersebut, termasuk Mamak. Pernah saya tanya, beliau hanya menjawab "Allang ma. Unang godang hatam!" (Makan saja. Jangan banyak bicara!)
Hingga kini, resep dan cara pengolahan Te ni Kalapa ini masih misterius. Hanya Oppung dan Tuhan yang tahu bagaimana makanan itu hadir di tengah-tengah hidangan malam kami kala itu.
Jika mengingat ini, saya selalu terkenang Alm. Oppung yang tidak pernah tertawa namun sekalinya tertawa lama sekali, dan cantik. Ada kerinduan yang timbul begitu mengingat kembali nama Te ni Kalapa. Ada haru dan sedih karena saat Beliau berpulang, saya tidak bisa mengantarkannya ke tempat peristirahatannya yang terakhir.
Oppung, bahagia di sana yaa.
5. Doyan makan apa saja
Kalau yang ini ya jelas ya, paling anti lihat makanan. Lihat makanan apaaa saja, bawaannya pingin segera nyikat. Hehhe.
Kembali tentang perjalanan berburu makanan daerah di KTD Minggu, 29 April 2018 lalu. Berkat Om Madyang, Rahab Ganendra, saya dipertemukan dengan sebuah makanan yang diberi nama "Mie Keriting Siantar".
Hmmm... Tadinya sudah sempat bahagia dengan sebuah mangkok yang terlihat di sisi kiri abang jualannya karena ukurannya cukup besar. Dalam hati wah, "benar-benar porsi Siantar ini" dan tadaaa, ternyata begitu disajikan, mienya malah dimasukkan ke dalam wadah yang jauh lebih kecil. Yahhh, penonton kecewa.
Ternyata rasanya lebih seperti mie pangsit yaa. Bedanya, yang ini mienya keriting. Ya iya, namanya juga mie keriting! Perbedaan lainnya adalah porsi makanan, serta daging yang tersaji. Dari segi rasa, kurang lebih mendekatilah. Bagaimanapun, mie pangsit Siantar itu tidak ada duanya. Hehehhe.
Oh iya, ini makanan non halal, itu sebabnya saya sedikit menjauh dari rekan-rekan KPK Kompasiana saat mengonsumsi makanan ini demi menjaga perbedaan. Jadi buat yang tertarik untuk hunting makanan di KTD, kudu teliti yaa.