Mohon tunggu...
Eeduy Haw
Eeduy Haw Mohon Tunggu... -

seseorang yang tinggal di makassar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kehendak

28 Mei 2011   07:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:07 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Maka manusia yang hidup hanya untuk menuruti kehendak, niscaya semata-mata akan dijadikan ‘budak’ oleh kehendak.

Dunia manusia adalah dunia penderitaan. Hidup kata F.W. Nietzsche adalah tragedi dari persaingan kehendak untuk berkuasa. Dalam tragedi, tiap detik, genderang perang ditabuhkan. Di setiap sudut kehidupan manusia, selalu ada kekerasan, pertentangan, kompetisi, atau konflik. Pemicunya tak lain semata-mata perseteruan kehendak.

Setelah manusia memiliki apa yang sejak dulu diidamkan, rasa bosan selanjutnya datang. Segera timbul keinginan lain. Tapi diujung sana, kebosanan lain juga menunggu. Apa reaksi anak kecil ketika melihat mainan baru? Mainan lama di genggamannya serta-merta dicampakkan terabaikan.

Darinya, kebijaksanaan hidup tentulah tidak terletak pada pemuasan kehendak.
Kebahagiaan hidup tidak tergantung pada seberapa banyak yang kita miliki (have). Melainkan keber’ada’an (is) kitalah yang menentukan kebahagiaan sejati.
Banyak yang bergelimang, namun tetap mengeluh mengaku tak jua bahagia. ‘Ada’ kitalah yang lebih penting ketimbang isi kantong.

Kebijaksanaan tentulah kebahagiaan. Kebijaksanaan hidup berarti bagaimana mengatasi kehendak. Manusia keliru, jika mengira kebahagiaan akan datang bila telah berhasil menaklukkan dunia (eksternal). Justru, diri sendiri-lah (internal) yang harus dijinakkan guna menciptakan kebahagiaan.

Orang bijaksana, memiliki pengetahuan yang tak banyak unsur kehendaknya. Pengetahuan yang jernih adalah ‘obyektifitas’ yang terbebaskan dari nafsu (kehendak). Bila pikiran menembus nafsu, ia akan mampu melihat objek sebagaimana adanya. Pikiran yang bijaksana, memiliki visi yang jelas tentang dunia dan kehidupan. Begitu gambaran Schopenhauer tentang manusia ‘jenius’.

Spesies terendah (tumbuhan dan binatang) bertindak hanya berdasarkan naluri kehendak. Seekor monyet, secara naluriah tahu bila api unggun sumber kehangatan di malam hari. Tapi karena ketidakunggulan pengetahuan atas naluri, beratus-ratus abad berlalu, monyet tak bisa-bisa juga membuat api.

Pun proses serupa terjadi pada manusia. Maksudnya, banyak manusia masih hidup dalam ‘fase monyet’. Fase terpenjaranya rasio atas kehendak. Akibatnya manusia fase ‘jenius’ ibarat pemandangan minor di tengah hiruk-pikuk mayoritas monyet.

Melalui seleksi ketat, alam hanya menghasilkan sangat sedikit manusia ‘jenius’ di antara berjuta-juta ras manusia. Hukum alam memang begitu adanya.
Lihat ‘batu mulia’ yang mengkristal di perut bumi. Ia baru bisa berkilau, bila dengan sabar berhasil ditempa proses seleksi alam bertahun-tahun lamanya.
Batu mulia adalah minoritas di antara berjubel-jubelnya kerikil, karang, pasir, bahkan lumpur.

Manusia ‘jenius’ berbeda dengan manusia kebanyakan. Karakternya maladaptif (cenderung sulit menyesuaikan diri dengan aktifitas dunia yang penuh kehendak). Ia juga asosial (asing dengan riuh keramaian).
‘Jenius’ selalu berpikir yang fundamental, abadi dan universal. Manusia kebanyakan, selalu berpikir dipermukaan, temporer, dan serba sesaat.
Apa boleh buat, konsekuensi dari manusia ‘jenius’ adalah pengisolasian diri dalam dunia ‘kesendirian’ bahkan ‘kegilaan’ sekalipun.

Martin Heidegger (1889-1976) membenarkan tentang keterasingan kehidupan manusia ‘jenius’. Menurutnya, ‘kesendirian’-lah hakikat personal manusia yang tidak mungkin dihindarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun