Ketika istri Bang Manap - Â sebut saja Saodah - menggelar pengajian di rumah, Mumun marah karena jemaah membaca surat Yasin. Di hadapan orang banyak, Mumun minta kegiatan pengajian bubar.
Para ibu, emak-emak, yang rutin ikut pengajian terheran-heran. Mereka berkesimpulan Mumun tengah kesurupan. Setan yang ada di tubuhnya marah ketika jemaah membaca surat Yasin.
Maklum surat itu diyakini oleh para ibu-ibu pengajian sering dibaca kala orang tengah mengadapi sakratul maut. Atau dibacakan sebagai doa kala seseorang tengah sakit agar cepat sembuh.
Setelah kejadian itu, Bang Manap minta bantuan seorang ustaz. Kesimpulannya, Mumun diberi air doa agar pengaruh buruk yang ada di tubuhnya segera kabur. Enyah dan ia kembali sembuh seperti semula.
Untuk saat itu, Mumun kembali baik. Namun beberapa hari kemudian ia kumat. Penyakit anehnya datang.  Ia sering  berceloteh seorang diri di tepi jalan. Kesimpulan orang sekitar, Mumun gila.
Dan, sambil menahan rasa malu, Bang Manap pergi ke dokter. Mumun disertakan. Sayang, Bang Manap salah tempat. Ia mendatangi dokter umum. Disarankan agar Bang Manap membawa Mumun ke psikolog atau psikiater.
"Paling bagus, ya ke rumah sakit jiwa," pinta sang dokter muda itu.
**
Jangan dikira membawa orang sakit jiwa ke psikolog atau psikiater dapat dilakukan dengan mudah.
Namanya saja sakit jiwa. Bila kita mengetahui tanda-tanda sakit jiwa pada diri seseorang, mungkin orang banyak menyebutnya mudah dilakukan. Â Penulis sebut mungkin. Sebab, realitasnya sangat sukar lantaran orang yang bersangkutan sulit untuk diyakini bahwa dirinya punya kelainan pada jiwanya.
Semakin orang bersangkutan punya pendidikan tinggi, semakin sulit pula diyakini bahwa ia menderita sakit jiwa. Dirinya merasa lebih pandai daripada seorang profesor sekalipun.