Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ki Komang: Dilarang Interupsi Imam

18 April 2020   13:46 Diperbarui: 18 April 2020   13:47 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ki Komang sudah pesiapkan diri jadi imam shalat tarawih di rumah. Foto | Dokpri

Ki Komang sudah membuat pengumuman. Isinya, dilarang interupsi imam. Ini sebagai upaya jaga-jaga, atau antisipasi, dari para cucunya yang cerewet dan kerap melancarkan protes ketika ia menjadi imam shalat di kediamannya.

Pengumuman berupa lembaran kertas ukuran A4 sudah ditempel di ruang tengah, tempat berkumpul anggota keluarga dan kadang diubah sebagai tempat pengajian dan shalat berjamaah.

Kala wabah virus Corona atau Covid-19 dan diberlakukannya pembatasan sosial bersekala besar (PSBB), Ki Komang sudah membuat rencana, tiga bocah yang juga cucunya diharapkan dapat bermukim di kediamannya. Tujuannya tak lain, supaya mereka dapat ikut kegaitan pesantren kilat. Pengajarnya, ya Ki Komang sendiri.

Tahun lalu para cucu Ki Komang memang selama Ramadan tinggal bersamanya. Mereka senang. Sebab, kesan yang ditangkap Ki Komang, anak dan mantu tak sabar menghadapi cucunya. Makanya, para cucu itu betah bersamanya.

Wuih, Ki Komang sepertinya sudah berharap cucu dapat hadir di kediamannya. Padahal Ramadan masih sepekan ke depan. Atau ia tengah rindu dengan para cucunya. Hehehe.....

Makanya, urusan yang dapat menghambat rencananya jauh hari sudah dipikirkan dan dipersiapkan dengan matang. Pekerjaan bisa menghasilkan yang tebaik karena direncanakan dengan baik. Itu pelajaran ilmu manajemen yang ia ingat baik-baik. Termasuk persiapan urusan interupsi sudah difikirkan ketika ia nanti memimpin shalat bagi para cucunya.

Pengalaman tahun lalu, sang cucu yang bernama Abdul Komar, selalu melancarkan protes meski shalat tarawih tengah berlangsung. Komar tiba-tiba mengagetkan Ki Komang yang tengah menjadi imam lantaran membaca surat Al Fatiha terlalu cepat.

“Terlalu cepat, Eyang!” kenang Ki Komang.

Pada lain kesempatan, protes serupa juga disampaikan Eyang Uti, isteri Ki Komar. Disebutnya, kala Ki Komang menjadi imam, badannya terasa terpontal-pontal ikut shalat tarawih berjamaah di rumah. Jumlah rakaatnya juga banyak, sampai 21 rakaat.

Dua anak dan seorang mantu Ki Komar yang mendengar protes Eyang Uti hanya bisa tersenyum. Mereka maklum. Sebab, kejadian seperti itu tak hanya terjadi pada diri Ki Komang tetapi juga pada beberapa imam masjid pada saat shalat tarawih.

Tahun 2020 ini sejumlah masjid tak menyelenggarakan shalat tarawih, termasuk buka bersama (bukber) sejalan dengan kebijakan PSBB di berbagai daerah. Terkait dengan itu, Ki Komang sadar, untuk terawih pada Ramadhan nanti diharapkan dapat dilaksanakan bersama anggota keluarga.

Anak, mantu dan isteri baiknya shalat tarawih di rumah. Jika tak ada orang yang paling tua, seperti dirinya, sang ayah bisa menjadi imam. Jika tak bisa menjadi imam shalat di kediaman masing-masing, ya segera belajar. Sebab, Ramadan sudah di depan mata.

“Enggak susah, kok!” kata Ki Komang dalam hati.

Karena itu, literatur atau sejumlah buku yang terkait dengan ibadah shalat terawih kembali dibaca ulang. Ki Komang kembali mengulang bacaan surat-surat pendek agar hafalannya lebih mantap. Maksudnya, panjang dan pendeknya ketika membaca salah satu surat tak keliru. Tegasnya, semua harus sesuai dengan tuntunan ilmu tajwid. Wuih, keren.

“Menghadapi cucu yang makin kritis harus lebih siap,”pikirnya.

**

Sudah lama Ki Komang ingin menjelaskan prihal surat Al Fatiha, yang sering diprotes anggota keluarganya itu.

Sayang, penjelasan yang akan disampaikan tak mungkin disampaikan kepada cucunya, terutama Abdul Komar.

Mengapa?

Ya, karena untuk memahaminya perlu didahului pemahaman ilmu tajwid. Sementara cucunya itu baru belajar membaca surat-surat pendek tanpa memperhatikan kaidah ilmu tajwid.

Ya, namanya masih bocah. Belum masuk pada maqomnya. Dengan kata lain, levelnya masih rendah. Bagaimana menjelaskan tentang ilmu kedokteran seperti terkait virus Corona, sementara Abdul Komar belum bisa baca dan tulis dengan sempurna.

Tapi, kepada Eyang Uti, anak dan mantu, perlu hal itu dijelaskan dengan baik.

Begini, kata Ki Komang dalam suatu kesempatan ketika duduk bersama Eyang Uti di teras rumah sambil memperhatikan ternak ayam Kate yang tengah berebut makanan.

“Begini. Begini.. gimana?” kata Eyang Uti sambil membalikan badan dan memperhatikan wajah Ki Komang.

Lalu, bagai seorang ulama, Ki Komang angkat bicara.

Kita tahu, surah (surat) Al Fatiha itu merupakan surat pertama dalam Alquran, terdiri tujuh ayat dan diturunkan di Mekkah. Banyak orang menyebutnya sebagai surat pembuka dimulainya Alquran.

Sebagai pengingat, lalu ia membacakan surat itu dengan artinya. Nah, Eyang Uti tersenyum dan menanti sang suami membaca surat itu dengan serius.

bismillāhir-raḥmānir-raḥīm

(Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang)

al-ḥamdu lillāhi rabbil-'ālamīn

(Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam)

ar-raḥmānir-raḥīm

(Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang)

māliki yaumid-dīn

(Pemilik hari pembalasan)

iyyāka na'budu wa iyyāka nasta'īn

(Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan)

ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm

(Tunjukilah kami jalan yang lurus)

ṣirāṭallażīna an'amta 'alaihim gairil-magḍụbi 'alaihim wa laḍ-ḍāllīn

(yaitu, jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat).

“Jadi, sekarang apa yang mau dijelaskan?” tanya Eyang Uti seolah tak sabar sebelum Ki Komang melanjutkan penjelasannya tentang surat itu.

Penjelasan dari para qori dan qoriah, -- orang yang ahli membaca Alquran dengan lantunan merdu, --  cara membaca surat Al Fatiha itu ada empat cara. Pertama dibaca ketujuh ayatnya sekaligus dalam satu tarikan nafas. Kedua, surat itu dibaca dibagi dua. Dibaca sampai ayat kelima. Lalu, ambil nafas, lanjutan hingga ayar ketujuh. Ketiga, surat dibaca dibagi dua. Yaitu, ayat pertama hingga keenam. Lalu bacaan dilanjutkan hingga akhir surat.

Keempat, dibaca secara keseluruhan ayat per ayat. Setiap ayat dibaca tuntas. Ambil nafas lalu lanjut hingga tuntas.

Tentu saja cara pertama paling sulit. Tapi sangat menguntungkan bagi qori/qiriah, lantaran ia fasih cara membaca dan tahu dimana harus mengatur nafas ketika membaca surat Al Fatiha.

Semua cara itu baik, kata Eyang Uti. Tapi, kita harus lihat makmumnya. Cucu kita belum paham. Belum sampai pada maqomnya.

“Jadi, baca saja secara normal. Ayat per ayat.  Jadi, nanti nggak ada lagi protes,” pinta Eyang Uti.

Mendengar permintaan isterinya, Ki Komang hanya bisa menyatakan setuju sambil menganggukan kepala.

“Iya,” katanya tanda sepakat.

Salam berbagi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun