Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Puan Maharani Akan Serius Tangani Pelayanan Keagamaan dan Toleransi

5 Oktober 2019   09:38 Diperbarui: 5 Oktober 2019   10:05 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlebih dewasa ini, tuntutan hak-hak warga negara atas pelayanan keagamaan yang adil oleh negara semakin meningkat. Dulu, pelayanan keagamaan hanya terbatas pada agama: Islam, Katolik, Kristen, Buddha dan Hindu. Setelah era Presiden KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, pelayanan umat ditambah dengan Khonghucu.

Patut disyukuri bahwa ideologi bangsa, Pancasila, melalui "Ketuhanan Yang Maha Esa" memberi ketegasan bahwa negara tidak boleh membatasi  pelayanan umat beragama.

Apa lagi konstitusi kita menegaskan adanya hak kebebasan beragama dan beribadat setiap warga negara.

Infografis | Antara
Infografis | Antara

Lebih menarik lagi kebebasan beragama juga diatur dalam Pasal 22 UU No.39/1999 tentang HAM yang menegaskan bahwa negara wajib menjamin kebebasan beragama dan beribadat setiap warga negara.

Lebih tegasnya, setiap umat beragama yang ada di Indonesia (tidak hanya enam agama) berhak mendapatkan perlindungan dan pelayanan yang sama dari negara.

Hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010, mencatat 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam.  Disusul sebanyak 6,96% Kristen, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Konghucu, 0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan.

Namun jika kita lihat Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu. Jelas saja hal ini bertentangan dengan HAM.

Beranjak dari hal itu, kini aliran kepercayaan (agama asli Nusantara) telah diakui pula sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia tertanggal 7 November 2017.

Sayangnya, banyaknya agama maupun aliran kepercayaan tersebut realitasnya memiliki potensi konflik antarumat pemeluk agama-agama. Mengapa?

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun