Beberapa umat Muslim masih ada di antaranya punya anggapan bahwa ibadah haji tak jauh beda dengan perjalanan wisata atau rekreasi, sekedar memenuhi kewajiban rukun Islam kelima.
Anggapan tersebut pernah disampaikan Ketua Muassasah (panitia penyelenggara haji yang ditunjuk Kerajaan Arab Saudi) Asia Tenggara, Syekh Zuher Abd Hamid Sedayu dalam suatu pertemuan dengan Pantia Penyelenggara Ibadah Haji Daerah Kerja (PPIH Daker) Mekkah. Beberapa tahun silam, kala penulis meliput kegiatan ibadah haji, pernyataan tersebut langsung disampaikan orang yang bertanggung jawab pada penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Suci.
Penulis sungguh terkejut. Mana bisa hal itu terjadi? Â Sebab, bagi warga Muslim dari Indonesia, pergi haji adalah ibadah fisik yang harus diperjuangkan dengan keharusan memenuhi berbagai persyaratan. Dana dan fisik jelas harus dipersiapkan dengan baik.
Lah, kok, ibadah haji dijadikan sebagai sarana rekreasi?
Alasan Syekh Zuher Abd Hamid Sedayu menyampaikan hal itu lantaran ada jemaah tidak memahami manasik haji sebagaimana mestinya. Ketua Muassasah Asia Tenggara itu jauh sebelumnya sudah mendengar bahwa seluruh jemaah sebelum diberangkatkan ke Tanah Suci ikut kegiatan manasik haji. Programnya pun diatur oleh pemerintah, dalam hal ini Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Ditjen PHU Kemenag).
Dalam bahasa yang sederhana, manasik haji adalah peragaan pelaksanaan ibadah haji sesuai dengan rukun-rukunnya. Di sini, seluruh para calon jamaah haji belajar bagaimana cara melakukan praktik tawaf, sa'i, wukuf, lempar jumrah. Seluruh prosesi ibadah ini dikondisi mirip dengan keadaan di Tanah Suci.
Pengamatan penulis, apa yang diungkap ketua muassasah itu realitasnya terjadi di lapangan. Kebanyakan sih para penggede yang punya jabatan. Karenanya, ia ketika melaksanakan ibadah banyak mengeluarkan pertanyaan berupa mengapa harus begitu dan mengapa harus begini kala mereka tengah menjalankan ritual haji. Kadang mengeluarkan pernyataan bagaimana jika tak dilaksanakan dan konsekuensinya apa.
Kalau saja ikut manasik haji dengan baik, maka ia akan tahu dalam ibadah haji jika ada  hal yang tak dilaksanakan terkena "dam" dan bagaimana pula resiko hajinya tak sah jika tak ikut wukuf di Arafah yang panas terik itu. Dan, usut punya usut, ternyata pejabat tersebut tak pernah ikut manasik haji. Tegasnya, mentang-mentang pejabat ikut manasik haji dianggapnya tak terlalu penting. Apa lagi bergabung bersama orang bawahan. Ia mungkin tak sadar bahwa dalam ibadah haji, kesamaan derajat manusia sama di hadapan Allah.
Luruskan niat
Saatnya Berhaji dengan memahami perlunya meluruskan niat ibadah haji. Ibadah ini harus dilakukan dengan cara yang benar, harus dijauhi dari perbuatan melanggar aturan. Apa lagi melanggar hukum karena, sekali lagi, ibadah ini bukanlah perjalanan wisata.
Dari sisi ibadah, bagi mereka yang memaksa melaksanakan ibadah haji tapi aturan pemerintah atau negara dilanggar maka dari sisi hukum dianggap sebagai jamaah haji ilegal. Mengapa demikian? Karena dari sisi Istithaah, mereka itu secara finansial dan kesehatan bisa saja dianggap sah, tapi melanggar hukum negara. Karena itu, hati-hatilah.
Alquran juga menyatakan athii'ullaha wa athii'urrasuula wa uulil amri minkum (taat kepada Allah, Rasulullah dan Ulil Amri). Jadi tidak benar orang yang berangkat ke Tanah Suci tanpa melalui peraturan yang legal. Mereka yang berangkat untuk berhaji melalui jalur ilegal buktinya mendapatkan madarat.
Setelah meluruskan dan memantapkan niat dalam ibadah haji, penting dipahami apa itu Istithaah dan Istithaah kesehatan.
Kok, istithaah diembel-embeli kesehatan. Bukankah pengertian istithaah itu sudah termasuk di dalamnya pemahaman sehat secara rohani dan jasmani?
Betul, istithaah di dalamnya sudah termasuk unsur kesehatan. Secara umum Istithaah adalah kemampuan jamaah haji secara jasmaniah, ruhaniah, pembekalan dan keamanan untuk menunaikan ibadah haji tanpa menelantarkan kewajiban terhadap keluarga.
Dalam praktek, istithaah sering dilanggar. Misal, pemalsuan dokumen haji dengan cara menukar foto paspor dan buku kesehatan orang lain yang dilakukan oleh calon jemaah haji. Kasus itu kemudian terungkap pihak imigrasi.
Dijumpai ada anggota jamaah hamil mengelabui petugas kesehatan haji dengan cara menukar urine, tatkala dilakukan pemeriksaan di embarksi keberangkatan. Sering pula terdengar  orang lanjut usia nekad, meski sakit ingin pergi haji lantaran terdorong ingin meninggal di Tanah Suci.
Jadi, dari gambaran itu dapat disimpulkan bahwa berangkat ibadah haji ditempuh dengan berbagai cara dan niat beragam. Tentu saja hal itu melanggar istithaah.
Harus diakui bahwa secara teknis ibadah haji itu lebih banyak bersifat fisik dan spirit. Dari pengamatan, memang tidak seluruhnya. Tapi masih dijumpai minimnya penguasaan calon jemaah secara utuh dan lengkap terhadap manasik haji.
Karena itu, SaatnyaBerhaji pemerintah melibatkan kelompok bimbingan ibadah haji, yang dikenal KBIH, dan pihak lainnya agar calon jemaah haji dapat optimal dan khusuk menunaikan ibadahnya dan dapat menjadi haji mabrur.
Istithaah kesehatan
Keluarnya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji makin mempertegas bahwa siapa saja memenuhi syarat menunaikan ibadah haji dari sisi kesehatan. Permenkes tersebut keluar pada 23 Maret 2016, ditandatangani Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek, dan dinyatakan berlaku sejak 11 April 2016.
Esensinya, Permenkes tersebut merupakan upaya pemerintah menekan tingginya angka kematian jemaah haji lantaran gangguan kesehatan sebelum berangkat. Selain itu, aturan diarahkan untuk meningkatkan pelayanan sehingga jamaah dapat melaksanakan ritual haji sesuai dengan tuntunan rukun haji. Harapannya, kembali ke Tanah Air menjadi haji mabrur.
Ini babak baru dalam penyelenggaraan haji. Khususnya terkait istithaah dari sisi kesehatan yang dapat dipandang sebagai paradigma baru. Jadi, istithaah tak lagi dapat dalam artian sempit seperti kemampuan jamaah haji secara jasmaniah, ruhaniah, pembekalan dan keamanan untuk menunaikan ibadah haji tanpa menelantarkan kewajiban terhadap keluarga.
Di sini ditegaskan ada aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga jamaah haji dapat menjalankan ibadahnya sesuai tuntunan Agama Islam.
Menunaikan ibadah haji ke masa depan sangat ditekankan pada hasil pemeriksaan kesehatan jamaah haji. Pemeriksaan kesehatan jamaah haji adalah rangkaian kegiatan penilaian status kesehatan jamaah haji yang diselenggarakan secara komprehensif.
Jadi, keputusan berangkat atau tidaknya menunaikan ibadah haji sejak saat itu sangat ditentukan dari hasil pemeriksaan kesehatan haji. Jenis penyakit apa saja yang masih ditoleransi, perlu pendampingan dan dilarang berangkat, kembali lagi, tergantung hasil pemeriksaan.
Dalam Permenkes itu juga dijelaskan pembinaan istithaah kesehatan haji sebagai serangkaian kegiatan terpadu, terencana, terstruktur dan terukur, diawali dengan pemeriksaan kesehatan pada saat mendaftar menjadi jamaah haji sampai masa keberangkatan ke Arab Saudi.
Setoran Awal Masih Rp25 juta
Hingga kini belum ada niatan dari Ditjen PHU Kemenag untuk menaikan uang muka atau setoran awal naik haji. Setoran masih tetap sebesar Rp25 juta karena telah memenuhi standar.
Setoran awal naik haji atau yang dulu dikenal sebagai Ongkos Naik Haji (ONH) tetap Rp25 juta. ONH tak pernah naik dari jumlah awal yakni Rp20 juta sejak 2008. Nah, untuk setoran awal ini dapat disetorkan kepada bank yang memiliki kerja sama dengan Ditjen PHU Kemenag dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Sudah banyak Bank Penerima Setoran (BPS) Â dana awal haji yang siap melayani calon jemaah haji di Tanah Air, seperti Tabungan Haji DanamonSyariah yang sudah terhubung secara online dengan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) Ditjen PHU Kemenag.
BPS -BPIH tersebut tidak hanya berfungsi sebagai penerimaan setoran awal, pembatalan dan setoran lunas jamaah haji, tetapi juga untuk fungsi penempatan, likuiditas, operasional, nilai manfaat dan mitra investasi.
Namun kita pun harus sadar bahwa menunaikan rukun Islam kelima ini tidak langsung berangkat. Setelah anda mendaftar, barulah mendapat nomor porsi dan masuk daftar tunggu. Antrean tentu panjang. Untuk itu perlu dipantau kapan berangkatnya melalui website Kemenag.go.id.
Agar kemudian hari tak menimbulkan kerugian, baiknya tanggal dan tahun keberangkatan diprint. Siapa tahu keberangkatan anda dipercepat.
Mengingat waktu keberangkatan masih lama, anda dapat mematangkan pemahaman ibadah haji melalui manasik haji di KBIH atau membaca buku terkait pelaksanaan haji. Jangan terlalu berfikir gagal berangkat karena menanti terlalu lama.
Toh, kalaupun nanti berhalangan karena wafat, kini ahli waris bisa menggantikan posisi anda untuk menunaikan ibadah haji. Jika tak ada penggantinya, uang pun bisa ditarik kembali.
Nah, khusus tentang penggantian jamaah wafat tersebut bisa dilakukan tanpa mendaftar ulang. Syaratnya calon jamaah haji yang meninggal telah masuk dalam porsi pemberangkatan tahun yang sama. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H