"Kita pasang waktu resepsi dari pagi sampe sore, pasti teman-teman tak punya alasan," pikir Dasikin seorang diri.
Nah, saat Dasikin tengah sibuk bersama isterinya, nongol penghulu dan langsung masuk ke halaman rumahnya mengenakan motor. Dasikin kaget, dikira tetangga yang sedang wara-wiri membantu pekerjaan memasang tenda. Kedatangan penghulu ini menyadarkan dirinya bahwa rombongan calon besan sudah dekat.
"Terima kasih Pak Penghulu sudah datang," Dasikin mengawali pembicaraan sebelum penghulu menyampaikan ucapan salam.
Pak Penghulu bernama Abdullah ini adalah teman sepermainan Dasikin semasa kecil. Ia punya karir bagus dan diangkat sebagai kepala KUA dengan dukungan pendidikan yang memadai mulai dari madrasah, pondok pesantren hingga perguruan tinggi agama Islam. Sedangkan Dasikin memilih jurusan ilmu hukum yang oleh warga setempat disebut ilmu bersilat lidah.
"Waalaikum salam. Hehehe ana sampe lupa ngucap salam," Dasikin memperbaiki kebiasaan asal ngejeblak ketika berbicara dengan orang banyak.
Bersamaan kedatangan Pak Penghulu Abdullah, musik khas Betawi berkumandang. Rombongan main pukul datang untuk menyambut rombongan sang besan. Dan, benar saja di luar sudah banyak orang. Dua juru bicara dari kedua calon mempelai tengah saling lempar pantun.
Lalu, disusul acara buka palang pintu. Sementara para pemain pukulan terlihat sudah bernafsu maju ke tengah gelanggang yang sudah disiapkan. Wuih, keren.
Dasikin dan isteri menyaksikan dari kejauhan rombongan calon besan bersama calon mempelai yang sudah didandani mengenakan pakaian khas Betawi.Â
Di barisan belakang calon mempelai pria itu bererot kardus-kardus antaran sesuai pesan yang disampaikan kepada oran tua Jamil, Zuhri. Odong-odong juga terlihat, meski cuma dua kendaraan.
"Kok, odong-odong cuma dua. Tapi yang ngantar banyak?" Tanya Dasikin kepada Mariah, isterinya yang berdiri di sampingnya.
"Udeh, jangan dibahas. Kite terima tuh rombongan besan," pinta Mariah.