Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Calon Besan Minta Antaran Kardus

27 Agustus 2018   11:36 Diperbarui: 27 Agustus 2018   22:36 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, pengantin siap berangkat dengan kendaraan odong-odong. Foto | Detikcom

Sungguh tidak masuk akal permintaan calon besan. Setelah rombongan dilarang menggunakan kendaraan pribadi, kini minta antaran calon pengantin harus dikemas dalam kardus. Setelah itu rombongan bersama kardus-kardus diharapkan dibawa menggunakan kendaraan odong-odong.

Dan sudah dua hari Bang Zuhri menunjukan sikap kesal kepada anaknya, Jamil. Jamil pun tak bisa berbuat banyak lantaran sang calon mertuanya minta barang antaran 'aneh-aneh'. Selain sepasang roti buaya ukuran jumbo, roti itu bersama barang lainnya harus dikemas dalam kardus.

Barang bawaan yang sudah rapi, keren dan terlihat cantik harus dikemas lagi dalam kardus. "Ah, rempong kalo gue mikiran calon besan model gituan," ujar Zuhri kepada anaknya yang sejak lama berdiam diri memikirkan sikap calon mertuanya, Dasikin yang tinggal di kampus Sawah, pinggiran Jakarta.

Bang Dasikin memang tergolong kaya di kampungnya. Selain sebagai pejabat di  kantor, ia juga tergolong orang dermawan. Masjid, musholla, rumah ibadah dan yayasan anak yatim dibantunya. Ia tak segan mengeluarkan uang bagi kaum dhuafa. Tapi jangan dikira jika keinginannya dihalangi, maka bisa berbuntut kemarahan yang mencuat.

Karena itu calon mantu, Jamil, sangat berhati-hati. Takut kena marah Bang Dasikin. Juga dikhawatirkan bisa berakhir putus hubungan dengan Fatimah, anak semata wayang Bang Dasikin.

Pertemuan keluarga Zuhri dan Dasikin sudah sepakat bahwa Jamil adalah calon mantunya. Cuma ada catatan, ketika membawa antaran selain dibawa bersama rombongan dengan kendaraan odong-odong juga dilengkapi sepasang roti buaya dikemas bersama barang lainnya di dalam kardus.

Pokoknya, tiap barang bawaan dikemas dalam kardus. Biar barang dalam kardus-kardus  tidak menyolok di mata masyarakat. "Kalau ada  yang bertanya, apa sih isi kardus itu. Itu hanya cukup diketahui pengantar. Nggak susah, kan?" Dasikin menyampaikan pesan itu kepada Bang Zuhri seusai pertemuan.

Bang Zuhri dan anggota keluarga hanya bisa tersenyum. Rombongan pelamar merasa heran. Celingukan satu sama lain ketika beranjak meninggalkan kediaman Bang Dasikin. Mereka disuksi, kok begini dan begitu. Tapi yang didiskusikan tak menemui jawaban.

"Ah, buat apa diperdebatankan. Bukankah lamaran sudah diterima," kata salah seorang anggota keluarga Zuhri.

Biasanya, kata para anggota rombongan, yang dibahas adalah penentuan hari H pernikahan. Penentuan acara resepsi dan gedung yang digunakan. Di sini, Bang Dasikin langsung menentukan jadwal pernikahan dan acara resepsi. Calon besan hanya tinggal manut alias menuruti.

**

Di luar dugaan, Bang Zuhri menemui kesulian. Di kampungnya kendaraan odong-odong cuma dua. Padahal ia butuh tiga atau empat kendaraan yang biasa digunakan para bocah bersama emaknya keliling kampung. Bilamana kendaraan ada tiga atau empat, rombongan sekaligus barang bawaan dalam kardus bisa diangkut secara bersamaan.

Bang Zuhri bersama anaknya Jamil berdiskusi. Awalnya Zuhri berencana merombak kendaraan pribadinya untuk dijadikan odong-odong. Isterinya, Siti, yang tengah berada di dapur mendengar rencana itu, memprotesnya.

"Kebangetan. Gara-gara harus membawa antaran dalam kardus, mobil dikorbankan," katanya dengan suara meninggi.

Lantas, ayah dan anak memutar otak. Muncul ide dari Jamil, bagaimana jika antara dan sebagian rombongan berangkatnya dibagi dua tahap. Tahap pertama, sebagian anggota keluarga berangkat bersama antaran dalam kardus. Lalu, kardus bersama rombongan berkumpul di masjid terdekat kediaman Bang Dasikin. Tahap kedua, barulah rombongan terakhir berangkat dengan titik kumpul di masjid.

"Setelah itu, barulah semua rombongan berjalan kaki lebih dahulu. Begitu sampai, odong-odong nyusul bersama antaran kardus," ujar Jamil.

Ide dari Jamil ini diterima orang tuanya.

"Pintar juga kami," Zuhri menanggapi ide anaknya.

**

Bang Dasikin bersama isterinya, Mariah, tengah sibuk. Di halaman rumah sudah didirikan tenda. Mobil-mobil di garasi - yang biasanya bererot bagai keong racun berbaris - sudah dikeluarkan. Kini halaman rumah sudah dipenuhi kursi untuk menyambut besan bersama kardusnya. Lalu, dibuka dengan acara palang pintu para pemain pukulan yang dipanggil dari perkumpulan pencak silat terdekat.

Pokoknya, acara itu dirancang sebaik mungkin dengan nuansa kebetawian. Semua orang Betawi - dari kawasan Klender, Marunda, Pondok Pinang, Palmerah hingga Serengseng Sawah - sudah diundang. Kaya atau miskin, tua atau pun muda diharapkan hadir. Bahkan Bang Dasikin mengancam jika nggak datang tanpa alasan pada pesta puterinya bakal tidak ditegur bila bertemu.

Sengaja ia tidak menggelar pesta pernikahan anaknya Fatimah itu di gedung pertemuan atau pun di hotel. Alasannya, selain tidak terlalu merepotkan orang yang diundang juga lebih tahu lokasi kediamannya. Bila diacarakan pernikahan di hotel, belum tentu orang kampung mau datang. Lagi pula waktunya juga dibatasi. Nah, kalau dilaksanakan di rumah, orang yang jauh bisa memilih waktu.

"Kita pasang waktu resepsi dari pagi sampe sore, pasti teman-teman tak punya alasan," pikir Dasikin seorang diri.

Nah, saat Dasikin tengah sibuk bersama isterinya, nongol penghulu dan langsung masuk ke halaman rumahnya mengenakan motor. Dasikin kaget, dikira tetangga yang sedang wara-wiri membantu pekerjaan memasang tenda. Kedatangan penghulu ini menyadarkan dirinya bahwa rombongan calon besan sudah dekat.

"Terima kasih Pak Penghulu sudah datang," Dasikin mengawali pembicaraan sebelum penghulu menyampaikan ucapan salam.

Pak Penghulu bernama Abdullah ini adalah teman sepermainan Dasikin semasa kecil. Ia punya karir bagus dan diangkat sebagai kepala KUA dengan dukungan pendidikan yang memadai mulai dari madrasah, pondok pesantren hingga perguruan tinggi agama Islam. Sedangkan Dasikin memilih jurusan ilmu hukum yang oleh warga setempat disebut ilmu bersilat lidah.

"Waalaikum salam. Hehehe ana sampe lupa ngucap salam," Dasikin memperbaiki kebiasaan asal ngejeblak ketika berbicara dengan orang banyak.

Bersamaan kedatangan Pak Penghulu Abdullah, musik khas Betawi berkumandang. Rombongan main pukul datang untuk menyambut rombongan sang besan. Dan, benar saja di luar sudah banyak orang. Dua juru bicara dari kedua calon mempelai tengah saling lempar pantun.

Lalu, disusul acara buka palang pintu. Sementara para pemain pukulan terlihat sudah bernafsu maju ke tengah gelanggang yang sudah disiapkan. Wuih, keren.

Dasikin dan isteri menyaksikan dari kejauhan rombongan calon besan bersama calon mempelai yang sudah didandani mengenakan pakaian khas Betawi. 

Di barisan belakang calon mempelai pria itu bererot kardus-kardus antaran sesuai pesan yang disampaikan kepada oran tua Jamil, Zuhri. Odong-odong juga terlihat, meski cuma dua kendaraan.

"Kok, odong-odong cuma dua. Tapi yang ngantar banyak?" Tanya Dasikin kepada Mariah, isterinya yang berdiri di sampingnya.

"Udeh, jangan dibahas. Kite terima tuh rombongan besan," pinta Mariah.

**

Sebelum rombongan besan dipersilahkan masuk mengantar calon pengantin pria, Dasikin mengambil alih peran juru bicara yang telah ditunjuk. Lalu, ia berbicara di hadapan orang banyak sebagai kata sambutan terhadap rombongan calon besannya itu.

Dasikin lalu menyampaikan kata-kata yang cukup lama tersimpan di dadanya. Utamanya, mengapa ia meminta calon besannya membawa antaran semua di kemas dalam kardus.

"Ini penting disampaikan, jangan sampai di kemudian hari timbul salah tafsir," Dasikin berbicara sambil memegang microphone.

"Kardus adalah lambang kehati-hatian diri kita ketika menerima barang bawaan antaran pengantin. Dengan cara dibungkus kardus, diri saya terhindar dari gratifikasi. Tidak menyalahi aturan negara sebagai pegawai kantoran," ucap Dasikin.

"Oooo," sambut para tamu yang hadir seperti suara kur di gedung parlemen.

Bagai seperti orang berpidato, Dasikin melanjutkan celotehnya.

"KPK itu, lembaga anti-rasuah, nggak bakal datang ke rumah ini. Soalnya, semua barang terbungkus kardus," katanya.

Mendengar sebutan KPK, para tamu makin serius mendengarkan ucapan Dasikin. Yang sedang ngobrol di barisan belakang menghentikan obrolannya. Yang di depan ternga-nga mulutnya. Untung tidak ada lalat yang masuk ke mulut. Semua menyimak.

Sebab, satu-satunya orang yang dapat terhindar dari perkara sogok, gratifikasi dan suap adalah memasukan barang antaran di dalam kardus. Dan kardus-kardus yang dibawa itu bersama iringan calon pengantin telah menyelamatkan dirinya dari perkara suap.

"Apa pun isi kardus itu,  bau busukkah. Apakah isinya durian, ayam busuk, atau uang yang tidak diketahui berapa jumlahnya, akan tidak diperkarakan. Asalkan dimasukan dalam kardus. Aman," Dasikin melanjutkan celotehnya.

"Sekarang, bapak dan ibu-ibu boleh masuk untuk menyaksikan acara pernikahan yang sama-sama kita tunggu," pinta Dasikin dengan perasaan lega.

Dan seluruh rombongan pun beranjak dari tempat berdiri sambil melempar senyum dan ada di antaranya menyebut, baru kali ini ada acara pengantenan kudu wajib antaran dimasukan dalam kardus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun