Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Begini Menyikapi Daftar Haji di Usia Tua

3 Juli 2018   00:08 Diperbarui: 3 Juli 2018   11:27 6828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang jemaah haji setibanya di tanah air bersujud sebagai ungkapan syukur di Bandara Kualanamu. Foto | Dokpri

Seorang rekan yang baru saya kenal dan berdomisili di Amerika Serikat (AS) bertanya, mengapa antrean menunaikan ibadah haji di Indonesia demikian ribet, lama dan banyak pula pesertanya? Kemudian ia juga mempertanyakan orang-orang berusia lanjut - yang kemudian dikenal sebagai lansia - sudah mendaftar demikian lama mengalami kesulitan lantaran baru berangkat 10 tahun ke depan.

Mendaftar berangkat haji sudah memasuki usia lanjut, jika ditambah lagi waktu menanti keberangkatan hingga 10 tahun, bisa dipastikan yang bersangkutan akan mengalami banyak kendala. Selain gangguan kesehatan, ia juga perlu tenaga pendamping agar pada puncak ritual haji dapat ditunaikan sesuai dengan tuntunan manasik haji.

Di Tanah Air, provinsi yang banyak muslimnya mengalami masa tunggu hingga 20 tahun lebih. Di Malaysia saja sudah 30 tahunan. Karenanya, ada di antara warga, seperti di Kalimantan Selatan (Kalsel)  sudah mendaftarkan anaknya berusia 4 tahun untuk berangkat haji. Dengan perhitungan, 20 tahun ke depan ia sudah akil balig (cukup akal, dewasa) dan siap berangkat haji. Ia juga tidak kena aturan larangan bahwa usia 18 tahun ke bawah tak bisa berangkat haji.

Rekan saya di AS itu menanyakan bahwa orang tuanya sudah berusia 75 tahun dan baru mendaftar. Kemudian dapat penjelasan yang bersangkutan berangkat 10 tahun kemudian.

Tentu saja dari sisi kesehatan dapat dipastikan bahwa bugarnya seseorang tidak sebaik ketika saat memasuki usia 60 tahun. Apa lagi ketika usia 80 tahun nanti. Tentu akan mengalami degradasi lebih tajam. Maklum, penyakit tua tak ada yang bisa membendung dan menahannya. Sekalipun ia seorang dokter. Hanya obat tua yang hingga kini belum ditemui. 

Kalau ada yang menyebut si dia itu awet muda, boleh jadi kalimat tersebut sebagai penghias bibir atau sekedar memuji seseorang lantaran tampilan yang segar karena kesehatannya dirawat dengan baik.

Kawan saya itu juga mengajukan pertanyaan lainnya. Mungkinkah seorang lansia untuk menunaikan ibadah haji mendapat prioritas dari pemerintah. Artinya, tidak harus menanti sampai 10 tahun ke depan. Hal ini erat kaitannya dengan usia sesorang meski usia harapan hidup di Indonesia kini rata-rata di atas 69,07 tahun.

Lah, kalau mendaftarnya saja sudah usia 75 tahun gimana nasib orang tua itu sepuluh tahun ke depan?

Seorang lansia yang hendak menunaikan ibadah haji, sayogianya harus berpikir dua kali lipat. Dipikir secara cermat dengan memperhitungkan aspek istithaah dalam berhaji.

Mengapa begitu?

Begini. Secara umum pengertian istithaah dalam haji adalah mampu secara lahir dan batin. Dari aspek batin yang bersangkutan punya niat kuat dan dari sisi lahir mampu secara materi. Dulu, difinisi istithaah diartikan sebagai punya dukungan dana (perbekalan) untuk berangkat dan bagi yang ditinggalkan. Selain itu, ia cukup sehat secara fisik untuk melaksanakan seluruh rangkaian ibadah itu. Pokoknya waras.

Berikutnya muncul aturan, yaitu, Permenkes 15 tahun 2016 tentang Istithaah (haji). Di sini aturan istithaah dipertegas lagi, yaitu, kemampuan kesehatan jemaah haji secara kesehatan fisik dan mental dengan pemeriksaan kesehatan yang terukur.

Terukur maksudnya: Pertama, memenuhi syarat istithaah kesehatan. Kedua, memenuhi syarat istithaah kesehatan dengan pendampingan. Ketiga, tidak memenuhi syarat istithaah sementara. Keempat, tidak memenuhi syarat istithaah.

Bagi jemaah yang tidak memenuhi istithaah kesehatan tak boleh diberangkatkan ke Tanah Suci. Alasanya sederhana, bahwa seseorang yang tidak mampu secara ekonomi dan perbekalan, Allah tak akan mewajibkannya. Dan, untuk menetapkan seseorang itu laik atau tidak, dari sisi kesehatan, yang berhak menetapkan adalah di tingkat Kabupaten/Kota.  

Jemaah haji yang ditetapkan tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan haji untuk sementara, merupakan jemaah haji dengan kriteria tidak memiliki sertifikat vaksinasi internasional (ICV) yang sah, menderita penyakit tertentu yang berpeluang sembuh, antara lain tuberkulosis (TB) sputum BTA positif, TB multi-drug resistance, DM tidak terkontrol, hiper tiroid, HIV-AIDS dengan diare kronik, stroke akut, pendarahan saluran cerna dan anemia gravis.

Selain itu, suspek (suspect) dan/atau ada penegasan terjangkit penyakit menular yang potensial wabah, psikosis akut, fraktur tungkai yang membutuhkan immobilisasi, fraktur tulang belakang tanpa komplikasi neurologis, hamil yang diprediksi hamilnya pada saat berangkat kurang dari 14 minggu atau lebih dari 26 minggu.

**

Lantas, bagaimana dengan orang tua rekan saya itu. Usia 80 tahun menunaikan ibadah haji sudah tidak sebugar ketika mendaftar 10 tahun silam. Orang tua ini oleh Ditjen Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama dimasukan ke kelompok usia beresiko tinggi, Risti.

Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 109 Tahun 2018 tentang Kuota Haji Tahun 2018 mengatur bahwa kuota haji Indonesia berjumlah 221.000. Kuota tersebut terbagi untuk 204.000 kuota haji reguler dan 17.000 kuota haji khusus. Untuk kuota haji reguler terbagi menjadi dua, yaitu 202.488 untuk jemaah haji reguler dan 1.512 untuk Tim Petugas Haji Daerah (TPHD).

Pada 2018 ini petugas haji mendapat kuota tambahan 600 orang menjadi 4.100 orang. Sebelumnya pada 2017 petugas haji tercatat 3.500 orang.  

Kembali kepada pertanyaan, mungkinkah usia 80 tahun bagi orang tua rekan saya itu dapat prioritas berangkat haji. Artinya, tidak menanti hingga 10 tahun ke depan?

Jika mengacu kepada penjelasan dari Kementerian Agama bahwa pengajuan usia minimal 75 tahun yang dapat disertai satu orang pendamping, sangat mungkin orang tua itu dapat prioritas. Apa lagi priortias cadangan dari jemaah haji yang berhak lunas disebut pada tahun 1440H/2019 sebanyak lima persen.

Baca juga : Istithaah Kesehatan bagi Jemaah Haji Belum Mujarab dan Istithaah Kesehatan Haji Berpotensi Naik ke Meja Hijau MK

Pertanyaan berikutnya, kapan? Ini yang sulit dijawab. Apa lagi Kementerian Agama menetapkan prinsip first come first serve, yaitu pertama datang pertama dilayani. Kementerian Agama memang memprioritaskan calon jamaah haji untuk berangkat lebih dulu ke tanah suci, khususnya yang berusia di atas 75 tahun ke atas. Para calon jamaah haji usia 75 tahun tidak perlu menunggu lama untuk bisa berangkat ke Tanah Suci. Namun, tidak semuanya bisa diberangkatkan sekaligus, karena jumlahnya juga cukup signifikan.  

Calon jamaah haji yang berusia lanjut tahun ini tercatat sekitar 50 ribuan lebih, sedangkan untuk haji khusus berusia 80 tahun ada sekitar 20 ribu calon jamaah. Tentu saja apabila semua diberangkatkan akan menimbulkan konsekuensi tersendiri, yaitu pelayanan prima tidak dapat diwujudkan. Tenaga petugas kesehatan tidak bisa bekerja optimal mengingat jemaah risti membutuhkan dukungan tenaga kesehatan lebih banyak.

**

Dilematis memang. Mau berangkat haji usia muda belum punya duit. Ketika sudah duit kumpul, tahu-tahu usia sudah lanjut. Dari sisi kesehatan (haji) pun mengalami kendala, makin usia tua penyakit berdatangan. Jadi, ketika usia tua dan punya uang, pilihan ideal memang menunaikan ibadah umrah dahulu tanpa membatalkan rencana berangkat haji meski hal itu membebani antrean daftar berangkat haji makin panjang setiap tahun.

Persoalannya, ibadah haji itu kan wajib bila sudah memenuhi syarat-syarat kemampuan (istithaah). Jika sudah demikian, terpulang kepada dorongan hati dan keimanan orang bersangkutan. Siap beribadah haji berarti siap pula dengan segala konsekuensinya.

Jika anda sudah mendaftar berangkat haji dan kini sudah usia lanjut, saran penulis, jangan mengundurkan diri. Tetaplah dalam barisan antrean sambil menanti panggilan "dadakan" dari kantor Kementerian Agama setempat. Toh, uang anda tak akan hilang. Lagi pula, bila terjadi seperti anda wafat, maka ahli waris dari keluarga anda bisa menggantikan posisi anda untuk berangkat haji.

Lagi-lagi memang dilematis. Tapi, itulah realitas (ibadah) haji. Karenanya, kini menunaikan ibadah umrah makin menarik. Bagi yang kelebihan rejeki, ya apa salahnya umrah dahulu. Rindu shalat di Masjidil Haram, Mekkah, dan shalat di Masjid Nabawi, Madinah, bagi setiap Muslim memang tak dapat dibendung.

Namun penting jadi catatan, ketika hendak melaksanakan ibadah umrah, maka harus dihindari penyelenggara (travel) umrah bodong atau tidak memiliki izin yang sering menipu jemaah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun