Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Hari Santri sebagai Momentum Menyukseskan Kerja BPJPH

22 Oktober 2017   21:35 Diperbarui: 27 Oktober 2017   10:32 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang kiai lalu menjelaskan bahwa perut sakit dan diare bisa disebabkan mengonsumsi daging babi. Mengonsumsi daging babi tidak berarti secara fisik, dimakan melewati mulut. Tetapi, lewat wadah yang sama, seperti peralatan untuk memasak pun dapat membawa dampak bagi kesehatan seseorang. Terlebih bagi santri yang tengah belajar thoriqoh.

"Tempat cuci piringnya pasti sama. Wadah, berupa panci atau penggorengannya sama. Itu sebabnya," kata kiai menjelaskan.

"Oh," kata sang santri.

"Lalu, obatnya?" kata Habdi lagi.

Lantas, di ujung pembicaraan itu, sang kiai minta agar ada anggota keluarga Habdi datang ke kediamannya. Untuk apa? Ya, mengambil air yang sudah didoakan untuk segera diminumkan kepada Habdi. Hasilnya 'cespleng', sembuh.

***

Seorang santriwati sering mencurahkan isi hatinya kepada sang kiai. Sebut saja namanya Saidah, yang tergolong rajin mengunjungi kiainya namun sudah dua bulan tidak pernah menunjukkan wajahnya lagi. Kabar saja tak terdengar, apalagi batang hidungnya nampak di kediaman pak kiai.

Karena itu sang kiai minta kepada seorang santri, Surya, untuk mencari tahu tentang kabar santriwati berparas molek dan cantik itu. Sebelum bercerita panjang, penulis berharap, harus dipendam jika di antara pembaca merasa curiga dengan sang kiai ini. Semisal, ah jangan-jangan sang kiai "punya hati" dengan Saidah yang hingga kini masih hidup tanpa pendamping.

Maklum, bila bicara tokoh kiai masih ada stigma di sebagian masyarakat bahwa seorang kiai tak sempurna jika hanya punya seorang nyai sebagai pendaming hidup. Tak selamanya pendapat itu benar.

Singkat cerita, sang kiai mendapat kabar. Santri yang menjadi utusannya, Surya, melapor bahwa santriwati bernama Saidah kini wajahnya dipenuhi bintik-bintik kehitaman. Ia merasa malu untuk ikut kegiatan manaqib atau berupa kegiatan pengajian rutin pada majelis ta'lim yang dipimpin mursyid atau gurunya itu.

Setelah mendapat laporan dari santri Surya, lama sang kiai terdiam diri. Di ruang tamu pak kiai yang cukup luas itu, suasananya kemudian jadi hening. Sepi. Lalu, tanpa sadar Surya pun ikut-ikutan berucap Istighfar dengan suara perlahan, mengikuti irama sang kiai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun