Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Goreng Pepesan Kosong

18 Oktober 2017   14:36 Diperbarui: 18 Oktober 2017   14:57 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya memang Salmah diam-diam berdiskusi dengan Bahudin tentang rencana suaminya membuka cafe, dengan menu beragam gorengan. Termasuk menggoreng isu, seperti kelompok Saracen yang banyak diberitakan lewat layar kaca.

Atas dorongan Bahudin, Salmah melaporkan suaminya. Sebab, keyakinan Salmah, jika sudah berada di kelompok Saracen, itu berarti Bang Toing masuk sindikat penyebar rasa benci, berita bohong. Keyakinan itu makin menguat lagi, setelah pensiun Bang Toing setiap malam begadang di warung kopi. Itu tidak bisa dibiarkan. Sebab, itu masuk perbuatan zalim.

"Sialakan bapak dan ibu masuk," panggil seorang polisi yang banyak melayani pengaduan masyarakat.

Setelah kedua tamu polisi itu duduk, Mpok Salmah sudah berceloteh. Mulutnya nyerocos seperti petasan cabe rawit. Padahal pak polisi di pos yang biasa melayani pengaduan masyarakat itu belum mengajukan pertanyaan.

"Suami saya mau ikut-ikutan buka cafe. Katanya, di situ mau mengoreng isu. Pasti laku seperti nasi goreng dan kentang goreng. Yang datang pasti banyak. Ia juga nyebut kaya Saracen. Saya takut, pak polisi," kata Salmah yang disambut anggukan kepala Bahudin.

"Boleh saya bertanya kepada ibu?" tanya sang polisi.

"Iya. Tadi kan udah diceritakan," kata Mpok Salmah.

"Iya. Tapi saya kan belum bertanya?" kata sang polisi.

Kemudian sang polisi minta identitas pelapor dan menanyai pekerjaan sehari-hari Mpok Salmah. Termasuk identitas Bang Toing sebagai orang yang dilaporkan.

"Jadi, kesimpulannya, Bang Toing mau jualan gorengan isu dan gorengan lainnya yang ibu takutkan," kata polisi.

"Iya, pak. Takut sekali," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun