Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Balada Bang Combro dari Desa Pakuhaji

18 Juli 2017   15:29 Diperbarui: 19 Juli 2017   20:05 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (KOMPAS.COM/IRA RACHMAWATI)

Nama sebenarnya Ahmad, tapi entah mengapa si abang dari Kampung Pakuhaji ini lebih beken dipanggil Bang Combro. Warga juga tak sulit menjumpai Bang Combro karena pondokannya tak jauh dari gang sempit lantaran ojek saja tak bisa masuk. Di gang pinggir jalan raya ini banyak penumpang turun dari ojek atau angkot untuk bertandang ke kediaman Bang Combro yang masih hidup membujang.

Sebutan combro yang melekat dan kemudian mengubah nama Ahmad itu bukan lantaran datang dari inisiatif dirinya. Bukan pula kemauan orang tuanya, karena combro adalah nama makanan terbuat dari singkong parut yang kemudian digoreng dengan terlebih dahulu diisi oncom dan cabe rawit.

Lantas dari mana si Abang Combro begitu beken di seantaro kampung Pakuhaji?

Sejatinya Ahmad tak suka dengan panggilan Bang Combro. Tapi karena warga setempat terus menerus menyebut demikian maka Ahmad tak bisa menolak.

"Lu jangan panggil gue gitu. Babe gue ngasih nama ada maksudnya. Name gue mengandung doa dari orang tua," pinta Ahmad kepada tetangganya, Manan yang biasa ikut membantu menggotong singkong dari pasar.

Permintaan itu tak diindahkan. Bahkan warga setempat lebih sering memanggil Ahmad dengan Bang Combro. Latar belakang warga menyebutnya Bang Combro karena ia satu-satunya pedagang Combro di kampung Pakuhaji.

Setiap pagi ia membeli singkong berkualitas di pasar tradisional terdekat. Mengupas. Lalu memarut singkong yang telah dibersihkan. Agar ruangan di rumah kontrakannya tak sempit, kulit singkong diangkut keluar. Tidak dibuang ke tempat sampah, tapi diberikan kepada kambing yang banyak berkeliaran di lapangan bola terdekat.

Jelas saja para pengangon atau pengembala kambing merasa senang. Kambing kenyang pemiliknya ikut merasa nyaman. Selain itu, Bang Combro gemar bermasyarakat. Ikut gotong royong jika ada kegiatan bersih kampung. Apa lagi kegiatan sosial di masjid meski ia tak besar memberi bantuan keuangannya.

Sehari-hari Bang Combro menjajakan combro di tepi jalan. Di situ, sambil menggoreng combro ia melayani pembeli baik yang datang berjalan kaki atau naik motor. Para anak gadis pun suka beli dan makan combro. Mereka bersandau gurau dengan menyebutnya oncom di jero terasa hangat dan pedas merangsang mengunyah.

Tanpa papan nama, tanpa pengumuman pun warga kampung Pakuhaji tahu bahwa Bang Combro orangnya dikenal ramah, supel, ganteng dan berbadan kekar. Jika ada orang lupa membayar kurang, Bang Combro tidak rewel. Ia banyak melempar senyum.

***

Bang Combro memang anak asli Kampung Pakuhaji. Bapaknya sepulang ibadah haji dipanggil Pakuhaji oleh para tetangganya. Entah apa latar belakang nama orang tuanya disebut Pakuhaji. Seingat Bang Combro, nama orang tuanya Pak Engku. Artinya orang yang dituakan dan dihormati. Lantas, kok kemudian menjadi Pakuhaji? Lantas, kenapa pula Bang Combro hidup menjadi pengontrak di kampungnya sendiri?

Ini adalah bagian dari sejarah Bang Combro. Pada awal tahun 50-an, orang tua Bang Combro kecil sudah mengirim ke salah satu Pondok Pesantren di Cisoka. Tak jauh dari Kampung Pakuhaji. Sama-sama masih wilayah Tangerang, Banten.

Usai menjalani kehidupan santri bertahun-tahun, sang kiyai minta Bang Combro pulang dan berpesan bahwa kampung halamannya adalah Pakuhaji. Kampung yang kini menjadi sebuah kecamatan yang diambil dari nama orang tuanya. Ia pun diminta pandai-pandai bawa diri dan jaga diri. Maklum, Banten termasuk wilayah keras. Keras dari sisi masyarakatnya dan juga ilmu kanuragannya.

Siapa yang tidak kenal dengan kesenian debus dan ilmu bela diri pencak silat dari daerah ini. Tetapi jangan dikira dari kawasan ini pun banyak pendekar mandraguna dan alim. Sebutan jawara adalah sudah lama dikenal di kawasan Banten.

Selama di pondok pesantren, beragam ilmu agama diberika sang kiyai. Baca Alquran tentu pandai, tampil di hadapan publik pun bisa seperti menjadi khotib jumatan, imam masjid dan memberi tausiyah kepada orang yang memintanya. Termasuk pekerjaan yang tidak dipikirkan banyak orang. Yaitu, memandikan mayat.

***

Sayang, ketika kembali di kampung itu orang tuanya sudah wafat. Anggota familinya pun banyak tak kenal bahwa Ahmad bin Pak Engku yang kini dikenal Bang Combro sesungguhnya putra daerah setempat. Maka, ia pun mengambil sekamar kontrakan dan membayarnya dari penghasilan jual kue combro.

Belakangan ini nama Bang Combro dari Kampung Pakuhaji makin beken. Bukan karena kue combronya yang memang enak terbuat dari ubi kayu atau singkong berkualitas yang dibuatnya, tapi karena kehebatan ilmu jaga diri yang dimiliki.

Setiap hari ojek banyak menurunkan penumpang untuk bertandang ke kediamannya. Termasuk sopir angkot, ketika disebut dimana kediaman Bang Combro dengan cepat menunjukkan rumah kontrakannya. Para tetamu Bang Combro umumnya berjumpa minta dibuatkan "air" -- air yang didoakan -- agar orang yang terkena ilmu santet segera sembuh.

Bang Combro melayani semua permintaan tamunya itu. Tanpa imbalan. Namun saat ia berdagang combro pada sore hari para tamu tidak dilayani. Akibatnya, rumah kontrakan penuh dengan tetamu menanti Bang Combro usai berdagang.

Udara panas Kamis petang boleh jadi bukan hari keberuntungan bagi Bang Combro. Penggorengan berisi minyak panas dan gorengan combro ditabrak mobil Satuan Polisi Pamong Praja setempat. Beberapa anggota polisi itu turun serempak dari mobil bak terbuka. Beruntung Bang Combro yang terkena tumpahan minyak panas tidak luka bakar. Bahkan kulitnya memerah pun tidak.

Sedangkan beberapa orang di sekitar yang kecipratan minyak panas berteriak-teriak. Bang Combro tidak tinggal diam. Ia pun menolong orang-orang yang terkena cipratan minyak  panas dengan cara mengusap bagian terkena dengan telapak tangannya.

Belum semua orang terkena minyak panas ditolongi, Bang Combro pundaknya dicengkram polisi pamong praja tadi. Tangannya secepat kilat diborgol ikatan plastik tebal. Ia dorong dan diminta naik ke mobil bak terbuka. Maksudnya, hendak dibawa ke kantor terdekat untuk dimintai keterangan. Tapi Bang Combro berdiri tegak di belakang mobil, sementara yang mendorong semakin tak bertenaga.

Tak lama, Bang Combro membalikan badan ke arah beberapa polisi. Katanya: "Gue ditangkap, lantaran ape?"

***

Warga sekitar kumpul. Mereka seolah asyik menyaksikan tontonan baru. Terlebih ada orang merintih kesakitan dibiarkan petugas berwajib, sedangkan orang yang memberi pertolongan diringkus begitu saja. Tanpa bak bik buk dulu.

"Nggak ada sopannya ntu petugas," kata seorang yang kesakitan terkena cipratan minyak goreng panas dari kuwali masakan Bang Combro.

Di hadapan beberapa anggota polisi yang menabrak penggorengan atau kuwali berisi minyak panas, Bang Combro bilang: "Hanya dengan izin-Nya ini iketan (borgol) gue lepas. Lu jangan tersinggung."

Secepat kilat pula borgol lepas dan jatuh ke tanah. Semua orang diam. Beberapa warga yang tengah berkumpul menyaksikan adegan itu berdecak kagum. Ini bukan ilmu kebal seperti debus, tapi ini ilmu membuka borgol cara halus.

"Tolong jelasin, ade ape ini?" tanya Bang Combro kepada salah seorang polisi.

"Gini," sahut seorang polisi.

"Saya dapat laporan, ada pedagang combro laris karena pakai daun ganja. Pedagang combro kan di sini cuma satu-satunya," sambung sorang polisi.

Bang Combro tidak menyahut. Ia diam. Belum ia menjelaskan tentang dagangannya, warga setempat menimpali pembicaraan polisi pamong praja ini.

"Nggak ada itu. Combro kan terbuat dari parutan singkong, bumbu oncom, jabe rawit irisan. Biar enak, pakein deh daun kemangi. Wangit," ungkap seorang ibu.

Mendengar penjelasan ini, polisi terdiam sambil menunduk menyaksikan pecahan kue combro berantakan di permukaan aspal. Ada beberapa yang pecah, sehingga terlihat bagian dalam dari combro bersangkutan.

Tidak lama, kerumunan warga pun bubar. Bang Combro menghadapi kasus itu cuma bisa memberi maaf kepada pelakunya.

*) Catatan: Maaf, bila ada kesamaan nama dan tempat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun