Berbekal alasan itulah, usai pertunjukan sulap, Budin berusaha menemui rekannya itu. Sayangnya, ketika berjumpa, Bengek mengaku tak kenal dengan Budin. Bahkan ketika disebut Bengek pernah menjadi Raja Lenong dan ia menjadi anggota kelompoknya, Bengek bersikeras tak pernah mengenal nama Budin.
Budin pun diusir. Rekan-rekannya pun secepatnya mendorong tubuh Budin agar cepat keluar dari ruang ganti pakaian. Budin tak kuasa menahan sedih. Rupanya, Bengek masih menyimpan dendam, seperti ketika ia meminta Budin untuk ikut kelompoknya lagi, namun ditolak.
Di perjalanan menuju  tempat parkir, Budin belum juga melepaskan rasa sedih atas peristiwa yang baru dialami. Masih dalam suasana sedih, tiba-tiba empat orang muda berperawakan badan besar dan menyeramkan menjumpainya. Tanpa bertanya bak bik bu lagi, leher Budin dipiting. Tiga orang lainnya mengayunkan tinju ke perut dan muka. Beruntung, Budin dapat mengatasi karena pernah belajar silat.
Pitingan di leher cepat dilepaskan. Namun dua pukulan sempat mendarat di perutnya. Budin memberi perlawanan sengit. Lawan-lawannya bisa dilumpuhkan, mereka terkapar di jalan beraspal.
Tak lama, beberapa anggota Satpam setempat datang dan mengamankan para penyerang Budin. Ketika diperiksa sebelum diserahkan ke polisi, keempatnya mengaku sebagai orang suruhan cebol Bengek.
Anggota kelompok Bengek diringkus polisi . Tak berapa lama, sang ketua si cebol Bengek Raden Kanjeng Ajisakti itu juga ikut ditangkap bersama sejumlah barang haram narkoba di tasnya. Ia ternyata pengguna dan pengedar narkoba di kalangan anak muda.Â
Dan, menghadapi kenyataan itu, Budin pun cuma sanggup mengucap: Astaghfirullah, memohon ampun kepada Yang Maha Kuasa. Moga-moga rekannya itu dapat diampuni Allah.
Oleh Edy Supriatna Sjafei
Jakarta, 9 Oktober 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H