Tampilan si cebol Bengek seperti itu membawa pengaruh kepada teman-temannya. Setiap pemain lenong yang harus membawa peran tertentu tidak bisa ditampilkan secara maksimal. Pasalnya, penonton melontarkan cemoohan. Bahkan ada di antaranya melempari kacang dan benda-benda lainnya ke atas panggung, sehingga mengganggu jalannya pertunjukan.
Akhirnya, pertunjukan tak dapat dilanjutkan karena rekan-rekan si cebol Bengek tak sanggup menghadapi cemoohan yang dirasakan sangat menyakitkan hati itu.
Bengek merasa murka. Bukan lagi di atas pentas, tetapi sekali ini marah di luar panggung. Di luar dari singgasananya. Di hadapan publik, khususnya warga di kampung kelahirannya itu, ia ingin beken seperti orang tuanya karena kekayaannya. Bengek terobsesi seperti orang tuanya Pak Entong yang punya toko bangunan material itu. Padahal usianya masih bau kencul, sekitar tujuh belas tahunan.
Kini karir cebol Bengek hancur di dunia persilatan lonong. Namun teman-temannya tetap setia menjadi pengikut. Sebabnya, ia punya uang cukup. Â Sayangnya, ia tidak terlalu ngotot dengan biaya yang besar itu seharusnya dapat digunakan untuk menyelesaikan pendidikannya. Ia malah asyik dengan dirinya sendiri banyak dikelilingi teman-temannya, yang mudah diatur bagai seekor kerbau dicucuk hidungnya. Kemana si cebol Bengek pergi, teman-temannya mudah untuk diajak ikut serta.
*****
Budin kaget bukan kepalang. Ia menyaksikan rekannya Bengek dalam sebuah pertunjukan sulap dengan didampingi rekan-rekannya ketika aktif menjadi pemain lenong. Si cebol Bengek masih setia dengan pakaian kebesarannya 10 tahun silam. Pakaian berjubah dan sorban di kepala disertai aksesoris mengkilap. Dengan pakaian kebesaran layaknya seorang raja itu, ia terlihat mahir memainkan benda yang nampak dan dalam sekejap hilang dari pandangan mata.
Termasuk mengubah penampilan lembaran kertas menjadi uang.
Penampilan Bengek sebagai tukang sulap yang disaksikan Budin tidak sekali saja. Setiap Bengek tampil ia tonton. Jadwal penampilan Bengek sebagai pesulap di berbagai tempat dapat ketahui dari iklan radio dan suratkabar. Bengek kini makin beken saja. Ia pun sudah mengubah nama menjadi Raden Kanjeng Ajisakti, seperti yang diumumkan setiap kali tampil melalui pembawa acara.
Meski si cebol Bengek sudah beken dengan panggilan Raden Kanjeng Ajisakti, Budin menahan diri untuk tidak buru-buru menemuinya walau ada kesempatan seusai pertunjukan. Budin berfikir mengapa temannya yang berperawakan pendek itu senang sekali mengenakan pakaian kebesaran. Bengek sepertinya kini menemukan dirinya; punya pengikut setia, tampil dengan pakaian ‘megah’ dan populer.
Yang menarik Budin,  mengapa ia rajin menyaksikan pertunjukan rekannya itu, adalah setiap kali tampil sebelum naik ke atas panggung – Raden Kanjeng Ajisakti itu membakar menyan di panggung. Alasan si pesulap, untuk menimbulkan kesan magis kepada penonton.
Budin lambat laun tak tahan menyaksikan rekannya. Pasalnya, ia menilai rekannya itu, Bengek yang mengubah nama menjadi Raden Kanjeng Ajisakti itu sudah manjauhi ajaran agama yang dipeluknya. Ia menduga-duga bahwa Bengek sudah memilih jalan sesat seperti Dimas Kanjeng yang menipu banyak orang dengan melipatgandakan uang, menarik pengikutnya dengan aroma agama. Kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi hingga kini masih jadi sorotan publik dan menjadi buah bibir di seantero Nusantara.