Mohon tunggu...
Edward Simanungkalit
Edward Simanungkalit Mohon Tunggu... -

Selama ini terus belajar menulis yang dimulai sejak tahun 1993 hingga sekarang. Belakangan belajar menulis buku dan telah berhasil menulis buku: "ORANG TOBA: Asal-usul, Jatidiri, dan Mitos Sianjur Mulamula" (2015). Aktivitas menulis ini didasari satu keyakinan bahwa "kebenaran itu memerdekakan". Ternyata belajar itu tak ada hentinya, karena belajar di Sekolah Kehidupan tak ada habis-habisnya. All Truth is God's Truth.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

MENGGUGAT HARI KARTINI: Kartini di Antara Para Wanita Luar Biasa

21 April 2016   01:04 Diperbarui: 25 April 2016   00:22 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan bantuan Bupati R.A. Martenagara, kakeknya, dan Den Hamer yang menjabat inspektur Kantor Pengajaran ketika itu, maka pada 16 Januari 1904 Dewi Sartika berhasil membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Adapun tenaga pengajarnya yaitu: Dewi Sartika sendiri dibantu dua saudara misannya, Ny. Poerwa dan Nyi Oewid. Murid-murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang menggunakan ruangan pendopo kabupaten Bandung. 

Pada tahun-tahun berikutnya di beberapa wilayah Pasundan bermunculan beberapa Sakola Istri, terutama yang dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika. Tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, seseorang yang memiliki visi dan cita-cita yang sama, guru di Sekolah Karang Pamulang, yang pada waktu itu merupakan Sekolah Latihan Guru. Pada tahun 1912 sudah berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota kabupaten (setengah dari seluruh kota kabupaten se-Pasundan). 

Pada tahun 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan). Semangat ini menyeberang ke Bukittinggi, di mana Sakola Kautamaan Istri didirikan oleh Encik Rama Saleh. Seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakola Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya pada tahun 1920 ditambah beberapa yang berdiri di kota kewedanaan. Pada September 1929, Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, yang kemudian berganti nama menjadi "Sakola Raden Déwi". 

Atas jasanya dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda. Dewi Sartika meninggal di Tasikmalaya pada 11 September 1947.

Rohana Kudus (1884-1972) yang lahir di Koto Gadang adalah pendiri surat kabar perempuan pertama di Indonesia. Dia adalah saudara tiri dari Sutan Syahrir dan maktuo dari Khairil Anwar serta saudara sepupu dari H. Agus Salim. Sewaktu ayahnya bertugas di Alahan Panjang, mereka bertetangga dengan pejabat Belanda atasan ayahnya. 

Walaupun Rohana tidak bisa mendapat pendidikan secara formal namun ia rajin belajar dengan ayahnya, seorang pegawai pemerintah Belanda yang selalu membawakan Rohana bahan bacaan dari kantor. Dari isteri pejabat Belanda tetangganya, dia belajar menjahit, menyulam, merenda, dan merajut. 

Darinya juga dia banyak membaca majalah terbitan Belanda yang memuat berbagai berita politik, gaya hidup, dan pendidikan di Eropa yang sangat digemarinya. Setelah menikah dengan Abdul Kudus, seorang notaris, dengan berbekal semangat dan pengetahuan yang dimilikinya, Rohana mendirikan sekolah keterampilan khusus perempuan pada 11 Februari 1911 yang diberi nama Sekolah Kerajinan Amai Setia. 

Di sekolah ini diajarkan berbagai keterampilan untuk perempuan, keterampilan mengelola keuangan, tulis-baca, budi pekerti, pendidikan agama dan Bahasa Belanda. Rohana juga menulis puisi dan artikel serta fasih berbahasa Belanda serta menjadi perantara untuk memasarkan hasil kerajinan muridnya ke Eropa yang memang memenuhi syarat ekspor. 

Ini menjadikan sekolah Rohana berbasis industri rumah tangga serta koperasi simpan-pinjam dan jual-beli pertama yang anggotanya semua perempuan di Minangkabau.Rohana juga menulis puisi dan artikel serta fasih berbahasa Belanda, sehingga kiprah Rohana menjadi topik pembicaraan di Belanda. Berita perjuangannya ditulis di surat kabar terkemuka dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatera Barat. 

Keinginan untuk berbagi cerita tentang perjuangan memajukan pendidikan kaum perempuan di kampungnya ditunjang kebiasaannya menulis berujung dengan diterbitkannya surat kabar perempuan yang diberi nama Sunting Melayu pada tanggal 10 Juli 1912. Sunting Melayu merupakan surat kabar perempuan pertama di Indonesia yang pemimpin redaksi, redaktur dan penulisnya adalah perempuan. 

Di Bukittinggi, kemudian hari Rohana mendirikan sekolah dengan nama “Rohana School” pada tahun1916. Di kota ini dia memperkaya keterampilannya dengan belajar membordir pada orang Cina menggunakan mesin jahit Singer. Karena jiwa bisnisnya juga kuat, selain belajar membordir Rohana juga menjadi agen mesin jahit untuk murid-murid di sekolahnya sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun