Mohon tunggu...
Edward Simanungkalit
Edward Simanungkalit Mohon Tunggu... -

Selama ini terus belajar menulis yang dimulai sejak tahun 1993 hingga sekarang. Belakangan belajar menulis buku dan telah berhasil menulis buku: "ORANG TOBA: Asal-usul, Jatidiri, dan Mitos Sianjur Mulamula" (2015). Aktivitas menulis ini didasari satu keyakinan bahwa "kebenaran itu memerdekakan". Ternyata belajar itu tak ada hentinya, karena belajar di Sekolah Kehidupan tak ada habis-habisnya. All Truth is God's Truth.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

MENGGUGAT HARI KARTINI: Kartini di Antara Para Wanita Luar Biasa

21 April 2016   01:04 Diperbarui: 25 April 2016   00:22 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Marta Christina Tiahahu (1800-1818) adalah putri Kapitan Paulus Tiahahu dari Desa Abubu di Pulau Nusa Laut. Di usianya yang ke- 17 tahun mengangkat senjata bersama ayahnya membantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817 melawan Belanda. Dalam pertempuran sengit di Desa Ouw – Ullath Pulau Saparua, ayahnya berhasil ditawan Belanda dan menjalani hukuman tembak mati. 

Dia terus bergerilya di hutan, namun berhasil tertangkap dalam keadaan kesehatannya terganggu. Dalam perjalanan ke pembuangan di Pulau Jawa, dia meninggal di kapal perang oleh karena tidak mau berobat dan tidak mau makan dalam keadaan sakit. Jasadnya dilepaskan dengan penghormatan militer (2/1-1818).

Cut Nyak Dhien (1848-1908), adalah isteri dari Teuku Umar yang memilih untuk melanjutkan perjuangan bersenjata setelah suaminya meninggal. Di masa tuanya yang sudah rabun dia tetap di dalam hutan bergerilya dalam kejaran pasukan Belanda. Dalam kondisi tubuh sudah tua dan sakit serta rabun akhirnya Cut Nyak Dhien tertangkap oleh Belanda dan dibuang ke Sumedang pada tahun 1906. Di sana dia meninggal pada tahun 1908.

Teungku Fakinah (1856-1938) adalah seorang wanita ulama besar yang menjadi pahlawan memimpin sebuah kesatuan dalam perang Aceh dan setelah perang usai dia mendirikan Pusat Pendidikan Islam yang bernama Dayah Lam Biran. Teungku Fakinah telah menjadi janda setelah suaminya gugur di medan perang. Sejak itulah dia membentuk badan sosial dengan menggerakkan janda-janda dan wanita-wanita untuk mengumpulkan sumbangan rakyat berupa padi dan uang sebagai perbekalan peperangan. 

Sedang bagi anggota yang tinggal di tempat, maka kerjanya mempersiapkan makanan bagi orang-orang yang datang untuk membantu perang dan menuangkan timah untuk peluru senapan. Semuanya pekerjaan itu di bawah pimpinan Teungku Fakinah, sedang dia sendiri mendatangi rumah-rumah orang besar dan kaya untuk meminta zakat dalam rangka membantu peperangan Aceh yang sedang berkecamuk. Sementara itu di Lam Krak didirikan 4 buah benteng di bawah komando Teungku Fakinah. 

Dia kenal baik dengan Cut Nyak Dhien dan Cutpo Fatimah. Sejak hancurnya benteng pertahanan yang berada di bawah komandonya disertai gugurnya suami keduanya, maka dia bergerilya bersama ibu dari Panglima Polim. Atas permintaan Panglima Polim supaya Teungku Fakinah pulang kenbali ke kampung halaman untuk membuka kembali pesantren di Lam Krak. Pada tahun 1911, Teungku Fakinah pulang ke Lam Krak dan membuka kembali pesantren. Dalam pembangunan kembali pesantren ini banyak masyarakat yang memberikan sumbangannya, sehingga pembangunan berjalan lancar. Banyak janda-janda dan gadis-gadis berdatangan dari berbagai penjuru Aceh untuk belajar mengaji ke sana. Dalam usianya yang ke 75 tahun, Teungku Fakinah menghembuskan nafasnya yang terakhir pada tahun 1938.

Cut Meutiah (1870-1910), anak Teuku Ben Daud, uleebalang Pirak yang setia terhadap Sultan Aceh, Muhammad Daud Syah. Bersama ayahnya dan suaminya, dia berperang melawan Belanda. Sampai akhirnya dia ditemukan Belanda, tetapi tetap tidak mau menyerah hingga akhirnya dia gugur dengan peluru Belanda di kepala dan tubuhnya pada 25 Oktober 1910.

Cutpo Fatimah (18..-1912), teman seperjuangan Cut Meutia dan puteri ulama besar Teungku Chik Mata Ie. Cutpo Fatimah juga merupakan rekan dari Teungku Fakinah sewaktu bersama-sama membangun benteng pertahanan di Lam Krak. Bersama suaminya, Teungku Di Barat, melanjutkan perang setelah Cut Meutiah gugur pada tahun 1910. Dalam pertempuran pada tanggal 22 Pebruari 1912, Cutpo Fatimah gugur bersama suaminya dengan bertindih.

Pocut Meurah Intan (1873-1937) adalah puteri keturunan keluarga bangsawan dari kalangan kesultanan Aceh. Suaminya juga merupakan anggota keluarga Sultan Aceh dan memperolah 3 orang putera. Kemudian hari suaminya menyerah kepada Belanda, dia bercerai dari suaminya dan mengajak ketiga anaknya untuk terus berperang, sehingga anak pertama dan bungsunya dikenal sebagai pemimpin utama pergerakan. Pada tahun 1900, putra tertuanya tertangkap oleh Belanda dan dibuang ke Tondano, Sulut. Sedang Pocut Meurah berhasil ditangkap Belanda pada tahun 1902 dan keadaan terluka parah. Setelah sembuh dia dimasukkan ke dalam penjara bersama putra keduanya. Pada tahun 1905 putra bungsunya berhasil ditangkap Belanda dan pada tahun itu juga mereka bertiga dibuang ke Blora, Jawa. Pocut Meurah Intan meninggal pada 19 September 1937.

Pocut Baren (18..-1928) adalah seorang pahlawan dan ulama wanita dari Aceh. Selain menjadi panglima perang menggantikan suaminya yang gugur di medan pertempuran, ia pun menjadi uleebalang daerah Gume menggantikan suaminya juga. Sejak muda ia terjun ke kancah pertempuran dan ikut bergerilya bersama pasukan yang dipimpin Cut Nyak Dhien. Pocut Baren telah melakukan perlawanan terhadap Belanda sejak tahun 1903 hingga tahun 1910 dan terus melanjutkan perjuangan meskipun Cut Nyak Dhien sudah tertangkap. 

Dia tertangkap dalam pengepungan terhadap gua di Gunong Mancang, karena kakinya terluka tembak. Dia dibawa Belanda ke Kutaraja dan kakinya membusuk, sehingga diamputasi dan kemudian hari dikembalikan ke kampung halamannya di Tungkop. Meskipun demikian, dia tetap menyemangati para pengikutnya melalui syair dan pantunnya, agar tetap bersemangat melakukan perlawanan terhadap Belanda. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun