Awalnya koran ini hendak di beri nama Bentara Rakyat. Rencana dan usulan itu dihadang oleh PKI hingga terjadi penundaan terbit. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam sejarah penerbitas surat kabar Kompas adalah Frans Seda, P.K Ojong, dan Jakob Oetama. Frans Seda dalam idenya untuk menerbitkan surat kabar (Gagasan Baru) bersama P.K. Ojong dan Jakob Oetama yang ingin menerbitkan surat kabar Intisari. Kedua Kelompok itu Partai Katolik Indonesia dan wartawan Katolik Jawa sepakat untuk mendirikan sebuah koran dengan nama Kompas.
Kedekatan Kompas dan Partai Katolik berlangsung hingga tahun 1971. Setelahnya Kompas menjadi surat kabar yang profesional dan menjadi perusahaan bisnis hingga sekarang. Kompas mengembangkan Jurnalisme Kepiting yang mana gaya jurnalistiknya penuh dengan kehati-hatian. Hal ini dilakukan agar bisa bertahan dan tidak dibredel oleh pemerintah. Tahun 1978 Kompas nyaris dibredel oleh penguasa karena kepekaanya memberitakan tentang kepala negara dan keluarganya (Haryanto, 2011; Simartama, 2014).
Harian Kompas berada di bawah perusahaan Kelompok Kompas Gramedia (KKG). Kelompok usaha ini terdiri dari: (1) PT Kompas Media Nusantara yang bergerak di bisnis media dan (2) PT Transito Asri Media yang bidang usahanya meliputi asuransi, periklanan, bank, perhotelan, supermarket, sekolah dan lain sebagainya. Kelompok Kompas Gramedia juga merangkul dan mendukung surat kabar lokal, antara lain; Serambi Indonesia (Banda Aceh), Sriwijaya Post (Palembang), Mandala (Bandung), Bernas (Yogyakarta), dan Surya (Surabaya).
Bisnis Media juga dikembangkan untuk menjangkau terget konsumen yang spesifik seperti: bacaan anak-anak, musik dan gaya hidup, psikologi populer, kesehatan, lingkungan hidup, fotografi, kommputer, olahraga, dan infotainment. Berpusat di Jalan Palmerah selatan Nomor 26-28 Jakarta, Kompas juga memiliki media cetak lainnya seperti Koran Kontan dan Tribun Network. Â Jakob Oetama menjadi direktur KKG sebagai pemilik saham terbesar di harian Kompas (Haryanto, 2011; Simartama, 2014).
Kompas Gramedia merupakan perusahaan multi media berbasis pengetahuan (Knowledge-Based Multimedia Company) terbesar di Indonesia. Dalam Kompas Gramedia terdapat perusahaan-perusahaan yang mempunyai visi dan misi untuk mencerdaskan dan menghidupkan tanah air. Perusahaan-perusahaan itu meliputi: koran, koran regional, majalah, media olahraga, penerbit buku, media digital, periklanan, distribusi, percetakan, televisi, radio, hotel, toko buku, manuvaktur, universtas dan pelbagai aplikasi media digital.
Perkembangan internet turut menggiring kemajuan kompas untuk meluncurkan Kompas Cyber Media (KCM) sebagai portal berita terbesar di Indonesia. Kompas.com tidak hanya berisi informasi berita tetapi juga hiburan, game dan versi online cetak. Pelbagai fitur media online juga tersedia portal ini. Dukungan jurnalisme warga (citizen journalism) nampak dalam kehadiran kompasiana.com pada tanggal 1 September 2008. Kompasiana.com berkembang menjadi social blog yang melibatkan jurnalis harian Kompas, Kompas Gramedia, penulis tamu dan artis (Simartama, 2014).
Berdasarkan riset AC Nielsen 2018 Tiras harian kompas menduduki oplah tertinggi di seluruh Indonesia. Â Terbesar jika dibandingkan dengan surat kabar nasional lainnya. Awalnya Kompas terbit sebagai surat kabar mingguan dengan 8 halaman, lalu kemudian dalam seminggu Kompas dapat terbit sebanyak 4 kali. Pada tahun 1965 Tiras kompas mencapai 7.739 setahun kemudian Tiras kompas bertambah menjadi 34.772. Tiras kompas sempat turun ke angka 33.442. pada tahun 1967. Surat Kabar ini pernah mencapai oplah terbesar di Asia (1990-1991) sejak perang teluk yang tirasnya mencapai 700.000. Tiras Kompas kemudian menurun pada tahun 2000-an.
Pada tahun 2001 (507.000), 2002 (509.000), 2003 (506.000) dan pada tahun 2004 kembali mencapapi 509.000. Pada tahun 2011 Kompas versi cetak memiliki oplah rata-rata 500.000 eksemplar perhari dengan jumlah pembaca mencapai 1.850.000 orang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan Asia Tenggara. Fluktuasi oplah Kompas bergerak sesuai dengan selera pasar, perkembangan teknologi dan persaingan dengan media online lainnya.
Kompas pernah diarang untuk melakukan penerbitan terkait peristiwa G30S/PKI dan menyusul terkait pemberitaan pencalonan Soeharto sebagai presiden untuk ketiga kalinya. Â Mayoritas pembaca kompas adalah lulusan perguruan tinggi (60%) dan sekitar 30% pembaca Kompas memiliki pengeluaran bulanan paling sedikit 2.250.000 (Simartama, 2014). Â
Melalui motto "Amanat Hati Nurani Rakyat" Kompas menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat. Dalam pemberitaan Kompas mengedepankan kepentingan umum dan bertujuan untuk kemaslahatan hidup bersama. Kompas tidak segan untuk melakukan pemberitaan terhadap kelompok golongan dan penguasa. Era reformasi mendukung model pemberitaan kompas yang bebas dan bertanggung jawab untuk mencapai bonnum communae. Prinsip Kompas berpijak pada kondisi dan keadaan masyarakat Indonesia yang majemuk.
Kompas menyediakan forum dialog untuk pelbagai opini dari pelbagai latar belakang sosial, politik dan ekonomi dan budaya. Aspirasi masyarat tersalurkan melalui Kompas. Kompas menuntun masyarakat untuk bergerak maju dalam kebhinekaan. Â Falsafah Pancasila dan demokrasi menjadi fondasi untuk mengembangkan kultur Indonesia yang majemuk. Alih-alih kontrol terhadap pemerintah dijalankan oleh Kompas terkesan konservatif namun tetap melakukan koreksi yang bersifat agitatif, bergaya agresif tergantung sasaran dan waktunya. Kompas membutuhkan iklan untuk keberlangsungan hidupnya. Bahaya akan dominasi iklan tidak seharusnya melemahkan kualitas dan integritas surat kabar nasional ini (Haryanto, 2014; Simartama, 2014).