Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Mati (15 Rahasia Raja)

31 Januari 2022   03:58 Diperbarui: 31 Januari 2022   07:46 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak tahu berapa lama aku tertidur dikamar yang terasa tidur diatas awan. Waktu rasanya berjalan lamban. Siang dan malam berganti seperti tiada membebani. Mungkin itu sebabnya wajah orang-orang disini terlihat awat muda. Rasanya aku telah tertidur cukup lama.

Perlahan pintu kamar terbuka. Udde berdiri dipintu dan membuatku sangat terkejut.

" Udde!!" aku segera menyapanya dengan sesekali kembali mengucek mataku yang baru saja terbangun dari tidur lelap yang sangat melenakan. Lebih untuk memastikan sesosok orang yang masuk kekamarku secara tiba-tiba. Tetapi ia tampak acuh-tak acuh denganku. Malahan seperti tidak mengenaliku. Udde adik laki-lakiku yang lama belum kembali. Ia telah pergi bersama ayahku sebelumnya dan selama ini sangat ditunggu-tunggu emak kembali.

Matanya menyiratkan seperti seseorang yang tidak tenang. Seolah ada seseorang yang selalu selalu membuntutinya. Seketika ia tampak tergopoh-gopoh berusaha mendekati. Seperti ingin memberitahukan sesuatu yang sangat penting kepadaku. Belum sampai ia mendekatiku, Fithar juga tampak tergesa-gesa masuk kekamarku.

Gerak gerik Udde langsung berubah drastis. Dari sebelumnya ia tampak ingin sekali membisikkan akan sesuatu hal yang sangat penting. Tiba-tiba, ia langsung melakukan pekerjaan pembersihan kamar yang sepertinya sudah menjadi pekerjaan rutinnya disana.

 Sementara itu, Fithar sengaja mengajakku untuk minum teh bersama di taman belakang istana yang pemandangannya menghadap laut lepas. Disana telah menunggu Raja Bestari tanpa siapa-siapa yang mendampinginya. Sepertinya akan ada pembicaraan lagi yang sangat penting atau melanjutkan pembicaraan yang belum tuntas sebelumnya.

Cuaca sore itu cerah dengan langit biru terang. Hembusan angin laut sesekali menyibakkan tepi taplak meja ketas, dimana kue-kue berbahan tepung dan coklat beraneka warna tersedia diatasnya. Teh hangat mulai dituang satu persatu oleh pelayan dengan perlahan.

"Apakah tidur siangnya nyenyak, Dewa?

"Sangat lelap Tuan, terimakasih atas tumpangan kamarnya"

"Kamu tetap dapat meniduri tempat tidur tersebut sampai kapanpun yang kamu inginkan"

" Tentu tidak Tuan... dan tidak ada alasanku untuk menumpang tidur dikamar Tuan yang sangat luas itu selamanya"

"Tentu ada alasan kuat Dewa untuk tinggal bersama kami" jawabnya dengan tegas dan pasti. Aku penasaran untuk mencari alasan yang membuatnya sangat ingin menahanku demikian teguhnya. Aku mulai ingin mencari cara memberitahukan apa sebenarnya yang kurasakan dalam hatiku. Hal ini yang masih kutahan-tahan selama ini.

"Tuan bisakah aku menyampaikan sesuatu yang sangat penting bagiku, dan harus diketahui oleh Tuan ?"

"Tentu saja, apa permintaanmu?"

"Aku...sebenarnya sangat menyayangi Amarilis Dewi Tuan?" Ekspresi wajahnya kembali berubah merah padam seketika.

"Sampai kapanpun aku tidak akan mengizinkan Amarilis Dewi menjadi pendamping hidupmu, Dewa Kelana" nada Tuan Raja meninggi. Aku sendiri tidak tahu apa yang membuat emosinya seperti memuncak.

" Dewa Kelana, Kemala telah kupersiapkan untuk menjadi pendampingmu sejak lama" Sepertinya Tuan Raja tetap ingin aku bersama Kemala. Bukannya aku tidak menyukai Kemala meski kukenal baik dan juga tidak kalah cantik dengan Dewi. Tetapi aku terlanjur jatuh cinta pertama kali dengan Dewi. Begitu juga Amarilis Dewi denganku. Tentunya jika mau jujur ia pasti sangat menyukaiku.Dan itu dapat kupastikan.

"Apa yang membuat Tuan ingin sekali aku menjadi pendamping Kemala?" tanyaku mendesak.

"Apakah itu perlu ku sampaikan kepadamu?"

"Tentu sangat perlu  Tuan, biar aku menjadi tenang dan tidak bertanya-tanya lagi"

"Aku kira ini telah disampaikan oleh emakmu, Dewa," aku semakin terbelalak karena apa sangkut pautnya dengan emakku Tanjung Buih.

" Aku belum diberi tahu apa-apa, Tuan"

"Baik aku akan menjelaskannya"

"Kamu perlu tahu!, Amarilis Dewi adalah kakak kandungmu, Dewa!, itu sangat terlarang untuk kau jadikan pendamping hidup" Terasa tubuhku terguncang dan terasa tidak ada tempat tanah untuk kedua kakiku berpijak mendengar penjelasannya.

"Mungkinkah Tuan salah mengatakannya?" selaku perlahan disela-sela keterkejutanku yang seperti disambar petir berulang kali.

"Tidak...! dan itu sama sekali benar adanya" Tuan Bestari sangat yakin, ditandai dengan nada suara yang berat dan tegas.

"Tetapi bagaimana bisa kejadiannya dan aku tidak pernah diceritakan oleh emak sebelumya"

"Emakmu seperti ingin mengubur dalam-dalam cerita masa lalunya"

"Apa yang terjadi dengan emak Tuan?"

"Cerita sorang Tanjung Buih adalah ceritaku juga, Dewa"

"Oleh sebab itulah kukirim Fithar, Kemala dan Amarilis Dewi sebagai jembatan untuk kau bisa sampai kesini"

Sepertinya Tuan Raja Bestari ingin membuka lembaran cerita masa lalunya. Aku harus siap mendengarkan apapun ceritanya. Matahari sore menyinari tepat muka Tuan Raja Bestari. Iya seperti berusaha kuat untuk mengumpulkan memori-memori yang ada dikepalanya.

"Emakmu dulu adalah kekasih, sekaligus kemudian menjadi istriku" ia menjelaskan dengan sangat tenang sambil menatapku tajam.

"Sesuatu telah terjadi kepada diriku. Aku ditakdirkan kembali mencintai Permaisuri Nirmala. Hal yang telah membuatnya sangat kecewa". Alasan itulah yang membuat Tanjung Buih melarikan diri untuk selamanya dan bersumpah untuk tidak akan kembali"

"Mengapa engkau tidak menahannya?"

"Aku berusaha menahannya sekuat tenaga tetapi karena kemauannya yang keras dan merasa hatinya tersakiti ia rela meninggalkan semuanya yang ada padanya"

"Saat itu Amarilis Dewi masih sangat kecil. Kami membuat perjanjian. Jika ia memaksa keluar dari istana maka Amarilis Dewi akan tetap bersamaku. Tetapi, Seroja aku kirim untuk menemaninya kemanapun dia pergi. Aku berdoa bahwa dia menemukan jalan terbaik dan menemukan jodohnya di dunia rendah pada saatnya nanti. Sehingga kemudian emakmu bertemu ayahmu dan menikah.

"Aku membelalakkan mataku karena infromasi yang keluar dari mulutnya banyak hal yang membuatku syok dan tidak bisa membayangkan betapa seorang Tanjung Buih yang tidak mau diduakan akhirnya meninggalkan berbagai fasilitas dan kenyamanan yang ada padanya.Demi memperjuangkan harga diri dan cintanya yang suci dan tidak ingin dikhianati.

 Pantas saja Seroja sangat akrab dengan emak. Akhirnya kuketahui beliau adalah seorang pelayan setia yang diutus untuk selalu mendampingi kemanapun emak berada. Yang paling membuatku terkejut adalah Amarilis Dewi ternyata kakak kandungku sendiri.

"Tetapi mengapa emak seperti acuh melihat Dewi saat perjumpaan dikampung?"

"Itu adalah perjanjian kami, jika dia merasa mengakui Amarilis Dewi anaknya maka sumpahnya yang dilanggar menyebabkan ia akan tertarik kembali ke istana dengan berbagai cara".

'Sampai saat ini aku menunggu sumpah emakmu terlanggar agar kami bisa berkumpul disini". Saat ini adikmu telah ada di istana, salah satu caraku untuk bisa menarik emakmu kembali"

"Apa????....apakah Udde itu benar adik kandungku?" tanyaku penuh penasaran.

"Iya beliau ada disini bersama kita diruang yang berbeda" dia sedikit tersenyum

"Apakah keluargaku yang lain engkau tarik juga ke sini?"

" Tidak, dan hanya adikmu dan kau yang saat ini ada disini. Tidak sembarang orang bisa masuk di kerajaan kami."

"Mengapa adikkuku seperti tidak mengenaliku?"

"Itu adalah perjanjianku dengannya dimana jika dia melanggar ayahmu juga akan kutarik ke kerajaan ini."

"Mengapa harus engkau tarik semua keluargaku?"

"Aku hanya menginginkan Tanjung Buih kembali kepangkuanku"

"Apakah jika aku menikah dengan Kemala, keluargaku lepas dari perjanjian ini?"

"Ini dalah caraku untuk bisa bersatu kembali dengan cinta sejatiku Tanjung Buih serta agar kerajaan ini menjadi lebih besar dan kuat karena adanya pernikahan dari dua dunia"

" Kemala adalah anak adik permaisuri Nirmala yang kubesarkan sejak kecil bersama dengan Dewi dan sudah kuanggap sebagai anakku sendiri. Bagiku tidak ada beda antara Kemala dan Dewi kecuali darah yang mengalir dalam tubuhnya."

"Bagaimana jika aku menolak, karena aku tidak mencintainya"

"Adikmu akan menjadi milik kami. Keluargamu semuanya akan kembali kepadaku meskipun itu ayahmu," Sambil memegang dagunya yang ditumbuhi jenggot tipis, terlihat ia sangat percaya diri. Senyumnya terlihat tertahan tetapi puas. Saat ini ekspresinya berbalik tampak menjadi penguasa yang sangat otoriter dan egois.

Seketika terbayang olehku emak dikampung yang nelangsa menunggu kami pulang tanpa kabar berita.sampai dengan saat ini.Orang-orang yang disayanginya menghilang satu persatu dikarenakan perbuatan raja yang sangat memaksakan kehendaknya. Ditambah Datuk Emran yang sepertinya sangat mengharapkan emak selalu berada disisinya. Sungguh tidak adil buat seorang Tanjung Buih emakku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun